SulselNews

Ekonomi Sulawesi Selatan Tumbuh Positif Pada Semester II 2024

Ekonomi Sulawesi Selatan Tumbuh Positif Pada Semester II 2024

INILAHSULSEL.COM – Momentum pemulihan ekonomi global terus berlanjut, namun diiringi dengan ketidakpastian pasar keuangan yang masih tinggi akibat gejolak geopolitik.

Pada tahun 2024, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat dari 3,1% (yoy) menjadi 3,0% (yoy).

Meskipun laju inflasi global menunjukkan tren penurunan, suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (Fed Fund Rate/FFR) diperkirakan baru akan mulai turun pada Semester II 2024.

Hal ini menjaga nilai Dolar Amerika Serikat tetap tinggi, yang berdampak pada depresiasi nilai tukar di negara-negara berkembang karena terbatasnya arus modal asing yang masuk.

Kepala Kantor BI Sulsel, Rizki Ernadi Wimanda, menyatakan bahwa pada tahun 2023, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan masih positif, mencapai 4,51% (yoy).

Baca Juga:  Reshuffle Kabinet Usai Lebaran, Istana Tegaskan Sri Mulyani Masih Bertugas

Namun, angka ini sedikit melambat dibandingkan tahun 2022 yang mencatat pertumbuhan sebesar 5,10% (yoy).

Perlambatan ini terutama disebabkan oleh penurunan kinerja sektor pertanian, yang merupakan bagian terbesar dalam perekonomian Sulsel, akibat dampak El Nino sejak semester II 2023.

“Dari sisi komponen permintaan, konsumsi rumah tangga tetap tumbuh positif pada tahun 2023, mencapai 4,30% (yoy), meskipun melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Perlambatan ini mencerminkan sikap hati-hati konsumen di tengah ketidakpastian ekonomi,” ujarnya saat berbicara dengan media di Claro Hotel Makassar pada Senin (1/4/2024).

Pada Maret 2024, Inflasi Sulawesi Selatan mencapai 0,38% (mtm), mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya yang sebesar 0,30% (mtm), namun tetap berada di bawah inflasi nasional pada bulan yang sama yang mencapai 0,52% (mtm).

Baca Juga:  Di Tengah Boikot Retret, Elite PDIP Kembali Sambangi Kediaman Megawati

Kenaikan inflasi tersebut secara umum dipicu oleh meningkatnya permintaan masyarakat, terutama selama periode Ramadhan dan Idul Fitri, sesuai dengan pola historisnya, sementara pasokan belum pulih sepenuhnya.

Perihal komoditas beras, pergeseran masa panen raya ke April 2024 mengakibatkan keterbatasan pasokan dan lonjakan harga di pasar.

Hal yang sama juga terjadi pada telur, dimana kenaikan harga terjadi karena harga jagung pakan yang tinggi.

Terbatasnya pasokan cabai rawit pasca panen raya Januari hingga Februari 2024 juga menjadi faktor utama dalam inflasi pada Maret 2024.

Selain itu, komoditas lainnya seperti angkutan udara, emas perhiasan, dan rokok kretek juga berkontribusi terhadap inflasi bulan tersebut.

“Namun demikian, masih tingginya pasokan komoditas tomat, ikan teri, cabai merah, dan bawang merah menjadi faktor penahan inflasi yang lebih tinggi secara bulanan,” ujarnya.

Baca Juga:  Pemerintah Pusat tak Usah Bantu, Pemprov Riau di Ambang Kebangkrutan karena Perilaku Koruptif

Sejalan dengan hal tersebut, secara tahunan inflasi Sulsel tercatat sebesar 2,75% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan angka nasional sebesar 3,05% (yoy).

“Laju inflasi tersebut masih berada dalam rentang sasaran inflasi nasional yaitu 2,5±1% (yoy). Pencapaian inflasi ini tidak terlepas dari sinergi berbagai pemangku kepentingan yang tergabung dalam kerangka Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID),” tandasnya.

Back to top button