Market

Kang Dedi Lebih Siap Hadapi Kegilaan Trump, Insentif untuk Industri Diobral


Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang akrab diapa Kang Demi Mulyadi (KDM), tengah menyusun langkah antisipatif kebijakan tarif resiprokal Presiden AS, Donald Trump yang dinilai menggilakan.

Saat ini, dia ancang-ancang mengobral insentif industri agar bisa bertahan bahkan berkembang. Mumpung Trump menunda pemberlakuan tarif resiprokal 32 persen untuk produk Indonesia yang masuk ke pasar AS.

Kang Dedi mengatakan berbagai langkah strategis yang disiapkan untuk menghadapi tekanan ekonomi global, termasuk dampak kebijakan Tarif Trump itu akan diumumkan pada pekan depan.

“Kita menyiapkan strategi, salah satunya dengan mengkonsolidasikan seluruh industri di Jawa Barat, terutama yang mengekspor produksinya ke Amerika,” ujar Dedi di Bandung, Jumat (11/4/2025).

Sejumlah insentif itu, lanjut dia, dirancang untuk meringankan beban biaya produksi industri, yang bertujuan menjaga daya saing sektor manufaktur dan mendorong stabilitas ekonomi daerah.

Baca Juga:  Pemerintah Minta Pendatang ke Jakarta Siapkan diri dan Berinovasi, Jangan Menjadi Beban

“Pemerintah harus membuka berbagai insentif untuk meringankan beban produksi. Banyak opsi yang akan kita umumkan minggu depan,” ujarnya.

Salah satu yang tengah dirancang, disebut Dedi, adalah insentif fiskal. Namun selain itu, dia juga mendorong perluasan pasar ekspor non-tradisional sebagai alternatif dari pasar AS.

Pasalnya, menurut Dedi, potensi pasar Indonesia sangat luas dan terbuka, hanya perlu penguatan diplomasi dan negosiasi dagang yang lebih agresif.

“Pasar kita ini terbuka dan luas. Negosiasinya harus dilakukan agar produk-produk kita tetap bisa bersaing,” ujarnya.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat mengungkapkan kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan Amerika Serikat (Tarif Trump) berpotensi mengganggu kinerja ekspor Jabar meski sampai saat ini belum terlihat efek dari pengenaan bea masuk baru tersebut.

Baca Juga:  Bonus Hari Raya Ojol Cair

Plt Kepala BPS Jabar, Darwis Sitorus, menyampaikan pengenaan tarif impor sebesar 32 persen oleh Amerika Serikat terhadap produk dari negara lain termasuk Indonesia, bisa berdampak pada berbagai lini termasuk ketenagakerjaan di Jabar, mengingat sejauh ini AS merupakan tujuan ekspor Jabar, bahkan neraca perdagangan dengan AS kerap surplus di mana per Maret 2025 terjadi surplus sekitar 478,67 juta dolar AS.

“Kebijakan ini jika diterapkan, dampaknya bisa sangat besar bagi Jawa Barat, mengingat produk ekspor yang berasal dari Jabar itu salah satu yang tertinggi adalah ke AS, seperti rajutan, alas kaki, dan bahan karet. Kita bisa bayangkan jutaan warga Jabar sebagian besar pada sektor industri yang terkait ekspor ke AS,” kata Darwis, Selasa (8/4).

Baca Juga:  H+1 Lebaran 2025 Sekitar 10 Ribu Pengunjung Liburan ke Taman Mini Indonesia Indah

Dia pun mengharapkan kebijakan pemerintah untuk bisa membuka pasar-pasar baru bagi industri berbasis ekspor, terutama pada negara-negara yang membutuhkan dilakukannya penyeimbangan neraca perdagangan (trade balancing).

Dia mencontohkan negara yang bisa menjadi tujuan ekspor baru atau dikembangkan adalah ke negara China dan Taiwan yang dicatat oleh pihaknya masih mengalami defisit.

Darwis mengatakan defisit perdagangan dengan China, tercatat sebesar 62,14 juta dolar AS, sementara dengan Taiwan sebesar 7,01 juta dolar AS.

Selain itu, ia juga berharap pemerintah bisa membuka pasar-pasar baru produk ekspor Indonesia, seperti ke negara-negara tetangga Indonesia di Asia Tenggara.

Back to top button