Koalisi Parpol, Bubar Jalan Sebelum Janur Melengkung?

Langkah partai-partai politik untuk membangun koalisi hingga akhir Desember 2022 dipastikan tak terwujud. Pergerakan untuk menjalin kerja sama di antara partai politik guna menghadapi pertarungan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 saat ini jalan di tempat.
Mandeknya rajutan pembentukan poros koalisi telah diungkapkan dengan gamblang oleh Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali beberapa waktu lalu. Ahmad Ali yang ditunjuk sebagai Koordinator Tim Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden untuk Pemilu 2024, menyebut Koalisi Perubahan yang terdiri dari Partai NasDem, Partai Demokrat, dan PKS baru bakal dideklarasikan awal tahun 2023.
Tiga parpol tersebut sejauh ini sudah sepakat tentang platform atau kebijakan menyangkut kerja sama politik menuju Pilpres 2024. Tinggal, kata Ahmad Ali, awal tahun 2023 deklarasi bersama-sama. Saat ini, tahapan-tahapan platform, penyusunan platform, dan lain sebagainya sedang dicocokkan.
Kata Ahmad Ali juga, Koalisi Perubahan sudah sepakat mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (Bacapres) 2024, namun siapa sosok bakal calon wakil presiden pendamping Anies sampai sejauh ini belum dapat dipastikan.
Serupa dengan Koalisi Perubahan, rajutan koalisi yang tengah dibangun Partai Gerindra dengan PKB, yakni Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya juga mandek. Bahkan nasib koalisi ini lebih menggantung ketimbang Koalisi Perubahan yang sudah bulat mengusung Anies sebagai capres. Gerinda dan PKB sejatinya bahkan masih buntu untuk menentukan capres yang bakal diusung. Begitu pun dengan sosok cawapresnya.
Diakui oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin beberapa waktu lalu, PKB dan Gerindra belum sepakat memutuskan soal capres yang akan diusung bersama. Sebagaimana diketahui, Gerindra sendiri telah mendeklarasikan Ketumnya, Prabowo Subianto sebagai Capres 2024.
Baru-baru ini, Gerindra pun memastikan tak akan mengusung sosok selain Prabowo sebagai capres. Bagi Gerindra, kata Wakil ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Andre Rosiade, pencalonan Prabowo selaku capres adalah harga mati alias tak bisa ditawar.
Serupa juga dengan Gerindra dan PKB, stagnasi jalinan koalisi pun terjadi pada Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Koalisi yang terdiri dari Partai Golkar, PAN, dan PPP ini sampai sejauh ini belum resmi mendeklarasikan capres dan juga cawapres yang bakal diusung męski Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto selama ini disebut-sebut sebagai capres usungan KIB.
Setidaknya, minimal Airlangga menjadi capres prioritas KIB. Hal itu pernah disampaikan Ketum PAN Zulkifli Hasan alias Zulhas mengingat Partai Golkar sebagai pemenang Pemilu 2019 nomor dua. “Pak Airlangga prioritas, layak pemenang pemilu nomor dua untuk jadi capres,” ucap Zulhas beberapa waktu.
Namun belakangan Zulhas juga menyebut partainya mempertimbangkan Ganjar Pranowo sebagai bakal capres yang akan diusung untuk menampung aspirasi dari DPW PAN Jateng. Apalagi, kata Zulhas, hasil sejumlah survei menunjukkan Ganjar selalu menempati posisi teratas tiga Capres 2024.
Terancam bubar jalan
Dengan belum adanya kesepakatan dari poros-poros koalisi untuk memutuskan dari mulai sosok capres hingga cawapres yang akan diusung dinilai berpotensi membuat koalisi-koalisi yang sudah dibangun tersebut rawan bubar.
Cak Imin menyebut seluruh koalisi partai politik rawan bubar, sebelum berakhirnya masa pendaftaran capres dan cawapres pada 25 November 2023. “Semua koalisi sebelum janur melengkung, tanggal 25 November, ya semuanya masih rawan (bubar),” ujar Cak Imin pada Senin lalu.
