News

Iran Desak PBB Salahkan AS dan Israel, Tuntut Kompensasi dan Ganti Rugi


Iran menuntut agar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengakui Israel dan Amerika Serikat sebagai pihak yang harus disalahkan atas perang 12 hari mereka. Pemerintah Iran sudah mengirim surat kepada Sekretaris Jenderal PBB, Minggu (29/6/2025) sekaligus menuntut kompensasi dan ganti rugi.

“Kami dengan sungguh-sungguh meminta Dewan Keamanan untuk mengakui rezim Israel dan Amerika Serikat sebagai pemrakarsa tindakan agresi dan tanggung jawab mereka selanjutnya, termasuk kompensasi dan ganti rugi,” kata Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi dalam surat kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres yang dikutip kantor berita semi-resmi Tasnim.

“Dewan Keamanan juga harus meminta pertanggungjawaban para agresor dan mencegah terulangnya kejahatan yang kejam dan serius tersebut agar dapat menjaga perdamaian dan keamanan internasional,” bunyi surat tersebut.

“Perlu dicatat bahwa para pemimpin politik dan militer yang memerintahkan tindakan agresi juga bertanggung jawab secara individu atas kejahatan agresi internasional berdasarkan hukum kebiasaan internasional.”

Eskalasi paling serius antara musuh bebuyutan itu meletus pada 13 Juni, ketika Israel melancarkan kampanye pengeboman di Iran yang menewaskan komandan militer dan ilmuwan yang terkait dengan program nuklirnya. Israel mengatakan tujuan penyerangannya adalah untuk mencegah Republik Islam mengembangkan senjata nuklir, sebuah ambisi yang terus-menerus dibantah Teheran, dengan bersikeras bahwa mereka memiliki hak mengembangkan tenaga nuklir untuk tujuan sipil seperti energi.

Baca Juga:  Budi Arie Sudah Semestinya Diperiksa Kasus Judol, Penegak Hukum Jangan Terpengaruh Kepentingan Lain

Pertempuran itu menggagalkan perundingan nuklir antara Iran dan Amerika Serikat, sekutu setia Israel. “Kami tidak memulai perang, tetapi kami telah menanggapi agresor dengan seluruh kekuatan kami,” kata kepala staf angkatan bersenjata Iran, Abdolrahim Mousavi, seperti dikutip televisi pemerintah, merujuk pada Israel.

“Kami memiliki keraguan serius atas kepatuhan musuh terhadap komitmennya, termasuk gencatan senjata. Kami siap untuk menanggapi dengan kekuatan jika diserang lagi,” imbuhnya, enam hari setelah gencatan senjata diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump.

Amerika Serikat bergabung dengan Israel dalam kampanyenya selama perang dengan melakukan serangan terhadap tiga fasilitas utama yang digunakan untuk program atom Iran. Trump telah mengancam akan melakukan serangan lebih lanjut jika Iran memperkaya uranium ke tingkat yang mampu membuat senjata nuklir.

Baca Juga:  MK Putuskan Pemilu Lokal Dilakukan Dua Tahun setelah Pilpres

Menurut Badan Tenaga Atom Internasional, Iran telah memperkaya uranium hingga 60 persen pada 2021, jauh di atas batas 3,67 persen yang ditetapkan perjanjian tahun 2015 yang ditarik secara sepihak oleh Amerika Serikat pada 2018. Untuk membuat senjata, Iran perlu memperkaya uranium hingga 90 persen.

Israel tetap bersikap ambigu tentang persenjataan atomnya sendiri, tidak secara resmi mengonfirmasi maupun menyangkal keberadaannya, tetapi Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm memperkirakan negara itu memiliki 90 hulu ledak nuklir.

Menurut Kementerian Kesehatan Iran, sedikitnya 627 warga sipil tewas dan 4.900 terluka selama perang 12 hari dengan Israel. Sementara menurut otoritas Israel, serangan rudal balasan oleh Iran terhadap Israel menewaskan 28 orang.

Selama perang, Iran menangkap puluhan orang yang dituduh menjadi mata-mata Israel, dan telah menyita peralatan, termasuk drone dan senjata. Kantor berita resmi IRNA mengungkapkan, Parlemen Iran hari ini memberikan suara untuk melarang penggunaan peralatan komunikasi yang tidak sah, termasuk layanan internet satelit Starlink milik miliarder teknologi Elon Musk.

Baca Juga:  Satpol PP Amankan 3 PSK Saat Razia di Blok M

Sementara itu badan peradilan Iran Minggu (29/6/2025) mengungkapkan, serangan Israel terhadap penjara Evin di Teheran selama perang menewaskan sedikitnya 71 orang. Serangan itu menghancurkan sebagian gedung administrasi Evin, kompleks besar yang dijaga ketat di utara Teheran. Menurut kelompok hak asasi manusia, lokasi ini menampung tahanan politik dan warga negara asing.

Menurut juru bicara pengadilan Asghar Jahangir, para korban di Evin termasuk staf administrasi, penjaga, tahanan, dan kerabat yang berkunjung serta orang-orang yang tinggal di dekatnya. Otoritas penjara Iran telah memindahkan narapidana keluar dari penjara Evin, tanpa menyebutkan jumlah atau identitas mereka. Para narapidana di Evin termasuk peraih Hadiah Nobel Perdamaian Narges Mohammadi serta beberapa warga negara Prancis dan warga asing lainnya.

Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot mengatakan, warga negara Prancis yang ditahan di Evin selama tiga tahun, Cecile Kohler dan Jacques Paris, diyakini tidak terluka oleh serangan Israel, yang ia gambarkan sebagai “tidak dapat diterima”.

Back to top button