News

Klaim Warisan, Hakim Pengadil Ronald Tannur Ngemis Safe Deposit Box Dikembalikan


Salah satu hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Heru Hanindyo mengajukan nota keberatan (eksepsi) terkait penyitaan Safe Deposit Box (SDB) miliknya oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

Heru meminta majelis hakim Tipikor Jakarta mengabulkan permintaannya untuk mengembalikan barang-barang yang dianggap tidak berkaitan dengan kasus suap.

Dia mengklaim, isi dalam SDB tersebut sebagian besar merupakan warisan keluarga dan bukan hasil suap terkait pengondisian putusan bebas terdakwa pembunuhan Ronald Tannur.

“Dalam SDB tersebut adalah merupakan peninggalan orang tua, waris, terdiri dari ijazah satu keluarga, kemudian surat-surat tanah yaitu dari perolehan tahun 90 atau 80 sampai tahun 2022, dan kemudian perhiasan orang tua Yang Mulia yang sampai saat ini tidak tahu di mana rimbanya,” ujar Heru dalam sidang nota keberatan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (2/1/2024).

Baca Juga:  Lalu Lintas di Tol Wilayah Jabodetabek dan Jabar Naik Signifikan pada H2 Lebaran

Ia juga mengungkap, tim penyidik Jampidsus tidak memberikan surat serah terima penggeledahan maupun penyitaan aset miliknya yang lain. Ia meminta jaksa penuntut Kejagung mengembalikan asetnya.

“Penuntut umum yang saya hormati bisa memberikan untuk mengembalikan yang memang tidak digunakan dalam perkara ini antara lain ijazah, surat tanah, dan perhiasan karena kami pun tidak diberikan berita acara penyitaan termasuk yang di rumah Surabaya, rumah Tangerang, kemudian kantor dan SDB,” ucapnya.

Ketua majelis hakim Teguh Santoso, menyatakan bahwa permohonan Heru akan dipertimbangkan lebih lanjut. “Baik, masalah mengenai barang bukti yang lain yang mungkin tidak disebutkan dalam surat dakwaan nanti kita periksa bersama-sama dengan pokok perkaranya dan kita lihat dari berita acara penyitaan dari tim penyidik. Nanti kami pertimbangkan itu,” kata hakim Teguh.

Baca Juga:  Menhan Denmark Kecam Pernyataan Trump soal Greenland

Diketahui tiga hakim PN Surabaya yang memutus bebas terdakwa pembunuhan Ronald Tannur didakwa menerima suap sebesar Rp1 miliar dan SGD308 ribu (sekitar Rp4,6 miliar). Ketiga hakim yang didakwa adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.

“Mereka menerima hadiah atau janji berupa uang tunai sebesar Rp1 miliar dan SGD308.000,” ungkap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat, Selasa (24/12/2024).

Jaksa menjelaskan bahwa suap tersebut bermula dari permintaan Meirizka Widjaja, ibu Ronald Tannur, kepada Lisa Rahmat untuk membela anaknya yang dijerat kasus pembunuhan terhadap pacarnya, Dini Sera. Lisa Rahmat kemudian meminta bantuan kepada eks pejabat MA, Zarof Ricar, untuk mengenalkannya pada pihak internal PN Surabaya.

Baca Juga:  Ada 17 Titik Banjir di Kota Tangerang, Sebagian Warga Ogah Dievakuasi

Melalui perantara tersebut, Lisa mengenal tiga hakim—Erintuah, Heru, dan Mangapul—dan memberikan uang suap untuk pengondisian putusan bebas.

Erintuah Damanik menerima SGD48 ribu terlebih dahulu, kemudian Meirizka dan Lisa menyerahkan SGD140 ribu yang dibagi menjadi SGD38 ribu untuk Erintuah, serta masing-masing SGD36 ribu untuk Heru dan Mangapul. Sisanya, sebesar SGD30 ribu, disimpan oleh Erintuah.

Atas perbuatannya, ketiga hakim didakwa melanggar Pasal 12 huruf c juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Back to top button