Bagi Cak Imin, koalisi sesungguhnya baru dapat dipastikan ketika sudah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Yang disebut koalisi sesungguhnya adalah nanti ketika sama-sama mendaftar ke KPU, sehingga sampai pendaftaran di KPU, terakhir pendaftaran maka belum bisa final,” kata dia.
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga menganalisis semua bangunan poros koalisi yang ada saat ini akan rawan bubar. Untuk koalisi Gerindra dan PKB, sampai sekarang belum ada kemajuan yang berarti.
Salah satunya dalam menetapkan capres dan cawapres yang akan diusung. Gerindra masih ngotot Ketua Umumnya Prabowo Subianto menjadi capres. PKB juga sama ngototnya agar Cak Imin yang jadi capres.
Walaupun dalam logika politik, Prabowo yang lebih layak jadi capres daripada Cak Imin. Sebab, elektabilitas Prabowo sangat tinggi sementara Cak Imin elektabilitas sangat rendah.
“Jadi, dilihat dari elektabilitas, Cak Imin untuk menjadi cawapres saja tidak layak. Elektabilitasnya sangat tidak membantu mengerek elektabilitas Prabowo,” kata Jamiluddin kepada Inilah.com, Sabu (17/12/2022).
Karena itu, ada usulan Ganjar Pranowo atau Erick Thohir lebih layak menjadi cawapresnya Prabrowo. Dua tokoh ini dinilai dapat mengerek elektabilitas Prabowo.
Dengan begitu, koalisi PKB dan Gerindra berpeluang bubar saat menentukan capres dan cawapres. Bagi Prabowo sendiri, Pilpres 2024 merupakan peluang terakhir untuk menjadi presiden.
Karena itu, Prabowo akan mencari cawapres yang berpeluang memenangkannya pada Pilpres 2024. Cak Imin tentunya bukan pilihan yang tepat untuk memenangkan Pilpres.
Selanjutnya Jamiluddin mencermati persoalan yang sama juga akan dihadapi KIB (Golkar-PAN-PPP) dan Koalisi Perubahan (NasDem-Demokrat-PKS). “Kemungkinan bubar akan sangat besar bila salah memilih pasangan capresnya,” ujarnya.
KIB misalnya, masalah capres dan cawapres akan sangat krusial. Golkar sudah solid hanya mengusung Ketua Umumnya Airlangga Hartarto menjadi capres. Sementara PAN dan PPP juga akan menyodorkan capresnya. Ada kemungkinan Ganjar Pranòwo akan diusung PAN.
Di sini akan muncul persoalan kelayakan Airlangga menjadi capres bila PAN menyodorkan Ganjar. Persoalan ini juga akan membuat KIB rapuh untuk bubar.
Adapun koalisi NasDem, Demokrat, dan PKS rawan bubar saat menentukan cawapres. Menurut Jamiluddin, bila NasDem tetap ngotot menyodorkan Andika Perkasa atau Khofifah Parawansa, maka PKS dan Demokrat berpeluang menolaknya.
PKS dan Demokrat sudah menginginkan kadernya yang jadi cawapres mendampingi Anies Baswedan. Dari kader PKS Aher dan Demokrat AHY sama-sama didorong menjadi cawapres.
Walaupun dilihat dari elektabilitas, AHY yang paling tinggi daripada Aher, Khofifah, dan Andika. “Karena itu, dari.logika politik harusnya AHY yang menjadi cawapresnya Anies.”
Namun hal itu hingga saat ini belum juga diputuskan. Bahkan infonya, ungkap Jamiluddin, NasDem tetap ngotot menginginkan Andika atau Khofifah yang jadi cawapres Anies. Hal ini tentu menjadi titik rawan bubarnya koalisi NasDem, Demokrat, dan PKS.
Lantas apakah poros-poros koalisi ke dépannya benar bakal bubar jalan? Kita lihat saja sebelum janur kuning melengkung pada 25 November 2023.