Kanal

Ketegasan Presiden Prabowo dan Diplomasi Senyap Dasco


Ketika luka lama di Aceh nyaris terkonyak oleh tajamnya sengketa empat pulau, Presiden Prabowo Subianto turun tangan langsung meredakan situasi. Di balik keputusan besar itu, ada satu tokoh yang bekerja dalam diam: Sufmi Dasco Ahmad.

Istana Presiden kembali mencatat sejarah. Bukan pelantikan, bukan pula reshuffle kabinet. Tapi sebuah rapat tertutup yang digelar pertengahan Juni 2025 lalu, berhasil meredam ketegangan antara dua provinsi yang sudah lama hidup bertetangga, namun diam-diam menyimpan bara konflik.

Ihwalnya, empat pulau kecil—Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek—menjadi sumber sengketa antara Aceh dan Sumatera Utara. Sebuah keputusan administratif Mendagri Tito Karnavian tiba-tiba dan tanpa dialog, mengalihkan status keempat pulau dari Aceh ke Sumatera Utara. Rakyat Aceh pun meradang. Mereka marah dan merasa ada penghianatan.

Selama sepekan lebih, isu ini memicu reaksi keras dari masyarakat Aceh. Bendera Bulan Bintang dikibarkan, genderang perang ditabuh, bahkan, bayang-bayang Gerakan Aceh Merdeka (GAM) kembali muncul, dan usulan referendum pun mengemuka.

Demonstrasi besar terjadi di Banda Aceh. Tokoh-tokoh masyarakat memperingatkan bahwa keputusan tersebut berisiko membangkitkan trauma lama. “Kami merasa dikhianati,” kata seorang warga dalam orasi di halaman Kantor Gubernur Aceh. 

Presiden Pasang Badan 

Tatkala situasi menunjukkan eskalasi, semakin memanas dan jalur hukum terasa beretele tele, Presiden Prabowo Subianto bersikap tegas. Dia mengambil alih langsung penanganan sengketa. Langkah Prabowo ini bukan tanpa risiko. Sengketa batas wilayah biasanya cukup diselesaikan di level kementerian. Tapi Prabowo memilih jalan berbeda. Dia maju ke muka menunjukkan gaya kepemimpinan yang tegas dan terukur.

Baca Juga:  Google, Nadiem dan Korupsi Laptop Chromebook

Dalam rapat di Istana, 17 Juni 2025, Prabowo yang tengah berada di Rusia memimpin langsung rapat virtual yang diikuti Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Mensesneg Prasetyo Hadi, Mendagri Tito Karnavian, Gubernur Aceh Muzakir Manaf, dan Gubernur Sumut Bobby Nasution.

Keputusannya jelas dan final. Prabowo menganulir Keputusan Mendagri Tito. Keempat pulau tersebut dikembalikan ke pangkuan rakyat Aceh, sesuai dengan dokumen dan catatan historis yang dimiliki negara. Keputusan ini langsung meredakan tensi politik di Tanah Rencong.

Arsitek di Balik Layar 

Aceh sudah kembali dingin. Tapi tak banyak yang tahu, jalan menuju keputusan Presiden itu tidak terjadi begitu saja. Ada sosok di balik layar yang memainkan peran penting: Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua DPR RI yang juga Ketua Harian DPP Gerindra.

Dasco memang tak banyak bicara di media. Tapi dialah yang sejak awal menampung aspirasi masyarakat Aceh dan Sumatera Utara. Ia pula yang mendorong Ketua DPR Puan Maharani untuk membuka jalur komunikasi langsung dengan Presiden. 

Kata Dasco, DPR tak ingin polemik ini berkepanjangan. “Dewan Perwakilan Rakyat menerima aspirasi, baik dari masyarakat di Aceh maupun di Sumatera Utara. Saya dan Ibu Ketua DPR, Ibu Puan Maharani, intens melakukan komunikasi dengan Presiden untuk meminta agar dinamika tidak berlarut-larut. Akhirnya Presiden mengambil alih persoalan penyelesaian permasalahan tersebut,” kata Dasco saat jumpa pers bersama di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (17/6/2025). 

Dalam rapat, Dasco melaporkan adanya dokumen autentik mengenai kepemilikan keempat pulau. Dokumen tersebut adalah Keputusan Mendagri Nomor 111 Tahun 1992. Dokumen ini berisi kesepakatan antara Gubernur Aceh saat itu, Ibrahim Hasan, dan Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar yang menegaskan keempat pulau masuk wilayah Aceh.

