Kembalinya Donald Trump ke Takhta Gedung Putih

Tahun ini menjadi spesial bagi Donald Trump. Pemilihan Presiden (Pilpres) AS 2024 mengantarkannya kembali ke Gedung Putih, menandai babak baru sekaligus keberlanjutan dari strategi besar Amerika di panggung domestik dan internasional.
Dengan perolehan 295 suara elektoral melawan 226 suara pesaingnya, Kamala Harris, kemenangan Donald Trump menjadi simbol kebangkitan nilai-nilai konservatif dengan nuansa isolasionis yang lebih kuat dari sebelumnya.
Dukungan mayoritas di Kongres yang diraih Partai Republik semakin membuka jalan bagi agenda kebijakan yang utuh dan pergeseran besar dalam lanskap politik AS.
Tema ekonomi nasionalisme, polarisasi budaya, dan tren baru perilaku pemilih menjadi benang merah dari pemilu ini, yang tak hanya akan membentuk masa depan Amerika, tetapi juga memengaruhi dinamika global.
Sebagaimana diketahui, Trump sempat menjabat sebagai Presiden AS pada tahun 2016. Kemudian Trump dikalahkan oleh Joe Biden dalam persaingan Pemilu Presiden AS 2020.
Empat tahun berlalu, Trump kembali menyatakan diri maju dalam Pilpres AS 2024. Trump kembali berhadapan dengan Joe Biden yang merupakan rivalnya dalam pilpres sebelumnya.
Namun, di pertengahan jalan, Biden mengundurkan diri karena berpenampilan buruk dalam debat perdana dan dinilai tak lagi layak untuk menjadi Presiden AS.
Biden kemudian digantikan oleh wakilnya Kamala Harris, namun sayang Harris belum mampu mengalahkan Trump dalam Pilpres yang dihelat pada 4 November 2024.
Berikut perjalanan Donald Trump merebut kembali takhta Gedung Putih:
Resmi Maju Jadi Capres dari Partai Republik Juli 2024
Pada pertengahan 2024, Donald Trump telah memperoleh suara yang cukup di Konvensi Nasional Partai Republik (RNC) untuk maju dalam Pilpres AS 2024. Oleh karena itu, Trump secara resmi menjadi kandidat Calon Presiden AS dari Partai Republik.
Dalam pertemuan di Milwaukee, mantan presiden itu dikukuhkan sebagai kandidat Partai Republik. Pria berusia 78 tahun itu juga menunjuk senator Ohio JD Vance sebagai calon wakil presidennya, untuk melawan pasangan petahana.

Unggul Telak di Debat Perdana Pilpres AS melawan Joe Biden
Tim kampanye Trump menyatakan kemenangan dalam debat pertama melawan petahana Joe Biden yang mana hal tersebut kontras dengan penampilan kedua kandidat di panggung debat.
Pernyataan tersebut juga menuturkan bahwa Trump menyoroti rencana untuk mengurangi inflasi dan mengamankan perbatasan AS dari imigrasi ilegal.
Sebaliknya, Biden berbohong dan tidak bisa mengartikulasikan satu rencana pun untuk menurunkan harga atau membuat warga Amerika lebih aman.
Berhadapan dengan Kamala Harris usai Biden Mundur
Joe Biden mengundurkan diri sebagai Calon Presiden dari Partai Demokrat, pada Minggu, 21 Juli 2024 Mundurnya Biden dari kontestasi Pilpres 2024, membuat persaingan menuju Gedung Putih pada tahun ini menjadi kacau dan secara efektif menutup karir politiknya.
Pria berumur 81 tahun itu kemudian dengan cepat mendukung Wakil Presiden Kamala Harris sebagai sosok penggantinya untuk menghadapi Trump.

