Didesak Usut Dugaan Korupsi PT Pupuk Indonesia, Lagi-lagi KPK Cuma Bisa Bilang Nanti

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyadari banyak desakan dari berbagai pihak agar laporan masyarakat terkait dugaan manipulasi laporan keuangan PT Pupuk Indonesia senilai Rp8,3 triliun segera diproses dan ditingkatkan ke tahap penyidikan, tapi hingga kini cuma kata ‘nanti’ yang bisa dijawab lembaga antirasuah.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menjelaskan laporan tersebut telah memasuki tahap telaah selama 30 hari kerja, dan berpeluang diperpanjang hingga lebih dari satu setengah bulan.
“Ya kami mengapresiasi dan memahami semua pihak yang menginginkan setiap perkara yang dilaporkan untuk bisa ditindaklanjuti di tingkat penyidikan. Bahwa setelah dilaporkan sampai dengan saat ini sudah 30 hari, tentunya masa penerimaan laporan itu bisa juga dilakukan perpanjangan bila dibutuhkan. Saya sering menceritakan pada rekan-rekan umumnya atau normalnya di PLPM itu sekitar 1,5 bulan,” kata Tessa kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (16/4/2025).
Menurut Tessa, pelaporan kasus di Direktorat Pelayanan Laporan Pengaduan Masyarakat (PLPM) memerlukan waktu yang cukup panjang. Prosesnya meliputi tahap verifikasi, telaah, pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket), hingga pelimpahan ke Kedeputian Penindakan untuk kemudian ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan dan penyidikan.
“Dan bila memang dibutuhkan maka laporan akan dimintakan kembali untuk memenuhi dokumen-dokumen atau hal-hal lain yang dibutuhkan untuk penguatan laporan tersebut untuk bisa ditingkatkan ke penyelidikan,” ucapnya.
Tessa menambahkan, pihaknya belum bisa mengungkap perkembangan penanganan kasus tersebut karena prosesnya bersifat tertutup dan rahasia, terutama selama masih dalam tahap PLPM hingga penyelidikan. Informasi baru akan disampaikan ke publik ketika perkara sudah naik ke penyidikan dan penetapan tersangka.
“Apakah sudah berhasil naik ke tingkat penyidikan atau memang masih diperlukan dokumen-dokumen tambahan itu saya belum bisa buka saat ini,” ucapnya.
Dia meminta semua pihak untuk tidak khawatir, karena laporan yang masuk pasti akan ditindaklanjuti oleh KPK, meskipun belum bisa dipastikan kapan hasilnya akan diumumkan.
“Tetapi jangan khawatir, semua pelaporan akan tetap diproses dan ditindaklanjuti oleh KPK,” ucapnya.
Sebelumnya, pengamat hukum dari Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf, mendesak KPK untuk segera mempercepat proses penanganan dugaan korupsi manipulasi laporan keuangan PT Pupuk Indonesia sebesar Rp8,3 triliun.
“KPK memang harus mempercepat proses dugaan manipulasi dana Rp8,3 triliun,” kata Hudi saat dihubungi Inilah.com, Selasa (15/4/2025).
Menurut Hudi, apabila benar KPK tidak takut mengusut kasus ini sebagaimana disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, maka perkembangan penanganannya seharusnya disampaikan secara transparan ke publik.
Apalagi, lanjut Hudi, KPK merupakan lembaga yang bekerja untuk rakyat dan dibiayai oleh pajak masyarakat.
“Semua dugaan kasus korupsi segera ditangani dan transparan hasilnya disampaikan ke publik. Kalau bersih kan tidak takut, KPK bekerja untuk rakyat karena mereka digaji oleh rakyat dan uang rakyat yang diduga dimanipulasi,” jelasnya.
Diketahui, kasus ini mencuat setelah Etos Indonesia Institute mengungkap dugaan manipulasi laporan keuangan PT Pupuk Indonesia yang diduga merugikan negara hingga Rp8,3 triliun. Kejaksaan Agung pun didesak segera memeriksa Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT Pupuk Indonesia terkait temuan tersebut.
“Dugaan ini bukan sekadar opini, melainkan berdasarkan data yang kami peroleh. Oleh karena itu, kami mendesak Kejaksaan Agung, khususnya Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), untuk segera memeriksa Dirut dan Direktur Keuangan PT Pupuk Indonesia,” ujar Direktur Eksekutif Etos Indonesia, Iskandarsyah, dikutip Senin (17/3/2024).
Iskandarsyah menjelaskan, berdasarkan audit independen ditemukan selisih dalam laporan keuangan sebesar Rp8,3 triliun. Hal itu diperburuk dengan temuan rekening yang tidak disajikan dalam neraca, termasuk transaksi tunggal senilai hampir Rp7,98 triliun.
“Angka tersebut terdiri dari jumlah kas yang dibatasi penggunaannya sebesar Rp707,87 miliar dan penempatan deposito berjangka sebesar Rp7,27 triliun,” ungkapnya.