Dosen Sosiologi Politik Universitas Jakarta (UNJ), Ubaidillah Badrun menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersikap tidak tegas dengan memberikan keistimewaan atau Privilege kepada Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
Hal ini terlihat dari keputusan KPK menunda pemeriksaan Hasto dari 6 Januari 2025 hingga setelah perayaan HUT PDIP pada 10 Januari 2025 mendatang.
Menurut Ubaid, tindakan ini justru memperburuk citra lembaga antikorupsi tersebut karena menunjukkan adanya perlakuan istimewa terhadap elite politik.
“Bisa juga beri privilege kepada elite karena KPK situasinya sudah terlalu terpuruk citra,” ujar Ubaid kepada Inilah.com di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (7/1/2025).
Ubaid juga mempertanyakan mengapa KPK membutuhkan waktu lama untuk menetapkan dan memanggil Hasto sebagai tersangka dalam kasus suap dan perintangan yang melibatkan Harun Masiku baru-baru ini. Baginya, hal ini mengindikasikan adanya nuansa politis yang kental, mengingat kasus tersebut sudah berlangsung selama lima tahun.
“Tidak segera ditersangkakan, mengundang sekian lama, ada apa? Kenapa yang lama tidak menetapkan, yang baru menetapkan tersangka? Maka tidak bisa menghindari tafsir bahwa penetapan tersangka itu menjadi sangat politis,” jelasnya.
Hasto Minta Pemeriksaan Diundur
Sebelumnya, Hasto meminta agar pemeriksaannya dijadwalkan ulang setelah perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-52 PDIP pada 10 Januari 2025. Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi Hukum sekaligus Tim Hukum Hasto, Ronny Talapessy, menyatakan bahwa kliennya taat hukum dan akan mengikuti semua proses hukum setelah peringatan tersebut.
“Bapak Hasto Kristiyanto taat pada hukum dan akan mengikuti semua proses hukum. Namun, kami mohon kepada KPK untuk dapat dijadwalkan ulang setelah tanggal 10 Januari 2025,” ujar Ronny dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (6/1/2025).
Ronny juga menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik KPK terkait penjadwalan ulang itu. “Kami menyerahkan kepada KPK soal penjadwalan ulang itu,” tambahnya.
Sementara itu, KPK meminta Hasto untuk menepati janji hadir pada pemeriksaan tim penyidik setelah perayaan HUT PDIP pada 10 Januari 2025. Sebelumnya, Hasto tidak hadir dalam pemeriksaan pada 6 Januari 2025 dengan alasan persiapan acara tersebut.
“Tentunya apabila yang bersangkutan sudah menyepakati tanggal pemeriksaan berikutnya dengan penyidik, itu seyogyanya perlu ditaati oleh yang bersangkutan,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, kepada wartawan, Senin (6/1/2025).
Tessa mengingatkan, jika Hasto kembali absen tanpa alasan yang sah pada pemeriksaan berikutnya, tim penyidik KPK dapat mempertimbangkan opsi penangkapan. Aturan ini tercantum dalam KUHAP untuk tersangka yang mangkir lebih dari dua kali.
“Bagi tersangka (dua kali mangkir tanpa memberikan alasan), maka penyidik bisa mengeluarkan surat perintah penangkapan,” tegas Tessa
Hasto bersama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah resmi diumumkan sebagai tersangka pada Selasa (24/12/2024) lalu.
Dalam kontruksi kasus, dugaan suap terkait proses Pergantian Antar Waktu (PAW) DPR RI, Hasto diduga menyokong dana suap sebesar Rp 600 juta kepada Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Dana tersebut disalurkan melalui Harun Masiku, Donny Tri Istiqomah, dan Saeful Bahri untuk meloloskan Harun menjadi anggota DPR melalui mekanisme PAW.
Selain itu, Hasto juga diduga melakukan perintangan penyidikan dengan mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan tidak benar, memerintahkan penghancuran bukti berupa ponsel, dan membantu Harun Masiku melarikan diri.
Atas perbuatannya, Hasto dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b dan Pasal 21 atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.