Hamas-Hizbullah-Houthi Bikin Pernyataan Bersama soal Serangan Iran ke Israel


Kelompok militan bersenjata yang tergabung dalam ‘poros perlawanan’ merilis pernyataan bersama soal serangan Iran ke Israel.

Dalam pernyataan yang dirilis Rabu (2/10/2024) itu, milisi yang beranggotakan Hamas di Gaza, Hizbullah di Lebanon, Houthi di Yaman, serta beberapa kelompok di Irak dan Suriah, mengucapkan selamat atas serangan Iran ke Israel. Mereka menyebut aksi itu sebagai aksi heroik yang menjadi pembalasan atas serangan Israel ke Gaza dan Lebanon.

“Kami mengucapkan selamat atas peluncuran roket heroik yang dilakukan oleh Korps Garda Revolusi Islam Iran di wilayah-wilayah luas wilayah pendudukan kami, sebagai tanggapan atas kejahatan pendudukan yang terus berlanjut terhadap rakyat di wilayah tersebut, dan sebagai pembalasan atas darah para martir heroik bangsa kami,” kata pernyataan itu, seperti dilansir Reuters, Kamis (3/10/2024).

Secara khusus, Juru Bicara Houthi Yahya Saree juga memuji aksi Iran. Ia menegaskan juga akan terus melancarkan serangan kepada Israel dan para sekutunya.

“Kami siap memperluas operasinya terhadap musuh Israel atau mereka yang mendukung mereka kecuali ada gencatan senjata di Gaza,” katanya.

Hamas, kelompok pejuang kemerdekaan Palestina di Gaza yang serangan mendadaknya ke Israel Oktober lalu memicu krisis, ikut mengapresiasi serangan Iran. Kelompok itu mengatakan bahwa serangan itu membalas pembunuhan Israel terhadap serangkaian komandan Hamas, Hizbullah, dan Iran selama beberapa bulan terakhir.

Sementara itu, penasihat senior Counter-Extremism Project- sebuah lembaga pemikir dan kelompok advokasi transatlantik- Edmund Fitton-Brown, mengatakan sudah dapat diprediksi bahwa Houthi dan kelompok-kelompok lain akan membuat ancaman seperti itu.

“Kita tidak boleh terlalu banyak membaca retorika,” katanya.

“Kelompok Palestina tidak memiliki kemampuan untuk melakukan eskalasi di luar Tepi Barat yang diduduki, sementara Israel telah begitu sukses dalam beberapa minggu terakhir sehingga saya tidak berpikir Hizbullah dapat membela Iran,” ujarnya.

Hizbullah, proksi Iran yang paling kuat dan fondasi koalisi, sedang ‘goyah’ akibat kampanye pembunuhan Israel. Kelompok tersebut telah kehilangan hampir 500 pejuang sejak mulai menembaki Israel untuk mendukung sekutunya, Hamas, Oktober tahun lalu dan kemudian terlibat dalam perang yang berkepanjangan.

Keguncangan besar kemudian melanda Hizbullah saat lebih dari 1.000 anggotanya terluka oleh rentetan ledakan perangkat pager dan walkie-talkie pada 17 dan 18 September lalu. Serangan itu diduga merupakan hasil kerja Mossad, dinas intelijen luar negeri Israel.

Kemudian, pada Jumat pekan lalu (27/9/2024), Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah tewas dalam serangan bom Israel di wilayah kota Beirut. Ia tewas bersama Brigadir Jenderal Abbas Nilforoushan, salah satu komandan Korps Garda Revolusi Islam Iran.

Iran sendiri berharap persenjataan roket besar milik Hizbullah dan puluhan ribu pejuangnya akan menghalangi Israel dari serangan besar terhadap Iran, yang mungkin menargetkan program nuklir Teheran.

Pakar Timur Tengah di Atlantic Council, Alia Brahimi mengatakan bahwa strategi Iran selama puluhan tahun untuk membangun koalisi proksi yang selaras secara ideologis telah terbukti benar.

“Iran merasa diserang sekarang dan ini adalah komponen persenjataan yang dapat dibuang. Mereka telah melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan dan telah bertindak sebagai perisai pelindung,” kata Brahimi.

Sementara itu, Hizbullah pada Selasa (1/10/2024) mengatakan pihaknya menembaki markas besar badan intelijen Israel, Mossad, dan ke arah pangkalan udara di pinggiran kota Tel Aviv.

Kelompok tersebut telah menggunakan rudal permukaan-ke-udara dan menembak jatuh drone tempur milik Israel.pada beberapa kesempatan, termasuk pada pekan lalu.

Pada Sabtu (28/9/2024), Houthi menembakkan rudal balistik ke bandara utama Israel saat Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tiba kembali dari New York, tempat ia berpidato di PBB. Keesokan harinya, Israel melancarkan serangan terbesarnya terhadap kelompok itu, menyerang kota pelabuhan Hodeidah.

Analis senior Yaman di Crisis Group, Ahmed Nagi mengatakan sebelum perang di Gaza, kelompok Houthi dipandang sebagai faksi marjinal di poros tersebut. Tapi hal itu berubah ketika mereka mulai menyerang kapal-kapal di Laut Merah dan Teluk Aden yang sedang menuju Terusan Suez.

“Selama setahun terakhir, kelompok Houthi telah menjadi pusat perhatian,” ucap Nagi.
 

Exit mobile version