Daya Saing Indonesia Melorot 13 Peringkat, Kememperin Salahkan Produk Asing

Institut Internasional untuk Pengembangan Manajemen (IMD) merilis hasil riset World Competitiveness Ranking (WCR) 2025 yang menyebutkan, daya saing Indonesia turun 13 peringkat ke posisi 40 secara global. Bagi Kementerian Perindustrian (Kemenperin) penurunan daya saing itu dikarenakan faktor eksternal.
“Perang tarif itu kan membuat negara yang over-supply itu mencari pasar alternatif, dan pasar alternatif itu ada di Indonesia, dan itu kan artinya daya saing turun itu karena faktor eksternal. Kalau faktor internal, kalau kami lihat sih tidak,” kata Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif saat ditemui di Jakarta, Rabu (25/6/2025).
Disampaikan, dari sisi internal, efisiensi Indonesia masih dalam posisi yang bagus, tenaga kerja masih produktif, serta bahan baku sebagian besar masih tercukupi.
“Cuma karena ada faktor eksternal banyak gempuran produk impor jadi yang berharga murah,” kata dia lagi.
Sementara IMD menyatakan, daya saing Indonesia yang turun, dikarenakan dampak dari perang tarif yang terjadi.
“Pascapandemi, Indonesia merupakan salah satu negara dengan performa daya saing terbaik dalam peringkat WCR yang naik 11 peringkat. Kenaikan peringkat daya saing ini didongkrak dari nilai ekspor migas dan komoditi. Namun, saat ini peringkat daya saing Indonesia dan sejumlah negara Asia Tenggara anjlok imbas dari perang tarif yang ditujukan ke kawasan ini,” kata Direktur World Competitive Center (WCC) IMD Arturo Bris dalam pernyataan di Jakarta, Rabu (25/6/2025).
Dalam tiga tahun terakhir, Indonesia terus memperbaiki posisi dari peringkat 44 di 2022, naik ke peringkat 34 di 2023, hingga akhirnya ada posisi 27 pada 2024.
Dijelaskan dia, riset WCR 2025, mengukur tingkat daya saing 69 negara dunia menggunakan data keras dan hasil survei.
WCC memperhitungkan 262 informasi berupa 170 data eksternal dan 92 respons survei terhadap 6.162 responden eksekutif di tiap negara.
Berdasarkan survei, 66,1 persen eksekutif Indonesia menganggap kurangnya peluang ekonomi menjadi pendorong polarisasi.
Artinya, masalah ekonomi mendasar seperti infrastruktur yang tidak memadai, lembaga yang lemah, dan keterbatasan talenta SDM mesti mendapat porsi perhatian yang besar.
Untuk mengatasi hal ini, Lembaga Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia yang menjadi mitra WCC dalam penelitian ini menyarankan perlunya mengembangkan tenaga kerja produktif yang mampu meningkatkan daya saing ekonomi.
Indonesia juga perlu melakukan integrasi strategi dari hulu ke hilir. Sebab, kebijakan pemerintah menjadi pendukung daya saing jangka panjang.
“Oleh karena itu, efisiensi pemerintah jangan menjadi cita-cita ideal semata, tetapi harus dipraktikkan agar bisa membangun ketahanan ekonomi dan daya tarik investasi di tahun-tahun mendatang,” kata Bris.