Market

Beras Medium dan Premium tak Kena PPN 12 Persen, Menko Zulhas: Jangan Sebar Info Simpang Siur


Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menjamin beras premium maupun beras medium tidak akan terkena penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.

Jaminan tersebut ia sampaikan melalui unggahan video di akun Instagram miliknya, @zul.hasan.

“(Beras) medium, premium, enggak kena, aman. Tidak ada kena pajak apapun yang 12 persen,” kata Zulhas, sapaan akrabnya.

“Jangan menebar informasi simpang siur. Beras medium maupun premium tidak terkena PPN 12 persen,” imbuhnya.

Hal tersebut kembali ia tegaskan saat berbicara kepada wartawan di Kantor Kemenko Pangan di Graha Mandiri, Jakarta, Senin (23/12/2024). Eks Ketua MPR RI itu menilai ada kesalahan pengertian nama perihal jenis beras yang terkena penyesuaian tarif PPN 12 persen.

“Jadi beras premium, medium tidak kena. Nah yang kena itu yang suka makan Jepang. Shirataki ya kayaknya seperti itu iya,” kata Zulhas.

“Yang dalam negeri itu tidak ada yang kena. Kecuali ada beras tadi itu yang secara khusus seperti beras Jepang,” lanjutnya.

Baca Juga:  Pajak Tahun Ini Diramal Jeblok Rp130 triliun, Kinerja Dirjen Pajak Dipersoalkan

Dalam keterangan pers beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah terus berupaya menjaga daya beli masyarakat dan menstimulasi perekonomian melalui berbagai paket kebijakan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan, salah satunya dari sisi perpajakan.

Sri Mulyani menjelaskan, pajak merupakan instrumen penting bagi pembangunan. Dalam pemungutannya selalu mengutamakan prinsip keadilan dan gotong-royong. Prinsip ini juga mendasari penerapan kebijakan PPN 12 persen yang bersifat selektif untuk rakyat dan perekonomian.

“Keadilan adalah di mana kelompok masyarakat yang mampu akan membayarkan pajaknya sesuai dengan kewajiban berdasarkan undang-undang, sementara kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi bahkan diberikan bantuan. Di sinilah prinsip negara hadir,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers bertajuk ‘Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan’ di Jakarta, Senin (16/12/2024).

Selain adil, stimulus ini juga mengedepankan keberpihakan terhadap masyarakat. Keberpihakan itu dapat dilihat dari penetapan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat banyak seperti kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum tetap dibebaskan dari PPN (PPN 0 persen).

Baca Juga:  Di Tengah Badai PHK, Koperasi Merah Putih Sebut Bisa Serap 1,6 Juta Tenaga Kerja

Namun, barang yang seharusnya membayar PPN 12 persen antara lain tepung terigu, gula untuk industri, dan MinyaKita (dulu minyak curah) beban kenaikan PPN sebesar 1 persen akan dibayar oleh Pemerintah (DTP). Sedangkan penyesuaian tarif PPN akan dikenakan bagi barang dan jasa yang dikategorikan mewah, seperti kelompok makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan berstandar internasional yang berbiaya mahal.

Selain itu, pemerintah juga memberikan stimulus dalam bentuk berbagai bantuan perlindungan sosial untuk kelompok masyarakat menengah ke bawah (bantuan pangan, diskon listrik 50 persen, dan lain-lain), serta insentif perpajakan seperti, perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5 persen untuk UMKM; Insentif PPh 21 DTP untuk industri pada karya; serta berbagai insentif PPN dengan total alokasi mencapai Rp265,6 triliun untuk tahun 2025.

Baca Juga:  Meski Masih Batas Aman, Pemerintah Diminta Hati-hati Kelola Utang

“Insentif perpajakan 2025, mayoritas adalah dinikmati oleh rumah tangga, serta mendorong dunia usaha dan UMKM dalam bentuk insentif perpajakan. Meskipun ada undang-undang perpajakan dan tarif pajak, namun pemerintah tetap peka untuk mendorong barang, jasa dan pelaku ekonomi,” kata Sri Mulyani.

Pemerintah juga akan terus mendengar berbagai masukan dalam memperbaiki sistem dan kebijakan perpajakan yang berkeadilan. Menkeu berharap, dengan berbagai upaya ini, momentum pertumbuhan ekonomi dapat terus dijaga, sekaligus melindungi masyarakat, serta menjaga kesehatan dan keberlanjutan APBN.

“Ini adalah sebuah paket lengkap komprehensif. Dengan terus melihat data, mendengar semua masukan, memberikan keseimbangan dan menjalankan tugas kita untuk menggunakan APBN dan perpajakan sebagai instrumen menjaga ekonomi, mewujudkan keadilan dan gotong royong,” ujar Sri Mulyani.

 

Back to top button