Kanal

Kisruh Haji 2025: Furoda Impian Berakhir Cobaan


Tak semua yang berniat haji, sampai ke Tanah Suci. Tak semua yang menjejak Mekkah, bisa wukuf di Arafah. Allah memilih siapa yang dijamu-Nya, meski manusia telah mengatur segalanya. Musim haji kali ini mengajarkan: niat ikhlas tak cukup jika sistemnya pincang.

Hari-hari suci menjelang wukuf di Arafah semestinya menjadi momen khusyuk bagi 1,83 juta tamu Allah. Tapi tahun ini, ribuan calon jemaah asal Indonesia justru dirundung kegelisahan. Sebagian besar dari mereka sudah menyiapkan segalanya: tiket pesawat, hotel, bahkan tabungan hidup mereka. Namun, visa Furoda yang dijanjikan tak kunjung datang. Ada pula yang sudah tiba di Tanah Suci tetapi terhambat ibadahnya karena lambatnya distribusi kartu digital Nusuk.

“Apakah di sana ada kabar tentang visa Furoda? Di sini jemaah sudah gelisah sekali, padahal waktunya sangat mepet,” ujar seorang calon jemaah dari Jakarta kepada reporter Inilah.com.

Kekacauan ini bukan hal baru. Haji 2025 kembali mengungkap masalah lama yang tak pernah diselesaikan secara serius: ketidakjelasan regulasi visa Furoda, buruknya koordinasi penyelenggaraan di Arab Saudi, serta respons pemerintah yang lambat dalam menghadapi krisis.

Furoda: Visa Tak Terbit, Kecewa Menggunung

Pemerintah Arab Saudi secara resmi menutup proses penerbitan visa haji pada 26 Mei 2025 pukul 13.50 WAS. Akibatnya, lebih dari 10 ribu calon jemaah jalur Furoda gagal berangkat meski telah membayar mahal, mulai dari Rp373 juta hingga Rp975 juta per orang.

Menteri Agama Nasaruddin Umar mengakui pemerintah terus melakukan komunikasi intensif dengan Arab Saudi, tetapi ia menegaskan keputusan penerbitan visa sepenuhnya adalah kewenangan Saudi. 

“Kami terus komunikasi siang malam, tapi keputusan akhir tetap di tangan Arab Saudi,” ujar Nasaruddin.

Baca Juga:  Raja Ampat Menjadi Lokasi Penambangan?

Arab Saudi tampaknya tidak ingin kecolongan lagi seperti tahun sebelumnya, ketika lebih dari 300.000 jemaah ilegal memasuki Mekkah menggunakan visa turis dan ziarah. Kondisi tersebut memicu kekacauan besar hingga aparat keamanan Saudi terpaksa menggelar razia besar-besaran di hotel-hotel sekitar Masjidil Haram. Apalagi tahun ini jadi incaran banyak calon jemaah karena adanya momen langka yang datang 17 tahun sekali di mana ibadah haji yang wukuf-nya di Arafah bertepatan dengan hari Jumat atau disebut dengan Haji Akbar.

antarafoto-suasana-masjidil-haram-jelang-puncak-musim-haji-1748675362.jpg
Jamaah calon haji dari berbagai negara melakukan Tawaf di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, Jumat (30/5/2025). (Foto: Antara)

Ketua Umum AMPHURI (Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia) Firman M. Nur menyatakan, rata-rata potensi kerugian yang dialami jemaah mencapai 3.000 sampai 5.000 dolar AS (kisaran Rp40 Juta- Rp81 juta), mencakup tiket, akomodasi, dan layanan lainnya yang sudah dipesan oleh PIHK. Meski AMPHURI mendorong penyelesaian melalui refund atau konversi ke haji khusus, fakta di lapangan menunjukkan masih banyak travel yang belum siap menyelesaikan tanggung jawabnya.

Kerugian yang dialami penyelenggara juga sangat besar-diperkirakan antara Rp1 hingga 2 miliar untuk setiap kelompok jemaah berjumlah 50 orang.

Komnas Haji turut mendorong revisi UU No. 8 Tahun 2019 agar menyertakan regulasi khusus untuk jalur furoda.

“Ini penting untuk melindungi jemaah dari kerugian material dan imaterial, serta mencegah eksploitasi jalur non-kuota yang tidak memiliki kepastian,” kata Mustolih Siradj lewat sambungan telepon.

Sebagaimana regulasi yang berlaku, kata dia, otoritas Arab Saudi memang memberikan kuota 8 persen bagi jemaah yang berangkat melalui jalur khusus (ONH Plus). Namun, kuota itu tidak termasuk dalam kuota haji furoda.

Untuk mengantisipasi berulangnya peristiwa ini, menurut dia, DPR dan pemerintah harus menata kembali syarat, mekanisme, dan standar pelayanan haji furoda dalam revisi UU PIHU. “Untuk melindungi calon jemaah dari serangkaian kerugian materiil maupun secara imateriil,” ujar dia.

