Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, meminta pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk mengevaluasi kembali sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi. Edy telah berbicara dengan Presiden RI Joko Widodo dan Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim, mengenai kekhawatiran akan ketidakobjektifan pelaksanaan PPDB dengan sistem zonasi.
“Sudah tiga kali saya sudah ngomong, pertama sama Presiden, kedua sama Menteri Pendidikan, dan ketiga media,” ujar Edy Rahmayadi, di Medan mengutip Antara, Senin (24/7/2023).
Edy berpendapat bahwa sistem zonasi menjadi kendala bagi siswa-siswa berprestasi, karena terbatas oleh zonasi dan infrastruktur yang berbeda di berbagai daerah. Dia menegaskan bahwa daerah yang sedang berusaha untuk maju tidak bisa disamakan dengan daerah yang sudah maju, seperti Jakarta.
Selain itu, Edy juga menyoroti masalah kecurangan yang terjadi dalam sistem zonasi. Banyak masyarakat yang pindah alamat hanya untuk memenuhi syarat zonasi agar anak-anak mereka dapat diterima di sekolah yang diinginkan.
“Banyak diminta tolong dari masyarakat, agar anak-anaknya itu, diluluskan di sekolah mereka daftar dan diinginkan,” sebutnya.
Sebagai solusi, Edy Rahmayadi mengusulkan untuk kembali ke sistem seleksi tertulis tanpa pembatasan zonasi. Dengan demikian, seleksi akan berjalan secara alami dan siswa akan diuji berdasarkan kemampuan dan prestasinya.
Gubernur juga menyatakan bahwa pelaksanaan PPDB di Sumatera Utara untuk tahun 2023 berjalan lancar tanpa masalah. Namun, ia mengakui bahwa sarana dan prasarana pendidikan belum merata di seluruh daerah di Sumatera Utara, karena perbedaan jumlah guru dan infrastruktur antara Medan dan daerah-daerah lain di provinsi tersebut.
“Mengapa begitu, saya tidak berbicara provinsi lain. Sumut saya ini, 33 kabupaten/kota, jumlah guru daerah sana, tidak sama dengan jumlah guru di Medan,” ujarnya.