IPO Kontroversial COIN di Balik Skandal Pemiliknya, Ada Apa dengan OJK dan BEI?


Aroma tak sedap kembali tercium di Bursa Efek Indonesia (BEI). Di tengah gemuruh sorotan publik terhadap sepak terjang kontroversial pemiliknya, PT Indokripto Koin Semesta Tbk (COIN) justru dengan mulus melenggang dalam penawaran saham perdana alias initial public offering (IPO).

Sebuah ironi yang menohok, manakala suara-suara sumbang dari para ahli ekonomi dan anggota parlemen dibalas dengan pembelaan mati-matian dari manajemen BEI dan Otoritas jasa Keuangan (OJK).

Lantas, ada apa gerangan di balik gerbang bursa yang seharusnya menjadi penjaga integritas pasar modal ini? Apakah moralitas kini menjadi barang langka di balik tembok-tembok megah di Sudirman?

Kisah IPO COIN ini sejatinya adalah naskah drama yang penuh intrik dan tanda tanya. Bagaimana tidak, sebuah perusahaan yang bermain di ranah aset kripto, tiba-tiba muncul ke permukaan dengan jejak rekam pemilik yang tak bersih-bersih amat.

Para investor, baik kelas kakap maupun recehan, tentu punya hak mutlak untuk mengetahui siapa sebenarnya dalang di balik tirai sebuah entitas yang hendak menggaet modal publik. Namun, transparansi yang diharapkan justru berbuah kebungkaman, dan ironisnya, pembelaan membabi buta dari otoritas bursa.

Ekonom Gede Sandra, yang kerap lantang bersuara di berbagai media termasuk Inilah.com, tak kuasa menahan kegeramannya. Menurut Gede, ini bukan cuma soal untung-rugi investor tapi tentang moralitas pasar.

Ia pun terang-terangan mendesak OJK dan BEI untuk menimbang ulang, bahkan melarang izin IPO COIN. Bukan tanpa sebab, mata Gede tertuju pada satu nama: Andrew Hidayat, sosok di balik COIN yang ternyata punya riwayat kelam kasus suap.

“Seharusnya BEI dan OJK mempertimbangkan aduan masyarakat tersebut. Ini agar di masa depan tidak terjadi fraud yang tidak diinginkan,” ujar Gede kepada Inilah.com saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (5/7/2025).

Gede khawatir, jika COIN dibiarkan melenggang di bursa, potensi kecurangan yang merugikan pelaku pasar akan sangat besar. “Karena bila yang terjadi fraud maka kembali masyarakat pelaku pasar yang dirugikan,” tegasnya.

Kritiknya bukan main-main, ini tamparan keras bagi siapa pun yang abai pada etika bisnis.

Senada dengan Gede Sandra, sejumlah pengamat ekonomi lain pun tak kalah pedas melancarkan kritik. Mereka menyoroti betapa longgarnya standar due diligence BEI dalam menyaring perusahaan yang akan mencatatkan sahamnya. Seolah-olah, pintu bursa dibuka selebar-lebarnya tanpa peduli siapa yang masuk, apalagi dengan rekam jejak yang patut dipertanyakan.

“Proses fit and proper test yang dilakukan BEI itu patut dipertanyakan validitasnya. Apa iya, direksi BEI tidak tahu menahu soal rekam jejak kontroversial pemilik COIN? Atau justru tahu, tapi sengaja pura-pura buta demi alasan-alasan yang tidak transparan?” lontaran tajam itu menyiratkan dugaan adanya indikasi ‘main mata’ di balik layar.

Legislator Peringatkan OJK soal IPO COIN

Gelombang kritik juga datang dari Senayan. Fauzi Amro, anggota DPR-RI dari Komisi XI yang membidangi keuangan dan perbankan, tak tinggal diam. Ia mendesak OJK agar bertindak tegas terhadap pemilik perusahaan yang tidak sehat.

Fauzi mewanti-wanti OJK soal perusahaan yang tak sehat seperti COIN jika melantai di bursa efek dikhawatirkan bakal menimbulkan masalah baru yang jauh lebih besar di kemudian hari.

