Hari Ini, Legal Bank Indonesia Dipanggil KPK terkait Kasus Korupsi CSR

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Legal Bank Indonesia (BI), Yustisiana Susila Atmaja (YSA), untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, hari ini.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama YSA sebagai Legal Bank Indonesia,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Jakarta, Selasa (27/5/2025).
Yustisiana diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyaluran dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia. Materi pemeriksaan akan diungkapkan oleh Budi setelah proses penyidikan rampung.
“Menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan TPK penyaluran dana CSR Bank Indonesia,” kata Budi.
Dalam kasus ini, dua anggota DPR dari Komisi XI periode 2019–2024 diduga terlibat, yaitu Satori (S) dari Fraksi NasDem dan Heri Gunawan alias Hergun (HG) dari Fraksi Gerindra. Keduanya telah diperiksa KPK pada Jumat (27/12/2024), namun belum ditetapkan sebagai tersangka karena penyidik masih mendalami alat bukti.
KPK menduga terdapat suap dalam penyaluran dana CSR BI yang mengalir ke kantong pribadi anggota Komisi XI DPR RI, termasuk Satori dan Hergun.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa dana CSR dari BI disalurkan ke sejumlah yayasan yang terafiliasi dengan oknum anggota DPR, termasuk kerabat dan keluarga Satori maupun Hergun. Dana tersebut tidak langsung masuk ke rekening pribadi.
“Jadi begini, BI memiliki CSR. Tapi, CSR itu tidak langsung kepada orang, kepada person. CSR itu harus melalui yayasan. Harus melalui yayasan,” ujar Asep kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dikutip Jumat (21/2/2025).
Asep menerangkan bahwa karena dana CSR ini diberikan kepada Komisi XI, Satori dan Hergun mendirikan yayasan sebagai perantara untuk menerima aliran dana tersebut.
“Jadi setiap orang, karena ini juga memang diberikan kepada Komisi XI, di mana Saudara S ini ada di situ, ini masih termasuk juga Saudara HG ya, itu yayasannya, jadi membuat yayasan. Kemudian melalui yayasan tersebutlah uang-uang tersebut dialirkan,” jelasnya.
Setelah dana CSR cair ke yayasan milik orang terdekat Satori dan Hergun, uang tersebut kemudian ditransfer kembali ke rekening pribadi mereka melalui modus nominee.
“Yang kami temukan, yang penyidik temukan selama ini adalah, ketika uang tersebut masuk ke yayasan, ke rekening yayasan, kemudian uang tersebut ditransfer balik ke rekening pribadinya, ada yang masuk ke rekening saudaranya, ada ke rekening orang yang memang nomineenya mewakili dia,” ujar Asep.
Dana tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk pembelian aset properti. “Setelah itu, dia tarik tunai, diberikan kepada orang tersebut, dan dibelikan properti, kepada yang lain-lain, menjadi milik pribadi, tidak digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial,” kata Asep.
Untuk menutupi aliran dana tersebut, pihak yayasan membuat laporan fiktif seolah-olah seluruh dana CSR digunakan untuk kegiatan sosial sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada BI.
“Tidak keseluruhannya tapi, tetap ada kegiatan sosialnya, ada, tapi itu hanya digunakan untuk kamuflase untuk laporan. Jadi dari 10 misalkan, 10 bikin rumah dikerjakan misalkan 3. Nah itu digunakan untuk laporan. Jadi tetap karena BI juga menerima meminta laporan,” jelasnya.