News

Kejagung Fokus Tuntaskan Kasus Tom Lembong, Enggartiasto Berpotensi Menyusul


Kejaksaan Agung (Kejagung) masih memprioritaskan penanganan kasus dugaan korupsi izin impor gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong. Saat ini, Tom tengah menjalani persidangan sebagai terdakwa dalam perkara tersebut.

Meski demikian, Kejagung membuka peluang untuk mengembangkan perkara dengan menjerat Menteri Perdagangan 2016–2019, Enggartiasto Lukita, sebagai tersangka. Dalam surat dakwaan, Enggartiasto disebut turut memberikan izin impor gula yang menyebabkan kerugian negara dan menguntungkan sejumlah perusahaan seperti halnya Tom Lembong.

“Tahap yang di awal memang kita ambil dari tahun yang diawal, nanti pada akhirnya kita akan ke tahap-tahap yang selanjutnya,” ujar Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Sutikno, Jakarta, Rabu (2/7/2025).

“Ini proses penanganan perkara gula masih berjalan, kita ikuti tahapannya,” lanjutnya.

Sebelumnya, sembilan petinggi perusahaan gula swasta telah didakwa melakukan korupsi importasi gula kristal mentah (GKM) yang merugikan negara hingga Rp578 miliar. Perbuatan itu terjadi di era dua Menteri Perdagangan, yakni Thomas Trikasih Lembong dan Enggartiasto Lukita.

Para terdakwa tersebut antara lain berasal dari PT Angels Product (AP), PT Permata Dunia Sukses Makmur (PDSM), PT Duta Segar Internasional (DSI), PT Berkah Manis Makmur (BMM), PT Makassar Tene (MT), PT Kebun Tebu Mas (KTM), PT Andalan Furnindo (AF), PT Sentra Usahatama Jaya (SUJ), dan PT Medan Sugar Industry (MSI).

Baca Juga:  Ditanya Surat Usulan Pemakzulan Gibran, Muzani: Saya Belum Masuk Kantor

“Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp150,8 miliar, yang merupakan bagian dari total kerugian keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar,” kata jaksa Kejagung saat membacakan dakwaan terhadap terdakwa Tony Wijaya dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (19/6/2025).

Nilai kerugian tersebut berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan Nomor: PE.03/R/S-51/D5/01/2025 tertanggal 20 Januari 2025. Menurut jaksa, perbuatan para terdakwa dilakukan bersama-sama dengan Mendag periode Agustus 2015–Juli 2016, Thomas Trikasih Lembong; mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI), Charles Sitorus; dan Mendag periode Juli 2016–Oktober 2019, Enggartiasto Lukita.

Perkara bermula saat para pengusaha mengajukan persetujuan impor (PI) GKM kepada Mendag Tom dan Enggartiasto dalam rentang 2015–2016. Pengajuan dilakukan tanpa melalui rapat koordinasi antar kementerian dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Persetujuan impor itu diberikan dalam rangka penugasan pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula kepada PT PPI, Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), dan Induk Koperasi Kepolisian Negara RI (Inkoppol).

“Mengajukan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) kepada Thomas Trikasih Lembong dan Enggartiasto Lukita selaku Menteri Perdagangan RI, tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian,” kata jaksa.

Baca Juga:  12 WNI Alami Kecelakaan saat Naik Balon Udara di Turki, Ini Kondisi Terakhirnya

Perusahaan-perusahaan tersebut tidak berhak mengolah GKM menjadi gula kristal putih (GKP) karena statusnya sebagai produsen gula rafinasi. Selain itu, pengajuan impor dilakukan saat musim giling tebu dan produksi dalam negeri mencukupi.

Jaksa menyebut Tony Wijaya menyalurkan gula rafinasi untuk operasi pasar bekerja sama dengan Inkopkar pada 2015, padahal gula rafinasi seharusnya hanya diperjualbelikan untuk kebutuhan industri dan dilarang dijual di pasar umum. Selanjutnya, para terdakwa menjalin kerja sama dengan PT PPI dalam rangka penugasan dari Kemendag, termasuk pengaturan harga jual gula dari produsen ke PPI, serta dari PPI ke distributor, yang ditetapkan di atas Harga Patokan Petani (HPP).

“Dalam rangka penugasan pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula, melakukan impor hanya membayarkan bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) senilai impor GKM. Seharusnya bea masuk dan PDRI yang dibayarkan adalah senilai impor gula kristal putih (GKP) untuk penugasan stabiliasasi harga/operasi pasar,” ujar jaksa.

Pada periode Agustus 2015 hingga Juli 2016, para terdakwa bersama Ramakrishna Prasad Venkatesha Murthy dari PT Dharmapala Usaha Sukses mengajukan PI GKM kepada Tom Lembong, tanpa rapat koordinasi dan rekomendasi kementerian teknis. Tom disebut menerbitkan 21 persetujuan impor kepada sejumlah perusahaan swasta dalam rangka penugasan pembentukan stok dan stabilisasi harga gula.

Baca Juga:  Saksi Ungkap Grup Telegram Bernama Hulk untuk Input Situs Judol yang Bakal Diamankan

Setelah itu, pada periode Agustus hingga Desember 2016, para terdakwa kembali mengajukan PI kepada Kemendag yang saat itu dipimpin Enggartiasto Lukita. “Kemudian Enggartiasto Lukita tanpa melalui pembahasan rapat koordinasi antar Kementerian dan tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian, menerbitkan tujuh PI GKM dalam rangka penugasan pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula,” beber jaksa.

Ketujuh persetujuan impor tersebut diberikan kepada enam perusahaan gula swasta dengan total volume 111.625 ton. Impor dilakukan pada Oktober 2016 dalam jumlah besar kepada perusahaan-perusahaan yang sama dengan skema kerja sama operasi pasar bersama Inkopkar, Inkoppol, dan PT PPI.

Akibat praktik tersebut, para terdakwa disebut memperkaya diri sendiri dan korporasi masing-masing. Keuntungan yang diperoleh dari kerja sama dengan koperasi dan PT PPI mencapai puluhan hingga ratusan miliar rupiah, seperti yang dinikmati oleh Tony Wijaya, Then Suryanto Eka Prasetyo, Hansen Setiawan, Indra Suryaningrat, Eka Sapanca, Wisnu Hendraningrat, Hendrogiarto A. Tiwow, Hans Falita Hutama, dan Ali Sandjaja Boedidarmo.

Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Back to top button