Insiden Penembakan saat Berkampanye di Pennsylvania
Trump dievakuasi dari panggung saat kampanye di Butler, Pennsylvania, AS, Sabtu, 13 Juli 2024 setelah terdengar suara tembakan di antara kerumunan massa.
Dia terlihat mengulurkan tangan kanannya ke leher dan telinganya. Tampak ada darah mengucur di wajahnya.
Dengan cepat Trump merunduk di belakang anak tangga ketika agen dari pasukan pelindung bergegas ke panggung dan teriakan terdengar di antara kerumunan massa yang berjumlah ribuan orang. Suara tembakan terus berlanjut saat para agen merawatnya di atas panggung.
Juru bicara Trump, Steven Cheung mengatakan sang Calon Presiden itu ‘baik-baik saja’.
Terduga pelaku penembakan dan seorang pengunjung kampanye tewas, sedangan satu orang dalam kondisi kritis. Washington Post mengutip pernyataan dari jaksa Butler County.

Jadi Target Penembakan saat Main Golf di Florida
Trump diduga kembali menjadi target pembunuhan setelah suara tembakan terdengar di Trump International Golf Club di West Palm Beach, Florida, pada Minggu, 15 September 2024, sekitar pukul 14.00 waktu setempat.
Biro Investigasi Federal (FBI) menyatakan sedang menyelidiki insiden tersebut sebagai kemungkinan upaya pembunuhan terhadap Trump.
Menang Pilpres AS usai Unggul Suara Elektoral atas Harris
Dalam penghitungan suara setelah Pilpres, Donald Trump berhasil melampaui ambang batas 270 suara elektoral untuk mendapat kursi presiden.
Kunci kemenangan Trump ditentukan lewat kemenangan di Wisconsin dan Pennsylvania. Jumlah suara electoral Trump 277. Pesaingnya Kamala Harris mendapat 266. Trump berhasil menang di empat swing state atau negara bagian kunci.

Sampaikan Pidato Kemenangan di Florida
Trump menyampaikan pidato di hadapan sekelompok pendukungnya di West Palm Beach, Florida, pada Rabu, 6 November 2024.
Dalam pidatonya, Trump berjanji akan membantu AS untuk kembali pulih. “Setiap hari saya akan berjuang untuk kalian dan saya akan mengantar masuk zaman keemasan Amerika,” katanya.
Perubahan Arah Kebijakan Domestik
Kampanye Trump kembali sukses dengan semboyan ‘America First’, mampu menyentuh hati para pemilih yang merasa ditinggalkan oleh proses globalisasi –terutama mereka yang bekerja di sektor energi dan manufaktur.
Nasionalisme ekonomi kembali menjadi andalan Trump, yang menampilkan dirinya sebagai benteng melawan persaingan asing, khususnya China.
Perpecahan antara masyarakat perkotaan dan pedesaan semakin tajam, dengan para pemilih suburban kembali beralih mendukung Trump, yang menandai kebangkitan konservatisme. Hasil ini mengkristalkan lanskap politik yang diwarnai perbedaan ideologis mendalam, di mana rakyat AS harus menghadapi ketidakpastian ekonomi, perubahan budaya, dan dinamika geopolitik yang terus berkembang.
Hasil pemilu ini membuka jalan bagi kebijakan-kebijakan konservatif Trump yang telah lama dinantikan pendukungnya.
Di bidang kesehatan, kemungkinan akan melihat upaya untuk membongkar kembali Affordable Care Act dan menggantinya dengan model alternatif berbasis pasar.
Dalam ekonomi, pemotongan pajak bagi korporasi dan individu kaya tampaknya akan kembali menjadi fokus, diiringi dorongan untuk memperkuat industri tradisional seperti bahan bakar fosil, sekaligus mengesampingkan investasi dalam energi terbarukan.

