KPK Buka Peluang Tetapkan Petinggi PT ASDP Selain Ira Puspadewi Sebagai Tersangka

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menetapkan petinggi PT ASDP lainnya sebagai tersangka, selain eks Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi Cs, dalam kasus dugaan korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN). Sebab, proses penyidikan kasus ini masih terus berjalan dan berpotensi dikembangkan lebih lanjut.
“Tentunya terbuka, karena memang penyidikan tersebut masih terus berjalan,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (27/6/2025).
Lebih lanjut, petinggi ASDP lainnya disebut kemungkinan akan dipanggil penyidik KPK untuk dimintai keterangan dalam rangka pengumpulan alat bukti sebagai pertimbangan penetapan tersangka.
“Dilakukan pemanggilan untuk beberapa pihak terkait untuk dimintai keterangan,” ucap Budi.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan dan menahan tiga mantan anggota dewan direksi PT ASDP Indonesia Ferry dalam kasus yang sama. Mereka adalah Ira Puspadewi (Direktur Utama periode 2017–2024), Harry Muhammad Adhi Caksono (Direktur Perencanaan dan Pengembangan periode 2020–2024), serta Muhammad Yusuf Hadi (Direktur Komersial dan Pelayanan periode 2019–2024). Berkas perkara ketiga tersangka tersebut telah dilimpahkan KPK ke jaksa penuntut umum.
Selain itu, Adjie selaku pemilik PT Jembatan Nusantara juga telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, meski saat ini dibantarkan ke RS Polri karena alasan kesehatan. Proses penyidikannya masih terus berjalan.
Dalam proses penyidikan, KPK menyita sejumlah barang bukti berupa senjata api (senpi) dan lima unit kendaraan saat menggeledah dua rumah yang berkaitan dengan kasus dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT JN oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pada periode 2019–2022.
“Pada Senin (23/6) malam, tim KPK melakukan penggeledahan terhadap dua rumah yang berlokasi di Jakarta Selatan,” ujar Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (24/6/2025).
Ia menjelaskan, dari penggeledahan tersebut penyidik menyita senpi laras pendek dan panjang kaliber 32.
Adapun lima kendaraan yang turut disita terdiri atas dua unit mobil bermerek Lexus, satu unit Maybach, satu unit Alphard, dan satu unit Xpander.
“Kemudian penyidik juga melakukan pemasangan tanda penyitaan terhadap rumah dan bidang tanah yang berlokasi di Pondok Indah, Jakarta Selatan,” katanya
Konstruksi Perkara
Kasus ini bermula pada 2014 ketika Adjie menawarkan perusahaannya, PT JN, untuk diakuisisi oleh PT ASDP Indonesia Ferry. Namun, tawaran tersebut ditolak sebagian direksi dan dewan komisaris karena menilai kapal-kapal milik PT JN sudah tua, sementara ASDP saat itu memprioritaskan pengadaan kapal baru.
Pada 2018, ketika Ira Puspadewi menjabat sebagai Direktur Utama ASDP, Adjie kembali mengajukan tawaran akuisisi. Pembahasan pun dilakukan dalam sejumlah pertemuan, termasuk di rumah Adjie yang dihadiri Ira, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono.
Setahun kemudian, PT JN secara resmi mengajukan penawaran tertulis. Proses ini ditindaklanjuti melalui perjanjian kerja sama usaha (KSU) pada 2019–2020, yang kemudian diperpanjang hingga 2022.
Pada 26 Juni 2019, kedua pihak menandatangani nota kesepahaman (MoU) yang diteken Ira Puspadewi dan Direktur PT JN, Rudy Susanto. Kontrak induk kerja sama usaha ditandatangani pada 23 Agustus 2019.
Selanjutnya, pada 20 September 2019, Ira mengirim surat kepada Komisaris Utama PT ASDP untuk meminta persetujuan kerja sama usaha dengan PT JN Group. Namun, surat tersebut tidak mencantumkan rencana akuisisi. Surat kepada Menteri BUMN pada 11 Oktober 2019 juga hanya menyebutkan bahwa ASDP sedang menjajaki akuisisi kapal melalui skema kerja sama usaha. Kendati demikian, dewan komisaris tetap menolak rencana tersebut.
Dalam pelaksanaan KSU, ASDP disebut memprioritaskan penggunaan kapal milik PT JN agar kinerja keuangan perusahaan itu tampak layak untuk diakuisisi.
Pada 2020, setelah terjadi pergantian dewan komisaris, pembahasan akuisisi kembali dilanjutkan. Saat itu, ASDP belum memiliki pedoman internal terkait akuisisi. Ira kemudian memerintahkan penyusunan draf keputusan direksi, dan rencana akuisisi PT JN dimasukkan ke dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2020–2024.
RJPP tersebut memuat rencana penambahan 53 kapal melalui skema kerja sama usaha. Sebelum Keputusan Direksi diteken pada 7 Februari 2022, dilakukan proses due diligence dan valuasi oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Namun, valuasi oleh KJPP MBPRU terhadap 53 kapal milik PT JN diduga direkayasa agar mendekati harga yang diinginkan Adjie, yakni sekitar Rp2 triliun. Data usia kapal yang digunakan pun tidak sesuai dengan sistem internasional IMO GISIS, di mana kapal-kapal PT JN ternyata jauh lebih tua.
Setelah proses negosiasi, disepakati nilai akuisisi sebesar Rp1,272 triliun. Rinciannya, Rp892 miliar untuk 42 kapal milik PT JN dan Rp380 miliar untuk 11 kapal milik afiliasi. Selain itu, manajemen baru PT JN juga menerima tanggungan utang perusahaan.
Transaksi akuisisi ini diresmikan melalui Akta Jual Beli Saham Nomor 139 tertanggal 22 Februari 2022. Berdasarkan perhitungan KPK, akuisisi tersebut menimbulkan kerugian keuangan negara setidaknya sebesar Rp893,16 miliar.