Market

Keberanian Kementerian ESDM Diuji, DPR Desak Semua Izin Nikel di Raja Ampat Dievaluasi


Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty meminta Menteri ESDM Bahlil Lahadalia untuk mengevaluasi penerbitan seluruh izin konsesi pertambangan di Raja Ampat, Papua Barat Daya, dan berharap tidak ada tebang pilih.

“Kami mendapat banyak pertanyaan dari masyarakat kenapa Menteri ESDM hanya menindak PT Gag Nikel sedangkan yang lain tidak. Padahal Kementerian Lingkungan Hidup telah menyebut ada empat perusahaan nikel di sana yang melakukan pelanggaran. Raja Ampat ini adalah masa depan pariwisata, konservasi geologi, budaya dan kelestarian laut kita. Jadi, saya minta jangan korbankan Indonesia dan Raja Ampat hanya demi segelintir perusahaan nikel ini,” kata Evita Nursanty dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (9/6/2025).

Menurutnya, dibutuhkan ketegasan terhadap keberadaan tambang nikel di pulau-pulau kecil di Raja Ampat. Jika kehadiran tambang tersebut merusak ekosistem di Raja Ampat, maka harus ditutup tanpa pandang bulu.

Baca Juga:  Libur Panjang Idul Adha, Tingkat Okupansi Kereta Api Tembus 130 Persen

Salah satu contohnya adalah tambang nikel di Pulau Kawe, Pulau Manuran, Pulau Batangpele yang berada di kawasan Geopark Raja Ampat, dan masuk juga di Kawasan Pengembangan Pariwisata Waigeo dan sekitarnya dalam Rencana Induk Destinasi Pariwisata Nasional Raja Ampat Tahun 2024-2044, atau pada pusat aktivitas wisata di Raja Ampat.

“Pulau-pulau ini, termasuk Pulau Gag merupakan pulau kecil yang harusnya tidak boleh ditambang berdasarkan UU No 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Aktivitas pertambangan nikel di pulau-pulau ini jelas melanggar undang-undang,” ujar Evita.

Geopark Raja Ampat sendiri resmi diakui sebagai UNESCO Global Geopark pada 2023. Area wilayah geopark lebih kurang 36.660 km², mencakup Waigeo, Batanta, Salawati, Misool, dan terletak di jantung Coral Triangle, dengan 75 persen spesies karang global dan lebih dari 1.600 jenis ikan tersebar di sini. Keberlanjutan pengelolaannya sangat bergantung pada penanganan ancaman seperti pertambangan.

Baca Juga:  Biaya Hotel untuk Menteri dan Wamen Termahal di Jakarta Rp9,3 Juta/Malam

Evita mengatakan dia bersama tim Komisi VII DPR RI, komisi yang membidangi antara lain pariwisata, ekonomi kreatif, dan industri, sudah rapat dengan gubernur Papua Barat Daya dan para bupati termasuk bupati Raja Ampat bersama masyarakat beberapa minggu lalu. Pertemuan itu untuk menyerap aspirasi daerah terkait pariwisata di Raja Ampat, terutama setelah penetapan Raja Ampat sebagai Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) melalui Perpres No.87 Tahun 2024 tentang Rencana Induk Destinasi Pariwisata Nasional Raja Ampat Tahun 2024-2044.

Dalam Perpres No.87 Tahun 2024, Raja Ampat merupakan destinasi pariwisata geopark kepulauan yang berkualitas, inklusif, serta berbasis konservasi dan masyarakat secara berkelanjutan serta menjadi penggerak bagi pembangunan ekonomi lokal. Itu sebabnya Evita juga berharap adanya kesamaan visi diantara kementerian/lembaga serta pemerintah daerah dalam membahas ini, termasuk dari sisi regulasinya, jangan terjadi ego-sektoral.

Baca Juga:  Raja Ampat Dirusak Tambang Nikel, JATAM Ajukan 5 Tuntutan ke Pemerintah

“Kami melihat pertambangan di sana akan selalu berlawanan dengan dengan rencana pembangunan pariwisata berkelanjutan disana. Ini harus dibongkar, kita semua jangan melakukan pembohongan publik karena kalau ini dibiarkan maka akan merugikan Raja Ampat, Papua Barat Daya, Papua dan Indonesia. Masa demi 3-4 perusahaan tambang nikel ini kepentingan yang jauh lebih besar kita korbankan?” tegasnya.

Komisi VII DPR RI juga menangkap keresahan dari daerah yang tidak dilibatkan dalam pemberian izin tambang bahkan perusahaan-perusahaan tambang ini juga tidak pernah berkomunikasi. Fenomena ini menimbulkan berbagai isu hukum, lingkungan, dan tata kelola.

Back to top button