News

Kembali Mangkir, KPK Jadwalkan Ulang Pemanggilan 2 Kader NasDem


Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap dua anggota DPR RI dari Fraksi NasDem, Fauzi Amro (FA) dan Charles Meikyansah (CM).

Kedua saksi ini sebelumnya mangkir dari dua kali pemanggilan pemeriksaan dalam kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI).

“Penyidik akan melakukan penjadwalan ulang kepada saksi tersebut,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (2/5/2025).

Meski demikian, Tessa belum memperoleh informasi terkait waktu pasti pemanggilan ulang tersebut.

“Kapannya belum disampaikan,” ujar Tessa.

Fauzi dan Charles tidak hadir dalam panggilan penyidik pada Kamis (13/3/2025) dan Rabu (30/4/2025) dengan alasan sedang menjalani kunjungan kerja yang telah dijadwalkan sebelumnya.

“Dengan alasan bentrok dengan jadwal kegiatan kunjungan kerja yang sudah terjadwal sebelumnya. Dan meminta penjadwalan ulang,” lanjut Tessa.

Sementara itu, penyidik KPK telah memeriksa dua anggota DPR lain yang diduga menerima aliran dana CSR BI, yakni Satori dari Fraksi NasDem dan Heri Gunawan (Hergun) dari Fraksi Gerindra, pada Jumat (27/12/2024).

Baca Juga:  Menteri PPPA Ungkap Kondisi Anak Disiksa Ortu di Jaksel, Berat Badan Cuma 11 Kg

Dalam pemeriksaan, Satori mengungkap bahwa seluruh anggota Komisi XI DPR RI periode 2019–2024 menerima dana CSR BI.

“Berkaitan dengan kegiatan program CSR BI anggota Komisi XI. Programnya? Programnya kegiatan untuk sosialisasi di dapil,” kata Satori kepada wartawan usai diperiksa.

Ia menambahkan bahwa dana tersebut disalurkan melalui sejumlah yayasan, meski tidak merinci identitas penerimanya.

“Yayasan yang ada untuk penerimanya itu,” ujarnya.

Setelah pemeriksaan, penyidik KPK menggeledah rumah Satori di Cirebon, Jawa Barat, serta sejumlah lokasi lain yang tidak dirinci.

Pada Selasa (18/2/2025), Satori kembali diperiksa, namun kali ini enggan membuka identitas anggota DPR lain yang diduga turut menerima aliran dana. Ia juga telah diperiksa sebelumnya pada Senin (21/4/2025).

KPK sebelumnya mengungkap adanya dugaan suap terkait penyaluran dana CSR dari Bank Indonesia yang mengalir ke sejumlah anggota Komisi XI DPR RI periode 2019–2024, termasuk Satori dan Heri Gunawan.

Baca Juga:  Mengenal Mendiang Suami Najwa Shihab 20 Tahun, Anies Ungkap Ibrahim Orang yang Menyenangkan

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa dana CSR BI awalnya disalurkan ke yayasan-yayasan yang terafiliasi dengan oknum anggota DPR, termasuk kerabat dan keluarga dari Satori maupun Hergun. Dana itu tidak langsung masuk ke rekening pribadi.

“Jadi begini, BI memiliki CSR. Tapi, CSR itu tidak langsung kepada orang, kepada person. CSR itu harus melalui yayasan. Harus melalui yayasan,” ujar Asep kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/2/2025).

Karena dana tersebut diberikan kepada Komisi XI, lanjut Asep, Satori dan Hergun mendirikan yayasan sebagai perantara.

“Jadi setiap orang, karena ini juga memang diberikan kepada Komisi XI, di mana Saudara S ini ada di situ, ini masih termasuk juga Saudara HG ya, itu yayasannya, jadi membuat yayasan. Kemudian melalui yayasan tersebutlah uang-uang tersebut dialirkan,” jelasnya.

Setelah dana masuk ke yayasan milik orang terdekat mereka, uang kemudian ditransfer kembali ke rekening pribadi menggunakan modus nominee.

Baca Juga:  Rusia Tawarkan Elon Musk Suaka Politik Usai Berseteru dengan Trump

“Yang kami temukan, yang penyidik temukan selama ini adalah, ketika uang tersebut masuk ke yayasan, ke rekening yayasan, kemudian uang tersebut ditransfer balik ke rekening pribadinya, ada yang masuk ke rekening saudaranya, ada ke rekening orang yang memang nomineenya mewakili dia,” ucap Asep.

Dana itu kemudian dipakai untuk keperluan pribadi, termasuk pembelian aset properti.

“Setelah itu, dia tarik tunai, diberikan kepada orang tersebut, dan dibelikan properti, kepada yang lain-lain, menjadi milik pribadi, tidak digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial,” tutur Asep.

Untuk menyamarkan aliran dana, pihak yayasan membuat laporan fiktif seolah-olah dana CSR digunakan sepenuhnya untuk kegiatan sosial sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada BI.

“Tidak keseluruhannya tapi, tetap ada kegiatan sosialnya, ada, tapi itu hanya digunakan untuk kamuflase untuk laporan. Jadi dari 10 misalkan, 10 bikin rumah dikerjakan misalkan 3. Nah itu digunakan untuk laporan. Jadi tetap karena BI juga menerima meminta laporan,” pungkas Asep.

Back to top button