Market

Bayu Krisnamurthi Tumbal Kasus Demurrage Impor Beras, PEPS Curigai Kepala Bapanas tak Dicopot


Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan menyebut, kekacauan impor beras yang terjadi saat ini, tanggung jawab Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang dinahkodai Arief Prasetyo Adi.

Pernyataan ekonom senior ini, merespons keputusan Menteri BUMN Erick Thohir mencopot Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog, Bayu Krisnamuthi pada Senin sore (9/9/2024).  Spekulasi berkembang terkait alasan pencopotan yang dadakan ini.

Bisa jadi terkait kasus demurrage beras impor yang berpotensi merugikan negara Rp294,5 miliar. Perkara ini menjadi tanggung jawab Perum Bulog dan Bapanas.

Seharusnya, kata Anthony, pemerintah juga mencopot kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi. 
“Bulog hanya berfungsi sebagai pelaksana impor beras, atas perintah Bapanas. Dengan kata lain, Bulog tidak bisa berinisiatif sendiri melakukan impor beras,” kata Anthony, Kamis (12/9/2024)

Semua rencana impor beras, lanjut dia, dikoordinasikan Bapanas, termasuk cara penggunaan transportasi impor dengan menggunakan kontainer, yang menyebabkan demurrage.

“Oleh karena itu, pihak yang paling bertanggung jawab atas kekacauan impor beras selama ini adalah Bapanas, baik jumlah kuantitas impor beras yang mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah, maupun tata cara yang diduga ada markup serta demurrage yang merugikan keuangan negara,” ungkap dia.

Baca Juga:  Gara-gara Lukisan Mural Willie Salim Viral di Medsos, Julian Hawel Dapat Job dari Bos Marimas

Anthony menyinggung Bapanas yang secara struktur berada langsung di bawah koordinasi dan kendali Presiden Jokowi. “Artinya, patut diduga keras, impor beras yang akhirnya mengakibatkan kerugian keuangan negara ini juga atas sepengetahuan Presiden (Jokowi),” ucap dia.

Oleh karena itu, dirinya menilai pencopotan Dirut Bulog hanya sebagai ‘kambing hitam’ atas kekisruhan impor beras ini, yang sebenarnya bukan tanggung jawab Dirut Bulog secara langsung.

“Tetapi, menteri BUMN tidak bisa mengganti Kepala Bapanas yang sebenarnya merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas kekisruhan impor beras, karena penggantian Kepala Bapanas merupakan wewenang Presiden. Dan dalam hal ini, Presiden nampaknya melindungi sepenuhnya Kepala Bapanas,” ujar dia.

Kasus Demurrage Impor Beras

Adalah Lembaga Studi Demokrasi Rakyat (SDR) , pelapor dugaan korupsi dalam importasi beras yang menimbulkan kerugian negara, akibat denda peti kemas (demurrage) senilai Rp294,5 miliar, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (3/7/2024).

Baca Juga:  Nasabah BPRS Gebu Prima yang Ditutup OJK Diharap Tenang, LPS Jamin Kembalikan Dana Simpanan

Direktur Eksekutif SDR, Hari Purwanto mengatakan, pihaknya telah dimintai keterangan maupun data oleh KPK, terkait dugaan korupsi ini. “Tentunya kami bersyukur karena tugas SDR sebagai bagian dari masyarakat sipil yang menjadi korban utama korupsi,” katanya.

Ia pun mengatakan laporan dugaan pelanggaran hukum kepada KPK tersebut dilakukan karena beras merupakan urusan hajat hidup orang banyak dan pengadaan pangan sangat penting untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

“Kehadiran SDR dengan pelaporan dugaan korupsi yang dilakukan oleh Bapanas dan Perum Bulog terkait beras impor serta demurrage sebagai pihak yang memperjuangkan hak bersama dengan unsur bangsa yang lain,” ujarnya.

Berdasarkan dokumen Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri menemukan adanya masalah dalam dokumen impor yang tidak proper dan komplit. Hal ini menyebabkan ada biaya demurrage atau denda di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten dan Jatim.

“Terdapat keterlambatan dan atau kendala dokumen impor yang tidak proper dan complate sehingga menyebabkan container yang telah tiba di wilayah Pabean/Pelabuhan tidak dapat dilakukan clearance,” bunyi dokumen itu.

Baca Juga:  Peduli Migran Sebagai Pendulang Devisa, Wamenkop Ferry Dorong Pembentukan Koperasi MIMS

Dalam dokumen menyebutkan, kebutuhan clearance di wilayah pabean atau pelabuhan, belum dapat dilakukan lantaran dokumen impor belum diterima, dan melebihi waktu yang telah ditentukan.

“Beberapa dokumen impor untuk kebutuhan clearance di wilayah pabean atau pelabuhan belum diterima melebihi tanggal estimate time arrival ETA/actual time arrival dan atau dokumen belum lengkap dan valid ketika kapal sudah sandar,” lanjut bunyi dokumen riviu tersebut.

Masalahnya tak berkutat soal dokumen. Hasil riviu juga membeberkan terjadinya kendala di sistem Indonesia National Single Windows (INWS) pada kegiatan Impor tahap 11 yang dilakukan Bulan Desember 2023.

Akibat tidak proper dan kompletnya dokumen impor serta masalah lainnya, menyebabkan biaya demurrage atau denda mencapai Rp294,5 miliar. Rinciannya, wilayah Sumut biaya demurragenya Rp22 miliar, DKI dan Banten Rp94 miliar, serta Jawa Timur Rp177 miliar. Kini bolanya di KPK, publik hanya bisa menunggu dan mengawal perkara ini. 

 

Back to top button