SulselNews

Inilah Penyebab Organisasi Pers Sulsebar Menolak dengan Tegas RUU Penyiaran

INILAHSULSEL.COM – Sejumlah organisasi pers di Provinsi Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) secara tegas menolak revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang sedang dibahas di DPR RI.

Mereka menilai sejumlah pasal dalam RUU tersebut membungkam kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi, serta menghambat proses demokrasi.

“Jika ini disahkan, lembaga penyiaran akan menjadi alat legislatif untuk menekan jurnalis, yang merupakan ancaman terhadap demokrasi dan kemerdekaan pers,” tegas Ketua Pengda Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulsel, Andi Mohammad Sardi, di Makassar, Senin (20/5/2024).

Menurut Andi, beberapa pasal yang bermasalah termasuk pasal 50B ayat 2 huruf c yang melarang penayangan eksklusif liputan investigasi, serta pasal 50B ayat 2 huruf K, pasal 8A ayat 1 huruf Q, dan pasal 51E.

Baca Juga:  Netanyahu Batal Kunjungi Azerbaijan setelah Turki Tolak Akses ke Wilayah Udaranya

Khususnya, pasal 8A ayat 1 huruf Q menyatakan bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik di bidang penyiaran, yang seharusnya menjadi kewenangan Dewan Pers berdasarkan Undang-Undang Pers.

Ketua Pengda Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulsel, Syafril Rahmat, juga menolak revisi RUU tersebut karena berpotensi menghambat kerja investigasi jurnalis dalam mengungkap kebenaran.

“Liputan investigasi adalah fungsi kontrol penting bagi jurnalis terhadap pemerintah maupun swasta. Pasca reformasi, pers menjadi salah satu pilar demokrasi kita. Jika RUU ini disahkan, kebenaran akan dibungkam,” tegas Syafril.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Mandar, Sulawesi Barat, Rahmat FA, turut mengkritik pasal-pasal kontroversial dalam revisi RUU Penyiaran, seperti pasal 50B ayat 2 poin C yang melarang media menayangkan konten investigasi eksklusif dan pasal 8A poin Q yang mengatur tentang sengketa jurnalistik.
Rahmat menegaskan bahwa DPR seharusnya menjadikan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sebagai rujukan utama dalam penyusunan RUU ini.

Baca Juga:  4 Taman di Jakarta Bakal Buka 24 Jam, Diklaim Bisa Cetak 500 Ribu Lapangan Kerja Baru

“DPR seharusnya tidak melakukan pelarangan tanpa dasar yang jelas, karena ini akan menyebabkan tumpang tindih kewenangan antara KPI dan Dewan Pers,” paparnya.

Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers, Yadi Hendriana, juga menekankan bahwa larangan terhadap liputan investigasi dan eksklusif bertentangan dengan Undang-Undang Pers.

“Ada upaya merenggut kemerdekaan pers yang terus berlangsung sejak 2007, termasuk dalam RUU KUHP 2024. Data terkait intervensi terhadap kemerdekaan pers sudah dikantongi oleh Dewan Pers,” jelas Yadi.

Organisasi pers mendesak agar pasal-pasal kontroversial dalam revisi RUU Penyiaran ini dihapus demi melindungi kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi.

Back to top button