Indonesia Tertinggal di ASEAN dalam Penerapan AI, Hanya Raih Indeks 61,03

Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga di ASEAN dalam penerapan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Berdasarkan indeks AI regional, Indonesia hanya mencatat angka 61,03, jauh di bawah Singapura yang memimpin dengan indeks 81,97, disusul Malaysia dengan 68,71, dan Thailand di peringkat ketiga dengan 63,03.
Hal ini terungkap dalam diskusi yang digelar Selular Business Forum (SBF) di Jakarta, Senin (9/9/2024), dengan tema “AI: Sekadar Tren atau Sudah Menjadi Kebutuhan?”. Dalam diskusi ini, sejumlah pakar teknologi dari berbagai sektor diundang, termasuk Deputy EVP Digital Technology and Platform Business Telkom Indonesia, Ari Kurniawan, dan Staf Ahli Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Wijaya Kusumawardhana.
Tantangan Penerapan AI di Indonesia
Ari Kurniawan mengungkapkan bahwa meskipun Indonesia memiliki potensi besar dalam mengadopsi teknologi AI, kenyataannya penerapan teknologi ini masih tertinggal. “Penerapan AI di Indonesia masih terhambat, terutama dalam hal regulasi dan kesiapan sumber daya manusia (SDM). Kita perlu membangun ekosistem yang lebih matang untuk mengejar ketertinggalan ini,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya strategi nasional untuk meningkatkan adopsi AI di Indonesia. “Investasi dalam penelitian, pengembangan, serta pelatihan SDM yang mumpuni harus menjadi fokus utama. Selain itu, kebijakan yang mendukung AI perlu segera disusun agar penerapan teknologi ini berjalan optimal,” tambah Ari.
Kontribusi AI terhadap Ekonomi Indonesia
Wijaya Kusumawardhana menegaskan bahwa AI memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama dalam mengejar ketertinggalan dengan negara lain di ASEAN.
“AI bukan lagi sekadar tren, tapi sudah menjadi kebutuhan mendesak. Dengan potensi besar yang dimiliki Indonesia, seperti jumlah generasi muda yang mencapai 105 juta, kita harus segera memanfaatkan AI untuk meningkatkan produktivitas di berbagai sektor,” ujar Wijaya.
Ia juga menambahkan bahwa penerapan AI dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2030, yang diperkirakan mencapai USD 366 miliar.
“Kontribusi AI pada PDB global diperkirakan mencapai USD 13 triliun, dan ASEAN sebesar USD 1 triliun. Indonesia harus segera bergerak agar tidak ketinggalan dari negara lain di kawasan ini,” tegasnya.
Untuk mendorong adopsi AI yang lebih luas, pemerintah Indonesia melalui Kominfo telah mengeluarkan regulasi yang mengatur penggunaan AI. “Sudah ada Surat Edaran Menteri Kominfo Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial. Regulasi ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi pengembangan AI yang bertanggung jawab di Indonesia,” ungkap Wijaya.
Selain itu, Wijaya menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan akademisi dalam menciptakan kebijakan AI yang inklusif dan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat. “Kita perlu menciptakan lingkungan yang mendukung inovasi AI, sambil tetap memastikan adanya perlindungan terhadap privasi data dan etika dalam penggunaannya,” pungkasnya.
Upaya Meningkatkan Adopsi AI di Indonesia
Dalam diskusi tersebut, Ari Kurniawan juga memaparkan beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penerapan AI di Indonesia. Beberapa sektor yang menjadi prioritas pengembangan AI meliputi kesehatan, pendidikan, dan ketahanan pangan. “AI dapat membantu meningkatkan efisiensi layanan kesehatan, mendukung inovasi dalam pendidikan, dan mengoptimalkan rantai pasokan di sektor pertanian,” jelasnya.
Ke depan, diharapkan Indonesia dapat mempercepat adopsi teknologi AI untuk meningkatkan daya saing di tingkat global, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi digital yang lebih inklusif.