Market

Bikin Rusak Lingkungan, Putusan MA Larang Anak Usaha Harita Group Menambang Nikel di Pulau Wawonii


Praktik tambang nikel di Indonesia selalu menjadi sorotan banyak pihak. Karena menimbulkan kerusakan lingkungan yang cukup dahsyat. Ini jelas merugikan negara.

Namun, Sekretaris Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Hengki Seprihadi mengaku optimistis, masih ada pihak-pihak yang pro lingkungan.

Dia mengapresiasi putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 403 K/TUN/TF/2024 yang mengabulkan kasasi Pani Arpinadi terhadap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan PT Gema Kreasi Perdana (GKP), tambang nikel yang beroperasi di Pulau Wawonii, Kabupaten Kepulauan Konawe,  Sulawesi Tenggara (Sultra).

“Alhamdulillah, perjuangan Pari Arpinadi, seorang warga untuk menyelamatkan Pulau Wawonii membuahkan hasil. Gugatan dia terhadap Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dikabulkan MA. Artinya sudah ada putusan hukum yang berkekuatan tetap,” kata Hengki, Jakarta,  Kamis (10/10/2024).

Baca Juga:  Ditanya Pergantian Dirjen Pajak dan Bea Cukai, Sri Mulyani Masuk Mobil, Suahasil: Tunggu Pengumuman

Putusan MA ini, menyusul dua putusan MA sebelumnya yang membatalkan pasal-pasal tambang dalam Perda RTRW di Pulau Wawonii, dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Dengan tiga putusan MA dan satu putusan MK, maka PT GKP tidak boleh lagi menambang. Perusahaan itu wajib merehabilitasi kawasan hutan yang telah rusak,” ungkap Hengki.

Kata dia, PT GKP ini, merupakan anak usaha dari Harita Group, kerajaan bisnis milik Lim Hariyanto Wijaya Sarwono, orang terkaya nomor 10 di Indonesia.

Perusahaan nikel milik Lim Hariyanto ini, menggenggam Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP)  di Pulau Wawonii, seluas 1.800 hektare (ha). Terbagi dua yakni 900 ha dan 955 ha.

Baca Juga:  Agar Ekonomi Menggeliat, Komisi VII DPR Dukung Mendagri Tito Izinkan Pemda Rapat di Hotel

Meski sudah ada putusan MA dan MK, kata dia, PT GKP tetap saja melakukan penambangan nikel di Pulau Wawonii. Aparat kepolisian seakan menutup mata atas perilaku melawan hukum yang dilakukan PT GKP.

“Aktivitas GKP ini pun terkesan malah dibiarkan berlangsung oleh oknum aparat penegak hukum setempat. Mulai dari Pemda tingkat kecamatan, kabupaten hingga tingkat provinsi, serta pusat tak seirama, membiarkan perbuatan GKP itu,” ungkap Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman.

Sejatinya, lanjut Yusri, Direktorat Jenderal Mineral dan Batu bara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, telah membekukan IUP milik PT GKP. Karena terlalu lama tidak menyerahkan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) pada awal 2022.

Baca Juga:  Istana: Pencabutan IUP 4 Tambang di Raja Ampat Bagian dari Penertiban Sejak Januari

Pada Maret hingga April 2024, masyarakat Kepulauan Konawe mengirim video berisi tindakan semena-mena PT GKP melakukan kegiatan penambangan, tanpa memedulikan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.

“Secara terang-terangan, GKP memuat bijih nikel sebanyak 7 tongkang. Anehnya, oknum aparat bukan hanya membiarkan, tetapi malah melindunginya,” kata Yusri. 

Padahal, lanjut Yusri, mantan Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif membeberkan penerbitan IUP PT GKP di Pulau Wawonii dan Pulau Kabena, menunjukkan ketidakwajaran. Pasalnya, luasan IUP di kedua pulau itu mencakup hampir seluruhnya. “Pertengahan September 2023, putusan PTUN Jakarta membatalkan izin pinjam pakai penggunaan kawasan hutan (IPPKH) anak perusahaan Harita Group itu,” ungkap Yusri. 

Back to top button