Pengamat hukum dari Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf, mengingatkan penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung harus menolak permohonan eks Staf Khusus Mendikbudristek, Jurist Tan, yang meminta agar diperiksa secara daring (online) atau diperiksa di kediamannya di luar negeri, yang kabarnya berada di Australia.
Menurut Hudi, pemeriksaan secara langsung jauh lebih efektif ketimbang daring, karena komunikasi dalam pemeriksaan daring kerap terkendala. Ia menegaskan bahwa Jurist seharusnya hadir langsung di Gedung Bundar, Kejagung, Jakarta Selatan, untuk menjalani pemeriksaan.
“Pemeriksaan terbaik adalah tatap muka, bukan dengan cara daring, karena cara daring banyak kelemahannya,” kata Hudi saat dihubungi Inilah.com, Jakarta, Minggu (22/6/2025).
Ia juga mengingatkan bahwa jika penyidik harus melakukan pemeriksaan di luar negeri, termasuk ke Australia, maka hal itu akan menimbulkan beban anggaran negara. Selain itu, Hudi menilai belum ada dasar hukum yang jelas untuk melaksanakan pemeriksaan di luar yurisdiksi nasional.
“Jika diperiksa di luar negeri, ini belum ada aturannya dan biaya negara menjadi berat untuk anggaran ke sana,” ujarnya.
Hudi menambahkan, sebaiknya penyidik mendorong Jurist Tan segera pulang ke Indonesia. Namun, jika penyidik menilai Jurist sengaja tidak kembali demi menghambat proses hukum dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook, maka Kejagung harus menempuh langkah tegas.
“Namun kalau ada unsur kesengajaan menghambat proses hukum, seyogianya penyidik mengambil langkah khusus seperti penjemputan paksa dan lain-lainnya,” ucapnya.
Diketahui, Jurist Tan melalui kuasa hukumnya telah mengajukan permohonan kepada penyidik Jampidsus agar pemeriksaan dilakukan secara daring atau di tempat keberadaannya di luar negeri. Permohonan ini masih dipertimbangkan penyidik.
“Dalam surat itu juga, yang bersangkutan melalui kuasanya menginginkan sekiranya penyidik mempertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan secara online dan atau penyidik yang memeriksa di tempat yang bersangkutan,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (17/6/2025).
Harli menyampaikan bahwa Jurist tidak dapat hadir karena saat ini berada di luar negeri. Untuk itu, penyidik mempertimbangkan kemungkinan pemeriksaan secara daring, sambil memperhatikan perbedaan yurisdiksi antarnegara.
“Karena sepertinya kan yang bersangkutan, kalau tidak salah, tidak berada di Indonesia. Sehingga, itu yang membutuhkan pertimbangan karena perbedaan yurisdiksi,” kata Harli.
Terkait kabar keberadaan Jurist di Australia, Harli menyebut pihaknya masih akan memverifikasi lebih lanjut. “Nanti akan kita cek ulang lah seperti apa,” ucapnya.
Harli menegaskan, penyidik pada prinsipnya tetap berharap Jurist Tan bersikap kooperatif dan hadir langsung dalam pemeriksaan. “Penyidik sesungguhnya mengharapkan bahwa yang bersangkutan ini hadir secara fisik langsung,” ujarnya.
Jurist Tan telah tiga kali mangkir dari panggilan pemeriksaan penyidik Jampidsus Kejagung. Ia tidak hadir pada pemeriksaan yang dijadwalkan Selasa (3/6/2025), Rabu (11/6/2025), dan Selasa (17/6/2025). Bahkan, ia juga tidak menepati janjinya untuk hadir pada 17 Juni seperti yang sebelumnya disampaikan melalui surat kuasa hukumnya.
“Padahal kita sudah mengagendakan sesuai dengan surat yang telah dilayangkan oleh kuasanya beberapa waktu yang lalu untuk diperiksa hari ini, dijadwal hari ini,” lanjut Harli.
Sementara itu, dua mantan staf khusus Mendikbudristek lainnya, Fiona Handayani dan Ibrahim Arief, telah memenuhi panggilan penyidik. Fiona hadir pada Selasa (10/6/2025) dan Jumat (13/6/2025), sementara Ibrahim diperiksa pada Kamis (12/6/2025).
Menurut Harli, pemeriksaan terhadap ketiganya dilakukan untuk mendalami peran mereka dalam tim teknologi penyusun kajian teknis program digitalisasi pendidikan. Kajian itu diduga diarahkan untuk memprioritaskan pengadaan laptop Chromebook, yang dinilai tidak efektif karena seharusnya menggunakan sistem operasi Windows.
“Dalam kaitan ini, penyidik terus menggali bagaimana peran yang bersangkutan terkait dalam tim teknologi. Itu yang menjadi pertanyaan bagi penyidik—bagaimana dalam kapasitas sebagai stafsus tetapi juga berkiprah memberikan masukan-masukan terkait dengan pengadaan Chromebook ini ya,” terang Harli.
Sebelumnya, penyidik juga telah menggeledah kediaman para mantan stafsus Mendikbudristek, termasuk apartemen milik Fiona Handayani dan Jurist Tan pada Rabu (21/5/2025). Dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita 24 barang bukti, terdiri atas sembilan perangkat elektronik dan 15 dokumen, termasuk laptop, ponsel, dan buku agenda.
Rumah Ibrahim Arief di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, turut digeledah pada Jumat (23/5/2025). Dari lokasi tersebut, penyidik menyita sejumlah barang bukti elektronik, seperti laptop dan ponsel. Ketiga staf khusus tersebut—Fiona, Jurist, dan Ibrahim—telah dicegah bepergian ke luar negeri sejak 4 Juni 2025.