Market

Mengapa Prabowo Ingin Sri Mulyani Kembali Jadi Menkeu di Kabinetnya?


Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati terlihat menyambangi kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Kertanegara IV, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024) malam. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu adalah satu dari 49 orang yang disebut-sebut akan menjadi menteri dalam pemerintahan Prabowo-Gibran.

Usai pertemuan, Sri Mulyani mengatakan Prabowo memintanya untuk kembali memimpin Kementerian Keuangan. Ia juga menyebut dirinya dan Prabowo melakukan ‘diskusi cukup lama dan panjang’ termasuk soal prioritas-prioritas pemerintahan ke depan.

“[Prabowo] sangat perhatian bagaimana dampak APBN kepada masyarakat. Itu menjadi tekanan beliau,” ujar Sri Mulyani kepada awak media yang menunggu di depan kediaman Prabowo.

Kemungkinan besar Sri Mulyani akan dibantu dengan tiga wakil menteri keuangan, yakni Thomas Djiwandono, Suahasil Nazara, dan ekonom Anggito Abimanyu.

Suahasil Nazara dan Thomas Djiwandono juga terlihat mendatangi kediaman Prabowo, Selasa (15/10/2024).

Apabila Sri Mulyani resmi dilantik sebagai Menkeu di bawah kepemimpinan Prabowo, alumnus Universitas Indonesia (UI) itu akan menjadi orang pertama yang dipercaya mengemban tugas tersebut oleh tiga presiden berbeda.

Sebelum menjabat selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Sri Mulyani juga sempat menjabat sebagai menteri keuangan di dalam kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

post-cover
Sri Mulyani saat tiba di kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Kertanegara IV, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024) malam. (Foto: Antara/Aprilio Akbar)

Bergabungnya Sri Mulyani ke pemerintahan Prabowo bertolak belakang dengan sejumlah laporan media pada Juli lalu yang menyebut dia tidak akan masuk ke kabinet sang Presiden Terpilih.

Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjad Wibowo, ekonom senior yang bergabung ke dalam tim kampanye Prabowo-Gibran, mengakui sempat ada perbedaan pandangan antara Prabowo dan Sri Mulyani pada masa silam.

“Bahwa kemudian Pak Prabowo memilih Ibu Sri Mulyani dan Ibu Sri Mulyani akhirnya bersedia, ya rasanya dari kedua pihak ada kompromi,” ujar Dradjad.

Baca Juga:  Kena Ancaman Resesi Global, DPR Dorong Relaksasi Tambahan bagi Kredit Usaha Rakyat UMKM

Sebelum dilantik, Prabowo Subianto memang sudah mengusung target-target yang ambisius. Dalam sebuah pidato pada Juli lalu, Prabowo menyatakan dirinya optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 8 persen dalam kurun waktu 5 tahun ke depan.

“Kita harus berani menaruh sasaran yang lebih tinggi. Kalau saya optimis kita bisa mencapai 8 persen,” kata Prabowo seperti dilansir Antara.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan pertama tahun ini mencapai 5,11 persen, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari.

Menurut Dradjad, Sri Mulyani pasti ‘sudah mengetahui’ target-target Prabowo apabila ‘sudah berani menerima tugas itu’.

Namun, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mengaku pesimistis Indonesia bisa mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen hanya dengan mengandalkan figur menteri keuangan.

“Dia (Sri Mulyani) harus dibantu oleh kementerian-kementerian teknis yang [dipimpin] orang-orang profesional. Bukan orang yang double job atau nyambi antara partai politik dan [jabatan] ekonomi. Pasti kerjanya enggak optimal,” papar Eko.

Di sisi lain, ekonom itu berpendapat pertimbangan utama Prabowo memilih Sri Mulyani adalah rekam jejaknya yang cukup stabil dan mampu menjaga kepercayaan pasar.

Terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyebut tantangan terbesar Prabowo adalah warisan utang pemerintahan Jokowi, dan Sri Mulyani selaku Menkeu mengetahui teknis persetujuan utang.

“Ibaratnya, Sri Mulyani diminta bertanggung jawab terhadap kebijakan utang di era Jokowi,” ujarnya.

Bhima juga menduga ditunjuknya Sri Mulyani kembali sebagai Menkeu terkait dengan kompromi anggaran untuk membiayai program Prabowo seperti makan bergizi.

post-cover
Sri Mulyani dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto dalam sebuah acara pengumuman kenaikan PPN beberapa waktu lalu. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak)

Rekam Jejak

Nama Sri Mulyani mulai mencuat sebagai pengamat ekonomi dari UI ketika Indonesia tengah mengalami krisis moneter pada 1998-1999.

