News

KPK Dalami Dugaan TPPU SYL dari Proyek Asam Semut Kementan


Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), yang bersumber dari tindak pidana korupsi (TPK) proyek di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). Salah satu aliran dana yang diduga terkait TPPU berasal dari proyek pengadaan sarana fasilitasi pengolahan karet atau asam semut (asam formiat) pada tahun anggaran 2021–2023.

“Ya, KPK masih mendalami keterkaitan antara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uangnya,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, ketika dihubungi wartawan, Jumat (30/5/2025).

Budi menjelaskan bahwa pendalaman ini penting untuk membangun konstruksi perkara secara menyeluruh antara dugaan pencucian uang SYL dan proyek pengadaan asam formiat tersebut.

“Untuk kemudian konstruksi perkara ini menjadi utuh,” ujarnya.

Temuan ini terungkap dari hasil pemeriksaan terhadap dua mantan anak buah SYL. Pertama, Issusilaningtyas Uswatun Hasanah, Kepala Tata Usaha Direktorat Perbenihan 2023 sekaligus Plt. Kepala Bagian Umum Sesditjen Hortikultura 2023.

“Saksi 1 terkait aliran uang TPPU SYL,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (23/5/2025).

KPK juga memeriksa R. Yana Mulyana Indriyana, SE, Kepala Tata Usaha Direktorat Sayuran 2023.

Baca Juga:  Soal Penulisan Ulang Sejarah, PDIP Harap Bukan dari Cerita Mereka yang menang

“Saksi 2 terkait proses pengadaan asam formiat (lateks) di Kementan,” ungkapnya.

Kasus TPPU ini masih dalam tahap penyidikan. Berdasarkan informasi dari mantan Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, nilai dugaan pencucian uang SYL mencapai sekitar Rp60 miliar.

“Kemudian menjadi substansi pokok perkara gratifikasi dan TPPU kurang lebih sekitar Rp60-an miliar,” ujar Ali kepada wartawan di Jakarta, Kamis (30/5/2024).

Dalam perkembangan lain, KPK telah menetapkan satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan sarana fasilitasi pengolahan karet atau asam semut di Kementan periode 2021–2023.

Eks Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyebutkan bahwa Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) telah diterbitkan sejak 13 November 2024.

“Untuk diketahui bahwa per tanggal 13 November 2024, KPK telah memulai penyidikan untuk perkara sebagaimana tersebut di atas dan telah menetapkan satu orang sebagai tersangka,” ujar Tessa dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (3/12/2024).

Namun, Tessa belum mengungkap identitas tersangka. Ia menyatakan, KPK biasanya mengumumkan identitas tersangka secara resmi dalam konferensi pers saat penahanan dilakukan.

“Proses penyidikan saat ini sedang berjalan, untuk nama dan jabatan tersangka belum dapat disampaikan saat ini,” ucapnya.

KPK juga telah menerbitkan surat pencegahan ke luar negeri terhadap delapan orang sejak 19 November 2024, salah satunya mantan Direktur PT Sintas Kurama Perdana, Rosy Indra Saputra.

Baca Juga:  Netanyahu Berkoar Mau Caplok Seluruh Wilayah Gaza

“Terhadap 8 orang Warga Negara Indonesia (WNI) dengan inisial DS (Swasta), YW (PNS), RIS (Swasta), SUP (PNS), DJ (Pensiunan), ANA (PNS), AJH, dan MT (PNS),” kata Tessa.

Lembaga antirasuah memperkirakan potensi kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp75 miliar. Jumlah tersebut masih dapat bertambah seiring pendalaman dan perhitungan lebih lanjut.

Penyidik juga telah menggeledah sejumlah lokasi yang dirahasiakan. Dari penggeledahan tersebut, ditemukan barang bukti berupa uang tunai, dokumen penting, dan barang bukti elektronik.

Sebelumnya, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa proyek yang menjadi fokus penyidikan adalah pengadaan asam semut atau asam formiat, yaitu cairan kimia untuk mengentalkan getah karet.

“Ya, betul. Jadi kami saat ini juga sedang menangani perkara terkait pengadaan, saya namanya lupa ya, tapi asam yang digunakan untuk mengentalkan karet. Itu silakan disearching, kalau dulu dibilangnya asam semut,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (28/11/2024).

Asep mengungkapkan bahwa modus korupsi dalam proyek ini adalah penggelembungan harga (mark-up) pembelian asam semut, yang diduga dilakukan melalui PT Sintas Kurama Perdana di Jawa Barat.

Baca Juga:  Konferensi Parlemen OKI Jadi Momen Introspeksi dan Pembenahan Diri

“Yang terjadi adalah penggelembungan harga. Jadi, harga yang tadinya dijual misalnya Rp10 ribu per sekian liter, menjadi Rp50 ribu per sekian liter,” jelas Asep.

Rosy Indra Saputra, mantan Direktur PT Sintas Kurama Perdana, telah diperiksa oleh KPK terkait dugaan pengaturan lelang dalam proyek tersebut.

“Saksi hadir, didalami terkait dengan proses lelang untuk Pengadaan Sarana Fasilitasi Pengolahan Karet pada Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2021 sampai dengan 2023 dan pengetahuan mereka terkait dengan pengaturan lelang,” ungkap Tessa, Jumat (29/11/2024).

Sementara itu, dalam perkara pemerasan, Syahrul Yasin Limpo telah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, pada 12 Maret 2025. Eksekusi dilakukan setelah keluarnya putusan hukum tetap yang menjatuhkan vonis 12 tahun penjara terhadapnya.

“Pada 25 Maret lalu, KPK melakukan eksekusi pidana badan terhadap terpidana SYL di Sukamiskin,” kata Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (14/5/2025).

SYL merupakan terpidana kasus korupsi di lingkungan Kementan periode 2020–2023. Ia dijatuhi hukuman 12 tahun penjara, denda Rp500 juta, serta uang pengganti sebesar Rp44 miliar dan 30.000 dolar AS.

Back to top button