News

Dirut PT SBS Ngaku Diwajibkan Setor Dana CSR ke Harvey Moeis Rp64 Miliar

Kamis, 24 Oktober 2024 – 21:51 WIB

Terdakwa Korupsi PT Timah Harvey Moeis. (Foto: Antara/Muhammad Ramdan).

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com

+ Gabung

Direktur Utama PT Sariwiguna Binasentosa (SBS), Robert Indarto setor Rp64 miliar ke Perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), Harvey Moeis melalui PT Quantum Skyline Exchange (QSE) milik Helena Lim.

Uang yang diminta oleh suami Aktris Sandra Dewi ini, sebagai biaya pengamanan hasil keuntungan dari penambangan timah Ilegal di wilayah PT Timah dengan dalih jasa peleburan timah dan CSR.

Mulanya, Robert mendengar informasi tersebut dari Direktur Utama PT SBS sebelumnya, almarhum Juan Setiadi. Kala itu, Juan yang masih hidup menyampaikan kepada Robert penyetoran dana CSR merupakan wajib.

“Ada bahasa, macam macam ini, ada bahasa CSR, ada biaya pengamanan. Itu pertama kali yang menyampaikan siapa?,” tanya salah satu jaksa KPK kepada Robert, di ruang sidang Pengadilan Tipikor, PN Jakarta Pusat, Kamis (24/10/2024).

Baca Juga:  Jamaah Asy-Syahadatain Indramayu Laksanakan Salat Idul Fitri Lebih Awal, Ini Alasannya

“Juan,” ungkap Robert.

“Apa penyampaian Juan pada saat itu?,” tanya jaksa lagi.

“Kita diwajibkan untuk membayar CSR,” ucap Robert.

“Oleh siapa?,” cecar Jaksa.

“Kata Juan oleh Harvey,” jawab Robert.

Advertisement

Kemudian, Robert menanyakan langsung kepada Harvey terkait dana CSR tersebut.  Harvey menjawab pembayaran dana CSR secara sukarela.

Robert memilih paket produksi peleburan timah paling murah yaitu 500 USD perton.  Namun, ia tidak membayar dana jasa peleburan timah CSR  sepenuhnya.Total uang dirinya setorkan ke PT Quantum Skyline Exchange (QSE) sebesar Rp64 miliar.

“Apa penyampaian Pak Harvey? Berapa hitungannya? patokannya ?,” tanya jaksa.

“USD 500 sampai 750 saya pilih yang 500 karena paling murah,” ucap Robert.

“Oh tadi sukarela tapi ada batasnya ?,” tanya jaksa.

“Ya, 500 sampai 750,” kata Robert.

“Pada akhirnya berapa total?,” cecar  Jaksa.

“Sekitar Rp 64 miliar, kira kira segitu saya juga tidak setor full,” ucap Robert.

Baca Juga:  Terminal Kampung Rambutan Mulai Diserbu Pemudik Jelang Lebaran, Rute Favorit Wilayah Jabar

Sebelumnya diberitakan,  Terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) mengaku telah menginisiasi pengumpulan dana tanggung jawab sosial dan lingkungan atau corporate social responsibility (CSR) dari empat smelter swasta.

Harvey, saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, mengungkapkan dana tersebut dikumpulkan untuk kas sosial yang bertujuan memperhatikan masyarakat dan sosial dalam kegiatan pertambangan para smelter.

“Ini disepakati bersama dan sifatnya sukarela, tidak ada hitam di atas putih,” kata Harvey.

Meski sifatnya sukarela, ia mengatakan terdapat acuan pengumpulan dana sebesar 500 dolar Amerika Serikat (AS) per ton berdasarkan produksi logam masing-masing smelter swasta.

Adapun keempat smelter swasta dimaksud, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.

Sementara itu, kata dia, PT RBT tak ikut mengumpulkan dana CSR lantaran berjalan sendiri dalam program sosial itu, sesuai arahan Direktur Utama PT RBT Suparta.

Baca Juga:  Jaksa KPK Cecar Wahyu Terkait Sumber Uang Suap Harun Masiku dari Hasto

Kendati demikian, Harvey menegaskan tak pernah menyebutkan dana yang dikumpulkan itu sebagai dana CSR, melainkan kas sosial. Pasalnya, ia menjelaskan program CSR merupakan tanggung jawab masing-masing perusahaan, bukan pengumpulan dana beberapa perusahaan.

Istilah dana CSR, menurut dia, baru muncul saat penyidikan kasus dugaan korupsi timah dan dipakai konsisten semua pihak hingga sekarang.

“Saya sempat menyanggah juga sebenarnya adanya istilah itu ketika diperiksa. Tapi akhirnya saya ikut saja kalau memang itu hanya istilah,” ungkapnya.

Adapun perbuatan para terdakwa diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp300 triliun. Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.
 

Topik

BERITA TERKAIT

Back to top button