Isu-isu keadilan sosial seperti hak LGBTQ+, hak perempuan, dan kesetaraan ras juga kemungkinan besar akan mengalami kemunduran, seiring dengan kebijakan yang lebih berpihak pada nilai-nilai konservatif.
Pendekatan kebijakan domestik yang dipenuhi oleh proteksionisme ekonomi menandakan usaha Trump untuk melindungi industri AS dari ancaman eksternal. Namun, konsekuensinya bisa cukup luas –memperdalam perpecahan sosial, memperburuk ketimpangan ekonomi, dan memperkuat narasi nasionalis yang mengedepankan kepentingan industri tradisional.
Selain itu, proteksionisme ini juga berpotensi menghambat inovasi di sektor-sektor baru, seperti energi terbarukan, yang dapat memperlambat transisi AS menuju ekonomi yang lebih berbasis teknologi dan keberlanjutan.
Kebijakan ini juga bisa membentuk ulang struktur sosial-ekonomi AS dengan meneguhkan ideal-ideal tradisional yang lebih eksklusif, berisiko mengabaikan kebutuhan kelompok masyarakat yang lebih rentan.
Perubahan Kebijakan Luar Negeri
Kembalinya Trump di masa jabatan kedua ini diperkirakan akan semakin menguatkan pergeseran kebijakan luar negeri AS dari keterlibatan multilateral menjadi diplomasi yang lebih transaksional dan berbasis kepentingan.
Hubungan dengan China, seperti yang diperkirakan, akan semakin memanas, dengan janji Trump untuk melanjutkan, bahkan mengintensifkan perang dagang.
Tarif dan upaya memisahkan ekonomi AS dari manufaktur China akan menambah ketegangan, yang tentu berdampak luas, termasuk ke Asia dan Eropa.
Di Timur Tengah, AS di bawah kepemimpinan Trump tampaknya akan mempererat hubungan dengan Arab Saudi dan Israel, dengan penekanan yang lebih sedikit pada isu hak asasi manusia dan lebih kepada kemitraan strategis untuk menghadapi Iran.
Pendekatan Trump terhadap NATO juga kemungkinan besar akan menghidupkan kembali perselisihan lama terkait pembagian beban dan mempertanyakan komitmen AS terhadap pertahanan Eropa.
Sikap ini akan mendorong negara-negara Eropa untuk mempertimbangkan kembali ketergantungan keamanan mereka dan mungkin mengeksplorasi otonomi yang lebih besar dalam bidang pertahanan.

Sementara itu, pendekatan yang cenderung lebih lunak terhadap Rusia dapat menambah kerumitan, terutama bagi Eropa yang berusaha mempertahankan sikap tegas terhadap Moskow, terutama mengingat ketegangan yang masih berlangsung terkait Ukraina.
Dari perspektif ekonomi, pendekatan proteksionis Trump diperkirakan akan menciptakan dampak yang meluas secara global.
Kebangkitan tarif perdagangan, terutama pada barang-barang asal China, dapat memperburuk gangguan rantai pasokan global, dengan negara-negara yang harus beradaptasi terhadap dinamika perdagangan yang berubah.
Ini bisa menambah tekanan ekonomi pada negara-negara berkembang, terutama yang terintegrasi dalam Belt and Road Initiative China, karena AS semakin berusaha menjauh dari pengaruh China.
Menavigasi Masa Depan yang Penuh Ketidakpastian
Pilpres AS 2024 bukan hanya menandakan kembalinya masa lalu, tetapi juga intensifikasi dari kekuatan-kekuatan yang telah membentuk politik AS dalam beberapa tahun terakhir –nasionalisme ekonomi, konservatisme budaya, dan pergeseran dari multilateralisme.
Bagi pengamat global, kebangkitan Trump menuntut penyesuaian ulang ekspektasi terhadap kepemimpinan AS. Pendekatannya akan mendefinisikan ulang aliansi, menantang norma-norma internasional, dan menekan lembaga-lembaga yang bergantung pada dukungan AS, serta bisa mendorong pemain global lainnya, terutama Uni Eropa dan China, untuk mengisi kekosongan tersebut.
Dalam beberapa tahun ke depan, kebijakan luar negeri AS akan menjadi lebih tidak dapat diprediksi dan lebih berorientasi pada kepentingan transaksional daripada kerja sama.
Pergeseran ini akan memaksa sekutu dan lawan untuk memikirkan ulang strategi mereka –apakah itu memperkuat kapasitas pertahanan regional, mencari kemitraan perdagangan baru, atau menyesuaikan kembali pendekatan diplomatik.