Baca Juga:  Misalnya Saya Trump

Koresponden Inilah.com Abdur Rahim Ghazali yang memantau langsung di Mekkah mengungkapkan setiap tahun, haji non kuota/furoda selalu menghadapi masalah. Seharusnya pihak penyelenggara, menurutnya dalam hal ini travel sudah bisa membaca dan mengantisipasi segala kemungkinan yang  terjadi. Termasuk pada saat harus menyesuaikan dengan peraturan-peraturan baru. Kegagalan mengantisipasi itulah yang akan menimbulkan masalah.

“Yang dibutuhkan bukan ketatnya pengawasan, tapi perbaikan tata kelola yang baik, transparan, dan akuntabel,” ungkapnya.

Sistem Syarikah Dikritik

Transformasi besar yang dilakukan Arab Saudi sejak 2022 dari sistem maktab ke sistem syarikah justru menciptakan kebingungan. Tahun ini, Indonesia dilayani oleh delapan syarikah, di antaranya Al-Bait Guests, Rakeen Mashariq, Sana Mashariq, dan Rehlat & Manafea. 

Akibatnya dengan terpisahnya akomodasi antara pasangan dan pendamping lansia. Beberapa jemaah yang merupakan pasangan suami-istri atau lansia dengan pendampingnya dilaporkan ditempatkan di hotel berbeda, akibat pembagian layanan berdasarkan syarikah yang berbeda.

Menurut Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurizal, tidak semua syarikah menunjukkan pelayanan yang layak.

“Kalau syarikahnya tidak bagus, kenapa harus dipakai lagi? Evaluasi harus serius. Mungkin ke depan cukup empat syarikah saja, asal berkualitas dan terkoordinasi,” tegasnya.

Ia menyatakan Panja Komisi VIII DPR RI akan menyusun laporan evaluasi resmi terhadap semua aspek penyelenggaraan haji.

Haji Digital Berakhir Fatal

Masalah lain muncul dari digitalisasi haji melalui kartu Nusuk, kartu identitas wajib yang menjadi akses utama bagi jemaah ke berbagai lokas penting di Madinah dan Mekkah. Distribusi kartu ini mengalami keterlambatan hingga 10 hari, menyebabkan banyak jemaah kesulitan mengakses layanan dasar seperti masuk Masjidil Haram.

Baca Juga:  Transjakarta Resmikan Rute Baru PIK2Blok M, Perkuat Akses dan Mobilitas Warga

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief, berdalih keterlambatan terjadi karena paspor jemaah yang tertahan di syarikah berbeda. Ia memastikan situasi kini membaik dengan sisa distribusi kurang dari 10 persen.

“Paspor jemaah tertahan di maktab yang berbeda dengan syarikah pemroses. Tapi sekarang sudah membaik,” ujarnya.

antarafoto-distribusi-kartu-nusuk-jamaah-calon-haji-indonesia-1748675197.jpg
Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) Hilman Latief (kiri) memberikan kartu Nusuk kepada jamaah calon haji Indonesia di Hotel Safwat Al-Shoroq (502), Makkah, Arab Saudi, Minggu (25/5/2025). (Foto: Antara)

Di sisi lain, Timwas Haji DPR RI yang dipimpin oleh anggota Komisi VIII Ina Ammania turun langsung ke Jeddah dan Mekkah untuk mengecek kesesuaian layanan. Mereka fokus pada aspek pemondokan, katering, dan operasional bus Sholawat.

“Kami pastikan semua sesuai kontrak. Termasuk kualitas makanan dan akses jemaah ke Masjidil Haram,” ujar Ina. Ia juga menyoroti pentingnya peran ketua kloter dalam memastikan data Nusuk diproses sejak jemaah tiba di Mekkah.

100 Jemaah Wafat, Mayoritas Lansia

Hingga 30 Mei 2025, tercatat 100 jemaah Indonesia wafat, sebagian besar lansia yang mengalami dehidrasi, hipertensi, hingga infeksi saluran pernapasan. Timwas DPR meminta pemerintah memperkuat layanan kesehatan dan mengingatkan petugas agar selalu siaga membantu jemaah.

antarafoto-kesiapan-pelayanan-klinik-kesehatan-haji-indonesia-di-makkah-1748048954.jpg
Petugas kesehatan menyiapkan layanan di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah, Arab Saudi, Rabu (21/5/2025). (Foto: Antara)

Haji 2025 memperlihatkan kompleksitas sistem yang belum matang. Digitalisasi dan transformasi layanan memang membawa perubahan, tetapi jika tidak diimbangi kesiapan di dalam negeri, maka krisis akan selalu berulang.

Tanpa evaluasi menyeluruh dan reformasi regulasi domestik yang nyata, tahun depan Indonesia akan kembali menghadapi persoalan yang sama—dan kisah pilu calon jemaah haji yang gagal berangkat akan terus berulang. [Inu/Diana/Harris]

Back to top button