“Aturan IPO-nya juga sehat seperti perusahaan yang sehat kan di IPO, tidak hanya sehat secara perusahaan tapi juga harus sehat kepemilikannya itu siapa. Jangan sampai nanti setelah IPO menimbulkan masalah baru, masalah hukum dan kita berharap itu regulatornya ada di OJK,” ujar Fauzi saat ditemui Inilah.com di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (7/7/2025).

Lebih lanjut dia pun mengingatkan OJK bahwa perusahaan yang layak melantai di bursa efek adalah perusahaan yang bersih baik dari sisi internal maupun eksternal.

“Saya minta OJK, seluruh perusahaan yang mau IPO harus clean and clear baik dari sisi internalnya maupun sisi eksternalnya,” tegas dia.

Fauzi menyebut, jika COIN akan IPO maka hal itu dinilai percuma lantaran sang owner terlibat kasus hukum.

“Kalau perusahaan sakit, enggak sehat, ngapain juga IPO, setelah IPO juga akan drop juga,” katanya menekankan.

BEI dan OJK ‘Bela Diri’, Regulasi BAPPEBTI Dipertanyakan

Padahal, Peraturan BAPPEBTI Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto dengan tegas mengatur: pengelola tempat penyimpanan aset kripto dilarang dikendalikan oleh orang-perseorangan yang pernah dipidana karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang ekonomi atau keuangan.

Menanggapi kontroversi ini, Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengakui adanya catatan hukum Andrew Hidayat. Namun, ia bersikukuh bahwa kasus yang mendera Andrew bukan termasuk kejahatan ekonomi atau keuangan.

“Konsultan hukum perseroan menyatakan bahwa catatan hukum terhadap Bapak Andrew Hidayat bukan termasuk tindak pidana di bidang ekonomi atau keuangan sebagaimana diatur pada peraturan tersebut,” ungkap Nyoman di Jakarta, Jumat (4/7/2025).

Lebih lanjut, Nyoman menyebut COIN menegaskan Andrew Hidayat bukan pemilik manfaat akhir dari IUM, dan tidak memiliki hubungan afiliasi dengan IUM saat mengikuti lelang barang rampasan negara tersebut.

“Hal itu disampaikan COIN pada prospektus penawaran umum pada halaman 91 yang diterbitkan tanggal 1 Juli 2025 dan juga melalui Surat Pernyataan tanggal 13 November 2024 dari Andrew Hidayat,” jelas Nyoman.

Dalam IPO pada 9 Juli nanti, COIN akan melepas 2,2 miliar saham, setara 15 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh, dengan harga penawaran Rp100 per saham. Emiten aset digital ini menargetkan dana segar sekitar Rp220 miliar dari pasar modal.

Kontroversi Andrew Hidayat

Nama Andrew Hidayat memang bukan kemarin sore. Pada 7 September 2015, Andrew, kala itu Manajer Marketing PT Mitra Maju Sukses, divonis dua tahun penjara. Dosanya? Menyuap politikus PDI Perjuangan, Adriansyah, demi mulusnya urusan izin tambang di Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

Dalam dakwaan sidang, terbukti Andrew Hidayat menggelontorkan uang tak sedikit: Rp1 miliar, US$50.000, dan 50.000 dolar Singapura kepada Adriansyah.

Penangkapan Adriansyah dan anggota Polsek Menteng, Agung Kristiadi, oleh KPK di Swiss-Bel Hotel Sanur, Bali, pada 9 April 2015, menjadi saksi bisu skandal ini. Saat itu, KPK menyita uang tunai Rp500 juta dalam pecahan dolar Singapura dan rupiah.

Di COIN, Andrew Hidayat bertindak sebagai ‘beneficial owner‘. Namanya tertera jelas dalam prospektus sebagai pemilik 28,22 persen saham COIN melalui PT Megah Perkasa Investindo (MPI).

Namun, jejak digital Andrew tak berhenti di kasus suap. Ia kembali menjadi sorotan ketika memenangi lelang barang sitaan korupsi berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama (GBU) pada 18 Juni 2023.