Baca Juga:  Googleisasi Sistem Pendidikan: Merdeka Belajar atau Penjajahan Data?

Dokumen itulah yang menjadi rujukan kesimpulan rapat. Prabowo lantas memutuskan keempat pulau tetap menjadi bagian wilayah Provinsi Aceh. “Karena temuan dan bukti autentik tersebut, kami sepakat bahwa di hadapan Bapak Presiden, kedua gubernur akan menandatangani pembaruan kesepakatan bahwa empat pulau itu adalah bagian dari Aceh,” kata Dasco yang pernyataannya diunggah di kanal YouTube Sekretariat Presiden.

“Kalau dibiarkan, ini bisa membangkitkan luka lama,” kata Dasco. “Dengan dasar dokumen yang kuat, akhirnya kita capai kesepakatan. Kedua gubernur menandatangani pembaruan ini,” sambung Dasco.

Peran Dasco dalam penyelesaian sengketa ini tak bisa kita abaikan, kendati dia memilih tak tampil di barisan depan. Tapi bisa disebut, Dasco-lah yang merajut kembali benang kusut komunikasi antara pusat dan daerah, antarmenteri, bahkan di antara pihak yang awalnya bersikukuh ingin empat pulau Aceh beralih ke Sumatera Utara.

Bagi Dasco, ini bukan soal popularitas. Ini soal menjaga bangsa tetap utuh. “Komunikasi yang konsisten dan tidak mencari panggung publik justru memberi ruang bagi keputusan negara berjalan dengan tenang,” ujar seorang staf ahli DPR yang dekat dengan proses itu.

Sikap ini diapresiasi oleh politisi daerah pemilihan Sumatera Utara, Sugiat Santoso. Ia memuji langkah cepat Presiden, tapi juga tak lupa menyebut Dasco sebagai tokoh yang berjasa. “Apresiasi untuk Bang Dasco. Beliau mengawal persoalan empat pulau ini sejak awal. Kalau tidak, bisa jadi polemik ini masih berlangsung hari ini,” ujar Sugiat.

Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil pun, menyambut baik keputusan Presiden Prabowo Subianto dan menilai keputusan ini telah sesuai dengan aspirasi rakyat Aceh serta berdasarkan data dan fakta di lapangan.

Baca Juga:  INFOGRAFIS: Beda Visa Haji Reguler, Khusus dan Furoda

“Keputusan ini sesuai dengan aspirasi rakyat Aceh. Keputusan ini sangat tepat, bijak, berdasarkan dokumen, dan fakta di lapangan,” kata Nasir, Selasa (17/6/2025).

Nasir menyampaikan apresiasi kepada Presiden Prabowo yang menurutnya telah mengambil sikap tegas untuk kepentingan rakyat Aceh. Ia berharap langkah ini menjadi akhir dari polemik antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat soal klaim wilayah atas empat pulau tersebut.

“Atas nama rakyat Aceh, kami menyampaikan terima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto yang sangat tegas dan ‘pasang badan’ untuk rakyat Aceh,” ucap Nasir.

Kini, masyarakat Aceh kembali tenang. Tapi banyak pihak berharap keputusan Presiden segera dituangkan dalam bentuk Keputusan Presiden yang mengikat, sekaligus menganulir Keputusan Mendagri sebelumnya. Pakar otonomi daerah, Djohermansyah Djohan, menilai langkah Prabowo patut diapresiasi, tapi ia juga mengingatkan bahwa landasan hukum yang kokoh tetap diperlukan agar sengketa tidak kembali terulang di masa depan.

Akhirnya, polemik empat pulau memberi kita satu pelajaran penting: bahwa politik tidak selalu harus ribut. Bahwa kekuasaan tidak harus ditampilkan dengan gegap gempita. Kadang, keputusan besar lahir dari kerja senyap yang konsisten, diplomasi yang sabar, dan kepemimpinan yang mendengar.

Prabowo menunjukkan kelasnya sebagai presiden yang tak ragu bertindak. Tapi kita juga tak boleh lupa: di balik sorotan kamera, ada Sufmi Dasco Ahmad, seorang politisi yang justru memainkan peran terpenting ketika layar tertutup dan mikrofon dimatikan.

Back to top button