Ghufron Jadi Calon Hakim Agung, KPK Minta KY Pilih yang Berintegritas


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap calon Hakim Agung yang terpilih melalui proses seleksi Komisi Yudisial (KY) merupakan sosok yang berintegritas.

Demikian tanggapan juru bicara KPK, Tessa Mahardhika, soal lolosnya mantan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, dalam tahap seleksi administrasi.

“Tanggapan KPK (terkait lolosnya Ghufron dalam tahap seleksi administrasi), tentunya KPK mendorong proses seleksi tersebut berjalan dengan transparan dan berintegritas,” kata Tessa kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (16/4/2025).

Tessa berharap, terpilihnya calon Hakim Agung yang berintegritas dapat meningkatkan kualitas sistem peradilan di Indonesia. Ia juga meyakini bahwa para calon yang mengikuti seleksi merupakan putra-putri terbaik bangsa.

“Sehingga didapati hakim agung yang berkualitas demi masa depan peradilan. Dan KPK mendoakan siapapun yang mendaftar, tapi tentunya itu merupakan yang terbaik untuk Indonesia,” ucapnya.

Sementara itu, mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menolak keras kelulusan Nurul Ghufron dalam seleksi administrasi calon Hakim Agung.

Yudi mendesak Komisi Yudisial sebagai panitia seleksi untuk mencoret nama Ghufron dari tahapan selanjutnya. Seleksi kualitas dijadwalkan akan digelar pada akhir April 2025.

“Dalam tahapan ke depan, Komisi Yudisial harus berani tegas mencoret Nurul Gufron,” kata Yudi dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu (16/4/2025).

Menurut Yudi, Ghufron tidak layak menjadi calon Hakim Agung karena pernah dinyatakan melanggar etik oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Ia juga menyebut kepemimpinan Ghufron bersama Firli Bahuri telah menurunkan kinerja KPK selama periode 2019–2024.

“Nurul Gufron karena rekam jejaknya selama di KPK pernah melanggar etik dan juga kondisi KPK yang prestasi kerjanya menurun dan banyak bermasalah terjadi di masa dia memimpin KPK bersama Firli Bahuri dan kawan-kawan,” ucapnya.

Yudi menilai, jika Ghufron terpilih menjadi Hakim Agung, hal itu hanya akan memperburuk kondisi sistem peradilan di Indonesia. Terlebih di tengah sorotan terhadap kasus suap pengkondisian perkara izin ekspor crude palm oil (CPO) yang menyeret pihak korporasi dengan nilai mencapai Rp60 miliar kepada hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dalam kasus tersebut, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan tersangka. Di antaranya empat hakim penerima suap, yaitu Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta—yang sebelumnya menjabat Wakil Ketua PN Jakpus—serta tiga hakim pemutus perkara, yakni DJU (Djuyamto), ASB (Agam Syarif Baharuddin), dan AM (Ali Muhtarom).

“Peradilan di Indonesia yang sedang babak belur akibat perilaku hakim yang mencoreng dunia peradilan dengan melakukan korupsi, termasuk terakhir Kejaksaan menetapkan 4 hakim jadi tersangka—1 Kepala PN Jaksel dan 3 Majelis Hakim Kasus CPO Minyak Goreng—membutuhkan figur Hakim MA yang bisa menjadi role model di bawahnya dari sisi integritas hingga prestasi kerja,” pungkasnya.

Exit mobile version