Ekonom Senior: Prabowo Bakal Sulit Raih Ekonomi 8 Persen, Kecuali Berani Ganti Menperin AGK


100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, ekonom senior Prof Didik J Rachbini belum melihat adanya ‘tendangan’ yang berarti dari sisi ekonomi. Padahal, Prabowo mendambakan ekonomi menjulang 8 persen.

Dalam seminar daring bertajuk ‘Evaluasi kritis 100 hari Pemerintahan Prabowo bidang Ekonomi’, Rektor Universitas Paramadina sekaligus pendiri Indef ini, menyoroti lemahnya Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang dipimpin Agus Gumiwang Kartasasmita (AGK).

“Ekonomi Indonesia bisa tumbuh 8 persen, bolehlah sebagai cita-cita. Tapi beratlah melihat saat ini tak ada gebrakannya. Sektor industri itu kuncinya. Tapi malah mundur,” papar Prof Didik.

Malu-malu, pria berdarah Madura ini, mengatakan, sangat berat bagi tim ekonomi pilihan Prabowo untuk mencapai perekonomian 8 persen. Rasa-rasanya, perlu pergantian sejumlah menteri bidang ekonomi yang performanya jeblok. Salah satunya ya itu tadi, Menperin AGK.

Alasannya, selama memimpin Kemenperin, AGK dinilai tak punya prestasi. Harus segera diambil tindakan jika Presiden Prabowo serius ingin mengejar perekonomian 8 persen. 

“Kita tidak akan pernah mencapai perekonomian 8 persen bertahap sampai 2028, tanpa penguatan industri. Dalam 10 tahun ini, industri di bawah orang yang sama sekarang (AGK), hanya tumbuh 3-4  persen (industri). Bahkan pernah hanya 2 persen. Ini yang berat,” paparnya.

Dia pun mencontohkan Vietnam yang sukses melentingkan ekonomi ke level 7-8 persen. karena disokong ekspor melejit hingga di atas US$405 miliar. Dua kali lipat ekspor Indonesia sebesar US$200 miliar hingga US$250 miliar per tahun. “Kita tidak akan pernah capai 8 persen tanpa penguatan industri,” ungkapnya.

Kinerja industri Vietnam juga moncer, mampu tumbuh 9 persen hingga 10 persen. Alhasi, ekspor Vietnam meroket ke level 14-15 persen. Kondisi ini pernah dialami Indonesi di era 80-90’an. Kala itu, pertumbuhan ekonomi mencapai 7 persen. “Karena disokong industri yang tumbuh 9-10 persen dan ekspor meroket 20 persen,” papar Prof Didik.

Selain industri perlu digenjot agar ekspor melejit, Prof Didik, menyebut pentingnya investasi masuk. Tidak bisa lagi perekonomian Indonesia hanya mengandalkan dari konsumsi. Jika investasi deras masuk ke Indonesia, maka lapangan kerja semakin terbuka. “Seluruh diplomat dikerahkan untuk promosikan Indonesia ke investor,” imbuhnya.

Untuk menarik investor, kata Prof Didik, perlu adanya perbaikan dari sisi penegakan atau kepastian hukum. Saat ini, banyak investor lebih memilih untuk membangun bisnisnya di Vietnam ketimbang Indonesia.

Pada 1985, investor melihat Filipina buruk sekali. Kala itu zaman Marcos. Setelah jatuh, banyak investor pindah ke Indonesia.  “Investasi sangat bergantung penegakan hukum suatu negara. Saat ini, investasi di Indonesia senilai Rp14.000 triliun. Untuk mewujudkan ekonomi 8 persen, investasinya perlu digenjot 3-4 kali lipat,” pungkasnya.

 

Exit mobile version