Gencatan Senjata di Gaza Resmi Dimulai

Gencatan senjata di Gaza resmi dimulai setelah sempat terjadi penundaan oleh pihak Israel. Hal ini ditandai dengan dipulangkannya sejumlah sandera Israel dan warga Palestina kembali ke lingkungan mereka yang hancur pada Minggu (19/1/2025).
Di Tel Aviv, ratusan warga Israel bersorak dan menangis di sebuah alun-alun di luar markas pertahanan saat siaran langsung dari Gaza menampilkan ketiga sandera naik ke dalam kendaraan Palang Merah yang dikelilingi oleh pejuang Hamas.
Militer Israel mengonfirmasi bahwa Romi Gonen, Doron Steinbrecher, dan Emily Damari telah dipertemukan kembali dengan ibu mereka dan merilis video yang menunjukkan mereka dalam kondisi sehat.
Damari, yang kehilangan dua jari ketika diculik, tersenyum dan memeluk ibunya sambil mengangkat tangan yang dibalut perban.
“Romi, Doron, dan Emily – seluruh bangsa memeluk kalian. Selamat datang kembali,” kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melalui telepon kepada seorang komandan, seperti dikutip dari Reuters, Senin (20/1/2025).
Pusat Medis Sheba melaporkan bahwa ketiga sandera wanita itu dalam kondisi stabil. Mereka adalah bagian dari lebih dari 250 orang yang diculik dan 1.200 orang yang tewas dalam serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023.
Adapun lebih dari 47.000 warga Palestina telah tewas dalam serangan Israel sejak saat itu, menurut pejabat medis di Gaza, dengan hampir seluruh populasi Gaza yang berjumlah 2,3 juta orang menjadi tunawisma. Sekitar 400 tentara Israel juga tewas.
Gencatan senjata ini menyerukan penghentian pertempuran, pengiriman bantuan ke Gaza, dan pembebasan 33 dari hampir 100 sandera Israel dan asing yang tersisa dalam fase pertama selama enam minggu dengan imbalan hampir 2.000 tahanan Palestina yang ditahan di penjara Israel. Banyak dari sandera tersebut diyakini telah meninggal.
Di Gaza bagian utara, warga Palestina menelusuri lanskap yang hancur penuh dengan puing-puing dan logam yang bengkok, sisa dari pertempuran paling intens dalam perang ini.
“Rasanya seperti akhirnya menemukan air setelah tersesat di padang pasir selama 15 bulan,” kata Aya, yang mengaku telah mengungsi dari rumahnya di Gaza City selama lebih dari setahun.
Di Tepi Barat yang diduduki Israel, bus-bus menunggu pembebasan tahanan Palestina dari penahanan Israel. Hamas mengatakan kelompok pertama yang dibebaskan dalam pertukaran untuk para sandera termasuk 69 wanita dan 21 remaja laki-laki.
Fase pertama gencatan senjata ini berlaku setelah penundaan tiga jam di mana pesawat dan artileri Israel menyerang Jalur Gaza. Menurut otoritas kesehatan Palestina, serangan di menit-menit terakhir tersebut menewaskan 13 orang.
Israel menyalahkan Hamas karena terlambat menyerahkan daftar nama sandera yang akan dibebaskan dan menyatakan bahwa mereka telah menyerang teroris. Sementara pihak Hamas menyebutkan bahwa keterlambatan dalam memberikan daftar tersebut disebabkan oleh masalah teknis.
“Hari ini senjata di Gaza telah diam,” kata Presiden AS Joe Biden pada hari terakhir masa jabatannya, menyambut gencatan senjata yang sulit dicapai melalui diplomasi AS selama lebih dari setahun.
“Ini adalah perjalanan panjang. Tetapi kita mencapai titik ini hari ini karena tekanan yang dibangun Israel pada Hamas, yang didukung oleh AS,” lanjut dia.
Bagi Hamas, gencatan senjata ini bisa menjadi kesempatan untuk muncul dari persembunyian setelah 15 bulan. Polisi Hamas yang berpakaian seragam biru segera dikerahkan di beberapa wilayah, dan para pejuang bersenjata mengendarai kendaraan melalui kota Khan Younis di selatan, di mana kerumunan bersorak, ‘Salam kepada Brigade Al-Qassam’, sayap bersenjata kelompok tersebut.
“Semua faksi perlawanan tetap ada meskipun ada Netanyahu,” kata seorang pejuang Hamas kepada Reuters.
Sementara itu, belum ada rencana rinci untuk memerintah Gaza setelah perang, apalagi untuk membangunnya kembali. Kembalinya Hamas akan menguji kesabaran Israel, yang telah menyatakan akan melanjutkan pertempuran kecuali kelompok militan tersebut benar-benar dibongkar.
Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir mengundurkan diri dari kabinet karena gencatan senjata ini, meskipun partainya menyatakan tidak akan mencoba menjatuhkan pemerintahan Netanyahu.
Sementara Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich, tokoh garis keras lainnya, tetap di pemerintahan tetapi menyatakan akan mundur jika perang berakhir tanpa penghancuran total Hamas.
Gencatan senjata ini berlaku pada malam jelan hari pelantikan Presiden Terpilih AS Donald Trump. Penasihat keamanan nasional Trump, Mike Waltz, mengatakan jika Hamas melanggar kesepakatan, AS akan mendukung Israel ‘melakukan apa yang harus dilakukan’.
“Hamas tidak akan pernah memerintah Gaza. Itu sepenuhnya tidak dapat diterima,” katanya.