News

Menjawab Klaim Salafi, Ustaz Nuruddin: Tidak Semua yang tak Dilakukan Nabi Itu Haram


Pendakwah Ustaz Nuruddin memberikan klarifikasi tajam terhadap salah kaprah yang sering disuarakan oleh kelompok tertentu, termasuk kaum Salafi. 

Pemahaman bahwa segala sesuatu yang tidak dilakukan Nabi Muhammad SAW dianggap haram, menurutnya, merupakan kesalahan logika yang bertentangan dengan prinsip-prinsip usul fikih dan tradisi keilmuan Islam.

Salah Kaprah Logika “Tidak Dicontohkan Nabi”

Dalam video tersebut, dai lulusan departemen Akidah Filsafat, Universitas al-Azhar Kairo, Mesir menyoroti klaim bahwa amalan seperti tahlilan, maulid Nabi, atau ucapan selamat Natal dianggap haram hanya karena tidak dilakukan di zaman Nabi.

“Tidak semua yang ditinggalkan oleh Nabi itu berarti haram. Kalau Nabi tidak melakukan sesuatu, alasannya bisa beragam. Bisa karena tuntutan zamannya tidak memerlukan, atau karena alasan lain yang tidak ada hubungannya dengan hukum haram,” tegas Ustaz Nuruddin.

Ia menyebut pentingnya belajar usul fikih untuk memahami bagaimana ulama melahirkan hukum syariat. Logika sederhana “tidak ada di zaman Nabi berarti haram” dianggapnya terlalu dangkal dan tidak sesuai dengan metode keilmuan Islam.

Baca Juga:  Prabowo Terima Kunjungan Wakil PM Malaysia di Istana Sore Ini

Dalil Penolakan

Mengutip kitab-kitab ulama besar seperti Mausu’ah Al-Muhaddithin karya Syekh Abdullah bin Siddiq Al-Ghumari, Ustaz Nuruddin menegaskan bahwa:

  1. Sesuatu yang tidak dilakukan Nabi tidak otomatis menunjukkan keharaman, kecuali disertai dalil tegas.
  2. Al-Qur’an dan hadis hanya melarang sesuatu yang jelas-jelas disebut haram, bukan sekadar sesuatu yang ditinggalkan Nabi.
  3. Tradisi Islam seperti tahlilan dan maulid memiliki landasan syariat, meski praktiknya berbeda dengan zaman Nabi.

“Jika tidak ada dalil tegas yang menyebutkan larangan, maka kita tidak bisa menyimpulkan keharaman. Logika seperti itu justru bertentangan dengan prinsip syariat Islam,” jelasnya.

Relevansi dengan Zaman

Ustaz Nuruddin juga menggarisbawahi bahwa Islam sebagai agama rahmatan lil alamin selalu relevan dengan perkembangan zaman. Tradisi-tradisi seperti tahlilan dan maulid Nabi, meski tidak dilakukan di masa Rasulullah, tetap memiliki landasan syariat yang dapat diterima.

Baca Juga:  Inggris Raya Alami Kenaikan Serangan Siber

“Sahabat Nabi tidak memerlukan argumen filosofis untuk memperkokoh akidah karena keimanan mereka sudah kuat. Namun, di zaman sekarang, argumen berbasis filsafat menjadi penting untuk menjawab tantangan pemikiran modern. Tidak berarti filsafat itu terlarang hanya karena tidak ada di zaman Nabi,” tambahnya.

Kritik terhadap Kaum Salafi

Tanggapan ini sekaligus menjadi jawaban atas klaim kelompok Salafi yang sering kali menggunakan narasi “tidak ada di zaman Nabi berarti haram.” Menurut Ustaz Nuruddin, pendekatan seperti ini justru menciptakan bid’ah baru yang bertentangan dengan ajaran Islam.

“Mengklaim sesuatu haram tanpa dalil yang jelas adalah bentuk bid’ah tersendiri. Jangan gampang menyalahkan ulama atau tradisi umat Islam dengan logika dangkal seperti ini,” tegasnya.

Baca Juga:  Prabowo Singgung Peristiwa Pemberontakan PKI di Madiun: Itu Difasilitasi Belanda

Dukungan PBNU dan Muhammadiyah

Sikap Ustaz Nuruddin ini sejalan dengan pandangan PBNU dan Muhammadiyah, yang sebelumnya menyerukan pentingnya dialog ilmiah dalam menyelesaikan perbedaan pendapat.

Ketua PBNU Gus Fahrur menyebut bahwa tuduhan kepada Ustaz Nuruddin hanya menunjukkan kedangkalan berpikir kelompok tertentu. Sementara itu, Muhammadiyah melalui Ketua PP Dadang Kahmad mengajak umat Islam untuk berlomba-lomba dalam kebaikan dan saling menghormati ijtihad ulama.

Back to top button