Bisnis Bank Makin Ketat, OJK Sebut Masih Ada BPR dan BPRS yang Berpeluang Dicabut Izinnya

Terkait 20 Bank Perekonomian Rakyat (BPR dan BPR Syariah (BPRS) yang dicabut izinnya sepanjang 2024, Otoritas Jasa Keuangan(OJK) menyebut masih berpeluang bertambah. Semuanya bergantung kondisi keuangan masing-masing.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan, OJK tidak bisa memprediksi BPR-BPRS mana yang nantinya akan mengalami pencabutan izin usaha (CIU) pada tahun ini.
“Hal ini dipengaruhi oleh situasi BPR-nya, yaitu penyehatan yang dilakukan oleh pengurus dan pemegang saham pengendali (PSP) BPR-BPRS, serta tindakan pengawasan yang dilakukan oleh OJK dalam rangka menegakkan ketentuan perbankan,” kata Dian dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK Bulan Desember 2024 di Jakarta, Selasa (7/1/2025).
Bagi BPR-BPRS yang berada dalam proses penyehatan, Dian memaparkan, langkah-langkah korektif yang diterapkan meliputi penambahan setoran modal, aksi korporasi hingga konsolidasi yang dilakukan selama BPR-BPRS dalam status penyehatan.
Pelaksanaan rencana tindak lanjut atau action plan ini, kata Dian, juga menjadi faktor penentu apakah status BPR-BPRS dapat normal kembali, atau berubah menjadi bank dalam resolusi.
Ia mengingatkan, UU P2SK telah mengamanatkan soal pembatasan status bank dalam penyehatan, maksimal setahun. Apabila upaya penyehatan selama satu tahun gagal, maka status bank harus diubah menjadi bank dalam resolusi atau dalam pengertian diserahkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Apabila BPR-BPRS menghadapi masalah serius yang membahayakan kelangsungan usahanya dan memungkinkan dilakukan proses penyehatan, maka sesuai dengan kerangka exit policy, LPS akan memutuskan untuk menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPR-BPRS dalam resolusi.
“Karena LPS kan sekarang tidak hanya sebagai juru bayar, tetapi juga dia bisa memiliki alternatif untuk melakukan penyehatan atau tidak melakukan penyehatan, tergantung kondisinya BPR-nya yang seperti apa,” kata Dian.
Jika LPS memutuskan untuk tidak bisa menyelamatkan BPR-BPRS dalam resolusi, selanjutnya OJK akan melakukan pencabutan izin usaha (CIU) sebagai langkah terakhir. Dian mengatakan, CIU pada BPR-BPRS kebanyakan didorong oleh adanya permasalahan yang tidak bisa diatasi lagi seperti fraud.
“Sebagai catatan saja, sebagian besar penyebab CIU atau pencabutan izin usaha pada BPR-BPRS itu utamanya adalah penerapan tata kelola yang tidak optimal sehingga berujung pada terjadinya tindakan fraud management,” kata Dian.
Dalam menghadapi penyimpangan terhadap ketentuan perbankan tersebut, OJK pun akan melakukan tindak lanjut termasuk penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undang yang berlaku.
Sepanjang 2024, OJK telah melakukan pencabutan izin usaha terhadap 20 BPR-BPRS. Ini dilakukan untuk menjaga dan memperkuat industri BPR-BPRS serta melindungi kepentingan konsumen setelah PSP BPR/S tidak mampu melakukan upaya penyehatan.
BPR-BPRS yang dicabut izin usahanya pada 2024 antara lain PT BPR Arfak Indonesia, PT BPR Kencana, PT BPR Pakan Rabaa Solok Selatan, PT BPR Duta Niaga, PT BPRS Kota Juang Perseroda, PT BPR Nature Primadana Capital, PT BPR Sumber Artha Waru Agung, PT BPR Lubuk Raya Mandiri, PT BPR Bank Jepara Artha, dan PT BPR Dananta.
Kemudian, PT BPRS Saka Dana Mulia, PT BPR Bali Artha Anugrah, PT BPR Sembilan Mutiara, PT BPR Aceh Utara, PT BPR EDCCASH, Perumda BPR Bank Purworejo, PT BPR Bank Pasar Bhakti, PT BPR Madani Karya Mulia, PT BPRS Mojo Artho, serta Koperasi BPR Wijaya Kusuma.