Lelang yang digelar Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung itu dimenangkan Andrew melalui PT Indobara Utama Mandiri (IUM). Yang mencengangkan, harga lelangnya diduga di bawah harga pasar, alias dijual rugi, seharga Rp1,945 triliun.

Perlu diingat, PT GBU ini adalah aset sitaan Kejaksaan Agung (Kejagung) dari Heru Hidayat, terpidana korupsi Asuransi Jiwasraya yang merugikan negara fantastis: Rp16,81 triliun. Ironi di atas ironi.

Tanggapan dari COIN

Sebelumnya, Corporate Secretary COIN Indira Indah Prameshwari menyatakan, kasus hukum yang menimpa Andrew Hidayat sudah diselesaikan sepenuhnya sesuai dengan ketentuan hukum.

“Di sisi lain, pada saat melalui proses IPO, PT Indokripto Koin Semesta Tbk (COIN) telah melalui proses due diligence baik dari aspek hukum, aspek keterbukaan informasi, serta aspek finansial oleh pihak otoritas yang berwenang,” beber Indira lewat surat klarifikasi, Jakarta, Sabtu (5/7/2025).

Sehingga, apabila PT Indokripto Koin Semesta Tbk (COIN) telah mendapatkan izin efektif dari otoritas yang berwenang, maka PT Indokripto Koin Semesta Tbk (COIN) telah mematuhi seluruh peraturan yang berlaku.

“Sesuai dengan keterbukaan informasi yang kami sampaikan ke otoritas  yang berwenang, bahwa Bapak Andrew Hidayat bukan pemilik manfaat akhir dari PT Indobara Utama Mandiri (IUM) dan tidak memiliki hubungan afiliasi atau keterlibatan dalam proses lelang tersebut,” ungkap Indira.

Desakan untuk Audit Proses Persetujuan IPO

Desakan untuk mengaudit proses persetujuan IPO COIN pun kini menjadi bola panas yang harus segera direspons.

Pembelaan yang gencar dilancarkan BEI terhadap COIN, bagi sebagian besar kalangan, justru semakin memperkeruh suasana. Narasi yang dibangun oleh BEI seolah-olah berupaya menutupi borok, alih-alih memberikan penjelasan yang transparan dan akuntabel kepada publik.

Dalih-dalih klise seperti ‘sudah sesuai prosedur’ atau ‘menghormati proses hukum yang berjalan’ seakan menjadi mantra sakti yang diulang-ulang untuk menangkis segala kritik. Padahal, publik paham betul, ada hal-hal yang jauh lebih fundamental dari sekadar prosedur administratif, yaitu integritas, kepercayaan, dan kredibilitas.

Wajar jika kemudian muncul pertanyaan besar: apa motif di balik pembelaan mati-matian BEI ini? Apakah ada tekanan dari kekuatan tertentu di belakang layar? Atau jangan-jangan, ada kepentingan tersembunyi yang membuat direksi BEI rela mempertaruhkan reputasi lembaga yang mereka pimpin demi sebuah IPO yang terang-terangan menuai kontroversi?

Ini bukan hanya soal COIN semata, tapi menyangkut masa depan pasar modal Indonesia secara keseluruhan. Jika integritas sudah tercoreng, bagaimana investor bisa menanamkan modalnya dengan keyakinan penuh?

Kasus IPO COIN ini harus dijadikan momentum bagi bersih-bersih di tubuh BEI. Sudah saatnya direksi BEI mempertanggungjawabkan setiap kebijakan dan keputusannya di hadapan publik. Pemeriksaan menyeluruh terhadap seluruh proses persetujuan IPO COIN, termasuk kemungkinan adanya pelanggaran etika atau bahkan hukum, adalah sebuah keharusan yang tak bisa ditawar lagi.

Jangan sampai pasar modal kita, yang sudah susah payah dibangun dan dijaga citranya, justru dirusak oleh oknum-oknum yang abai terhadap moral dan integritas. Semoga saja, bara integritas di BEI belum benar-benar padam.

 

Exit mobile version