Baca Juga:  Negosiasi Tarif Trump Berjalan Intens, Indonesia Siap Cari Pasar Baru

Analisa perempuan yang lahir di Lampung, 26 Agustus 1962 itu kerap dikutip berbagai media lokal dan internasional. Pada 1999-2001, dia pun menjadi bagian dari Dewan Ekonomi Nasional (DEN)

Berlanjut pada 2002, Sri Mulyani menjadi Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF) mewakili 12 negara Asia Tenggara.

Kariernya di bidang pemerintahan diawali dengan menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas di era kepemimpinan Presiden SBY pada 2004.

Dalam sebuah reshuffle, Sri Mulyani kemudian menjadi Menteri Keuangan pada 2005 dalam kabinet SBY.

Tahun 2008, Sri Mulyani juga sempat menjabat sebagai pelaksana tugas Menteri Koordinator Perekonomian, menggantikan Boediono yang saat itu terpilih menjadi Gubernur Bank Indonesia (BI).

Posisi Sri Mulyani sebagai Menkeu digantikan Agus Martowardojo pada 2010. Kala itu, Sri Mulyani ditunjuk sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia.

Sejak akhir 2009, Sri Mulyani banyak diberitakan karena kebijakan mengucurkan dana talangan sebesar Rp6,7 triliun untuk Bank Century ketika menjabat sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Sejumlah kalangan DPR menilai kebijakan itu merugikan rakyat dan meminta Sri Mulyani mundur dari jabatannya.

Namun, dia bersikeras kebijakan itu diambil untuk mencegah Indonesia dari jeratan krisis keuangan pada tahun 2008.

post-cover
Sri Mulyani saat bertemu mantan Presiden SBY dalam acara halal bihalal Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I (2004-2009) dan Jilid II (2009-2014) di LavAni Sport Center Cikeas, Jawa Barat, Minggu, 13 Mei 2024. (Foto: Instagram @smindrawati)

Pada 2016, Presiden Jokowi meminta Sri Mulyani untuk kembali menjabat sebagai Menkeu dalam pemerintahannya.

Dia kembali dilantik sebagai Menkeu pada periode kedua Jokowi akhir 2019.

Sebagai Menkeu, Sri Mulyani dikenal sebagai figur yang cermat, non-partisan dan profesional dalam mengelola anggaran negara.

Dia juga dikenal gigih dalam mengeluarkan kebijakan untuk mereformasi perpajakan seperti tax amnesty atau pengampunan pajak.

Di sisi lain, pada akhir masa jabatan Presiden Jokowi, Indonesia mengalami beban utang yang menyentuh Rp8.353 triliun dan melebarnya defisit APBN.

Baca Juga:  Genjot Nilai Tambah Sektor Tambang, DPR Dorong Hilirisasi Batu bara Jadi Harga Mati

Ditunjuk Lagi oleh Prabowo

Direktur INDEF Eko Listiyanto menuturkan narasi Prabowo-Gibran yang ingin ‘melanjutkan’ pemerintahan Jokowi membuat sosok Sri Mulyani tetap dibutuhkan.

Eko berpendapat pertimbangan utama Prabowo memilih Sri Mulyani adalah rekam jejaknya yang cukup stabil dan mampu menjaga kepercayaan pasar, terutama internasional.

“Yang menjadi pembeda [antara kebijakan ekonomi Jokowi dan Prabowo] adalah Prabowo sangat proaktif terhadap isu-isu internasional. Zaman Pak Jokowi enggak seperti itu, yang lebih kelihatan menteri luar negerinya,” ujar dia.

Eko berharap keproaktifan Prabowo di kancah internasional ini bisa diterjemahkan ke ekonomi Indonesia seperti investasi dan kerja sama-kerja sama perdagangan yang bisa secara konkret meningkatkan ekspor.

Sementara Direktur CELIOS Bhima Yudhistira menduga terpilihnya Sri Mulyani kembali sebagai Menkeu terkait dengan kompromi anggaran untuk membiayai program (kampanye) Prabowo seperti makan bergizi gratis.

Bhima memperkirakan salah satu hal yang akan dilakukan Sri Mulyani dalam jangka pendek adalah mendesak DPR untuk menyetujui APBN-Perubahan mengingat APBN terakhir yang disahkan Jokowi masih belum mengakomodir program-program utama Prabowo seperti makan bergizi.

Selain itu, Bhima menyebut reputasi dan kredibilitas internasional Sri Mulyani juga dibutuhkan agar investor mau tetap membeli surat utang pemerintah.

Menteri-menteri bidang perekonomian selama ini memang kerap diisi dengan orang partai.

Seperti diketahui, saat ini Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia, menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Jabatan Menteri Perindustrian dijabat oleh Agus Gumiwang Kartasasmita, yang juga politikus Partai Golkar.

Adapun Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dipercaya Jokowi menjadi Menteri Perdagangan.

 

Back to top button