Market

Izin Ekspor Pasir Laut Dibatalkan MA, Jokowi Harus Bayar Biaya Perkara Rp1 Juta


Sekitar September 2024, atau di ujung pemerintahan Jokowi membuka perizinan impor pasir laut. Setelah 20 tahun ditutup karena terbukti merusak lingkungan.

Banyak pulau-pulau kecil karam atau menghilang, gara-gara pasirnya dikeruk dan dijual hingga luar negeri. Salah satunya untuk reklamasi Singapura.

Kala itu, Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Tapi itu dulu, sekarang jangan coba-coba menambang pasir karena sudah ada putusan Mahkamah Agung (MA) melarang ekspor pasir laut dengan mengabulkan uji materi yang diajukan Muhammad Taufiq, seorang dosen asal Surakarta, Jawa Tengah (Jateng).

MA menyatakan, pasal 10 ayat 2, ayat 3 dan ayat 4 dari PP 26/2023 yang diteken Jokowi itu, melanggar peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Yakni, pasal 56 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, dan tidak berlaku untuk umum.

Baca Juga:  Alasan Transformasi Strategis, Petronas PHK 10 Persen Karyawan dan Setop Rekrutmen hingga Akhir 2026

“Mengadili: Memerintahkan kepada termohon untuk mencabut Pasal 10 ayat (2), Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut,” dikutip dari putusan MA tersebut, Jumat (27/5/2025).

Perkara nomor: 5 P/HUM/2025 itu diperiksa dan diadili Majelis Hakim Agung yang dipimpin Irfan Fachruddin, dengan hakim anggota Lulik Tri Cahyaningrum dan Yosran. Sedangkan Panitera Pengganti adalah Fandy Kurniawan Pattiradja. Putusannya dibacakan pada Senin (2/6/2025).

Dalam putusannya, MA memerintahkan kepada panitera untuk mengirimkan petikan putusan kepada Sekretariat Negara (Setneg) untuk dicantumkan dalam Berita Negara. MA juga menghukum Presiden selaku termohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1 juta.

Baca Juga:  CESS: Jangan Ulangi Kesalahan Kebijakan Diskon Tarif Listrik Januari-Februari, Ekonomi Tetap Kontet

Pertimbangan MA, menyatakan, pemerintah diberikan tanggung jawab dalam melindungi dan melestarikan lingkungan laut melalui upaya pencegahan, pengurangan, dan pengendalian lingkungan laut dari setiap pencemaran laut serta penanganan kerusakan lingkungan laut (vide Pasal 56 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan).

Di dalam Pasal 12 UU 12/2011 ditegaskan materi muatan Peraturan Pemerintah adalah berisi materi untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya.

Dalam penjelasan Pasal 12 disebutkan yang dimaksud dengan “menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya” adalah penetapan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan perintah Undang-undang atau untuk menjalankan Undang-undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-undang yang bersangkutan.

“Dari penjelasan tersebut, terdapat penafsiran bahwa meskipun tidak diperintahkan secara eksplisit oleh Undang-undang, Peraturan Pemerintah tetap dapat dikeluarkan oleh Pemerintah asalkan materinya tidak bertentangan dengan Undang-undang, dan asalkan hal itu memang diperlukan sesuai dengan kebutuhan yang timbul dalam praktik untuk maksud “… menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya”,” tutur MA.

Baca Juga:  Ngebetnya Grab Singapura Caplok GoTo, Dasco Sampaikan Pesan Khusus

Sesuai konsideran PP 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, dapat diketahui PP tersebut adalah termasuk jenis PP yang dibentuk tanpa dasar perintah Undang-undang atau tidak diperintahkan secara eksplisit oleh Undang-undang.
 

Back to top button