News

Eks Penyidik KPK Nilai Tuntutan 7 Tahun untuk Hasto tak Ada Unsur Balas Dendam


Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo Harahap, menilai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK terhadap Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, sudah sesuai dengan rasa keadilan dan fakta yang terungkap di persidangan.

“Tuntutan 7 tahun sudah wajar, apalagi Hasto dituntut dalam dua kasus yaitu memberi suap dan merintangi penyidikan,” kata Yudi, Minggu (6/7/2025).

Menurut Yudi, tidak ada unsur balas dendam ataupun politisasi dalam tuntutan tersebut. Ia menegaskan bahwa jaksa bekerja berdasarkan asas profesionalitas, berbeda dari klaim Hasto yang menuding ada kepentingan politik di balik perkara yang menjeratnya.

“Ini menunjukkan bahwa KPK dalam menyidangkan perkara ini sudah sesuai dengan asas profesionalitas serta mampu membuktikan tidak ada rasa balas dendam apalagi politisasi,” ujarnya.

Yudi berharap tuntutan tersebut memberi efek jera, baik kepada Hasto maupun pihak lain yang berniat melakukan hal serupa. Ia juga meminta majelis hakim yang dipimpin Rios Rahmanto untuk menjatuhkan putusan seadil-adilnya.

“Semoga tuntutan ini membuat efek jera kepada orang lain agar tidak melakukan korupsi dan merintangi penyidikan. Terakhir, apa pun hasil persidangan nanti sampai vonis hakim, tentu harus kita hormati,” tuturnya.

Sebelumnya, Hasto Kristiyanto menanggapi tuntutan jaksa yang menuntut dirinya dengan hukuman tujuh tahun penjara. Ia mengaku tidak terkejut dan menuding kasus yang menjeratnya sarat muatan politik, terutama karena sikap kritisnya terhadap proses Pemilu 2024 dan dugaan keterlibatan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca Juga:  Badan Geologi Ungkap Aktivitas Tangkuban Parahu Pascagempa Sesar Lembang

“Jadi kita sudah mendengarkan bahwa saya dituntut 7 tahun dan apa yang terjadi ini sudah saya perkirakan sejak awal. Ketika saya memilih suatu sikap politik untuk memperjuangkan nilai-nilai dan demokrasi, memperjuangkan hak kedaulatan rakyat, memperjuangkan Pemilu yang jujur dan adil, serta memperjuangkan supremasi hukum agar hukum tidak digunakan sebagai alat kekuasaan,” kata Hasto usai persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

Ia tetap meyakini bahwa perkara ini merupakan bentuk kriminalisasi terhadap dirinya dan tekanan terhadap kelompok kritis.

“Sejak awal saya sudah memperhitungkan risiko-risiko terhadap kriminalisasi hukum oleh kekuasaan. Meskipun hal tersebut tadi tidak diakui, tetapi fakta-fakta menunjukkan bahwa dari suara-suara civil society menunjukkan mereka yang kritis saat itu memang ada suatu tekanan dengan menggunakan hukum sebagai alat kekuasaan,” jelasnya.

Hasto juga mengimbau kader dan simpatisan PDIP untuk tetap tenang dan percaya pada proses hukum, meski ia menilai hukum saat ini kerap diintervensi oleh kekuasaan.

Baca Juga:  KPK Tuntut Sekjen PDIP Hasto Divonis 7 Tahun Penjara dan Denda Rp600 Juta

“Kepada seluruh jajaran kader, anggota, simpatisan PD Perjuangan untuk tetap tenang, percaya pada hukum meskipun hukum sering diintervensi oleh kekuasaan, percayalah bahwa kebenaran akan menang,” kata Hasto.

Ia menyatakan akan menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi pada sidang selanjutnya.

“Pleidoi nanti dipersiapkan dan buat saya sudah 80 persen tinggal menyesuaikan dengan tuntutan JPU hari ini,” ujarnya.

Dalam surat tuntutan, JPU KPK menuntut Hasto dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp600 juta, subsider enam bulan kurungan. Jaksa menilai Hasto tidak mengakui perbuatannya dan tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi, yang menjadi alasan pemberat. Namun, sikap sopan di persidangan dan catatan hukum bersih menjadi hal yang meringankan.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 7 tahun,” kata Jaksa KPK, Wawan Yunarwanto, saat membacakan surat tuntutan.

Wawan menjelaskan, tuntutan terhadap Hasto didasarkan pada alat bukti yang telah diungkap di persidangan, bukan semata pengakuan terdakwa.

“Penuntut umum meyakini kebohongan di masa saat ini adalah hutang kebenaran di masa akan datang. Yang perlu menjadi catatan, untuk membuktikan perkara ini, penuntut umum tidak mengejar pengakuan terdakwa, tetapi lebih mengacu pada alat bukti yang telah terungkap di persidangan,” kata Wawan.

Baca Juga:  17 ASN di Palangka Raya Positif Narkoba, BNN: Beberapa Sudah Sering Masuk Rehabilitasi

Ia juga menegaskan bahwa proses hukum ini bukan bentuk balas dendam, melainkan upaya penegakan hukum.

“Bahwa tuntutan pidana ini bukanlah merupakan sarana balas dendam, melainkan suatu pembelajaran agar kesalahan-kesalahan serupa tidak terulang di kemudian hari,” tegasnya.

Dalam perkara ini, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 65 ayat (1) KUHP, serta Pasal 5 ayat (1) huruf a junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Ia disebut memerintahkan Harun Masiku menenggelamkan ponselnya saat OTT pada 2020, dan menyuruh stafnya, Kusnadi, membuang ponsel kala pemeriksaan di KPK pada Juni 2024.

Selain itu, Hasto juga didakwa terlibat dalam pemberian suap sebesar Rp600 juta kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, bersama Donny Tri Istiqomah (pengacara PDIP), Saeful Bahri (eks kader PDIP), dan Harun Masiku, melalui mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina. Uang itu diduga untuk mengamankan kursi DPR bagi Harun Masiku melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW) periode 2019–2024.
 

Back to top button