News

Keracunan MBG di Bogor Jadi KLB, Orang Tua Korban Berhak Polisikan Kepala BGN


Kasus keracunan massal hingga penetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat konsumsi menu makan bergizi gratis (MBG) di Kota Bogor terus mendapat sorotan tajam.

Pasalnya, ini bukan kali pertama insiden serupa terjadi. Sebelumnya, KLB keracunan massal juga tercatat di Cianjur, menunjukkan adanya pola masalah serius dalam pelaksanaan program MBG.

Dengan jumlah korban yang mencapai ratusan siswa dari berbagai sekolah, sejumlah pihak mulai mempertanyakan pertanggungjawaban hukum dari pelaksana program, termasuk Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, yang merupakan komandan dalam program ini.

Pengamat hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai kasus ini sudah tergolong sangat serius dan perlu ditindak secara hukum. Ia juga menyarankan, untuk sementara MBG dihentikan terlebih dahulu dan diganti dengan program yang lebih praktis.

“Kalau sudah masuk kategori KLB, itu artinya situasi sudah gawat. Program MBG-nya sebaiknya dihentikan saja. Uangnya dibagikan langsung ke masyarakat, itu lebih efektif ketimbang menimbulkan masalah yang lebih besar dan merugikan rakyat,” kata Fickar saat dihubungi Inilah.com, Jakarta, Senin (12/5/2025).

Baca Juga:  DPR Siap Jadi Tuan Rumah Konferensi ke-19 Uni Parlemen OKI

Lebih lanjut, Fickar menegaskan jika hasil penyelidikan membuktikan adanya kematian yang disebabkan oleh makanan MBG, maka para penanggung jawab bisa dipidana. Tak terkecuali, Kepala BGN Dadan Hindayana.

“Ya, jika terbukti kematian disebabkan oleh jatah makanan MBG, maka penanggung jawab MBG bisa dipidana. Selain koordinator MBG pusat, pelaksana MBG di Cianjur juga harus bertanggung jawab, karena kelalaiannya telah mengakibatkan kematian orang atau mengganggu kesehatan orang lain,” ujarnya.

Tentu saja, masyarakat, termasuk orang tua korban, memiliki hak hukum untuk melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian, termasuk melaporkan Kepala BGN, Dadan sebagai pihak yang paling bertanggung jawab secara struktural.

Sebelumnya, jumlah siswa yang keracunan MBG di Bogor terus bertambah, kini berjumlah 214 siswa. Situasi ini membuat Pemkot Bogor menetapkannya sebagai kejadian luar biasa (KLB).

“Atas kejadian ini Pemkot Bogor telah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB),” kata Wali Kota Bogor Dedie Rachim dalam keterangannya, dikutip di Jakarta, Senin (12/5/2025).

Baca Juga:  Bentrok Antar Perguruan Silat Bikin Jalan Magetan-Madiun Lumpuh Total

Pemkot Bogor telah berkoordinasi dengan BGN untuk mengevaluasi program MBG, termasuk penanganan kasus tersebut.

Menurut Dedie, pemkot telah memberikan pengobatan terhadap korban keracunan, melakukan upaya pencegahan, hingga penyelidikan epidemiologi (PE).

“Kami pastikan mereka yang terkena dampak ini biaya medisnya ditanggung Pemkot Bogor,” kata Dedie Rachim.

Dia juga menjelaskan, pihaknya masih menelusuri asal-muasalnya apakah bersumber dari SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) atau dari sumber lain. Selain itu, telah juga dipetakan sekolah mana saja yang mengalami keracunan, terpetakan ada 13 sekolah yang mengalami peristiwa memilukan ini.

“Kami akan diskusikan dengan BGN, kami ingin anak-anak tetap senang dan tetap bahagia menerima langsung MBG ini tanpa ada ketakutan, tanpa ada ragu-ragu lagi,” kata Dedie.

Sebelum peristiwa di Bogor, setidaknya ada 742 siswa dari Tasikmalaya, Cianjur, Bandung, hingga Karanganyar mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi menu MBG, dengan gejala mulai dari diare, muntah, hingga demam. Kemudian, sebanyak 121 siswa di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatra Selatan (Sumsel) juga mengalami keracunan massal.

Baca Juga:  Komisi III DPR Sebut Aksi Begis Dedi Mulyadi ke Preman Sesuai Arahan Presiden Prabowo

Dengan sederet persoalan ini, Kepala BGN Dadan Hindayana masih bisa tersenyum lebar. Apalagi, usai mendapat pembelaan Prabowo yang menganggap program MBG berhasil. Wajah girang tak bisa disembunyikan Dadan. Dia juga tak menerima disebut lapor yang baik-baik saja, seraya menyakinkan 99,99 persen MBG berhasil adalah realita.

“Bapak Presiden menyampaikan angka (99,99 persen) itu, nah angkanya mencerminkan itu. Bukan kita yang mengklaim, tapi angka,” ucap Dadan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (6/5/2025).

“Sekarang penerima manfaat kan 3,5 juta, angka kejadian Anda bisa hitung sendiri. Tinggal bagi angka kejadian dengan 3,5 juta. Coba saja bagi sendiri ya. Sekarang dalam otak Anda ada berapa? Coba. Berapa? Bagi dengan 3,5 juta, berapa hasilnya?” ucap dia lagi dengan bangga.
 

Back to top button