Basarnas Lambat Evakuasi Pendaki Brasil, DPR: Harus Jadi Pembelajaran Serius

Anggota Komisi V DPR RI Abdul Hadi mengungkapkan keprihatinan atas tewasnya pendaki asal Brasil Juliana Marins (27) yang jatuh di kawasan Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dirinya menyayangkan atas keterlambatan evakuasi korban yang memerlukan waktu hingga tiga hari sejak korban pertama kali melaporkan kondisinya.
“Publik berhak mempertanyakan lambatnya evakuasi ini. Bagaimana bisa dalam waktu kritis korban sempat memberi sinyal dan baru bisa dijangkau setelah tiga hari? Ini harus menjadi pembelajaran serius,” ujar Abdul Hadi kepada wartawan, Kamis (26/6/2025).
Menurutnya, Basarnas dan tim SAR memang dihadapkan pada tantangan medan ekstrem, kabut tebal, dan posisi korban di jurang sedalam 600 meter.
Dia pun memberi apresiasi atas dedikasi tim SAR di lapangan, tetapi menekankan bahwa kejadian ini harus dievaluasi secara mendasar agar standar tanggap darurat bisa lebih cepat dan lebih tepat.
“Sudah saatnya kita mengevaluasi dan memperbarui SOP evakuasi di kawasan pegunungan dan taman nasional. Latihan rutin dan pelibatan komunitas lokal harus ditingkatkan agar respons lebih sigap,” kata dia.
Selain itu, Abdul Hadi juga mendorong agar pemerintah memperkuat kapasitas dan teknologi SAR.
“Pengadaan drone pencari panas dan drone logistik berat harus menjadi prioritas, sekaligus memastikan seluruh pendaki, terutama wisatawan mancanegara, membawa pelacak GPS atau emergency beacon. Dengan begitu, upaya evakuasi bisa berlangsung lebih cepat dan akurat,” tutur dia.
Dia juga meminta adanya pusat komando terpadu dalam situasi darurat agar koordinasi antarinstansi Basarnas, taman nasional, TNI, Polri, BPBD, dan komunitas lokal lebih efektif dan berbasis data real-time.
“Kejadian ini harus menjadi momentum pembenahan menyeluruh agar tragedi serupa tidak terulang di masa depan,” jelasnya.
Sebelumnya, pendaki asal Brasil Juliana (27) yang terjatuh di Gunung Rinjani ditemukan tim SAR gabungan sudah dalam keadaan meninggal dunia pada Selasa (24/6/2025) di kedalaman jurang sekitar 600 meter.
Kepala Kantor SAR Mataram Muhamad Hariyadi mengatakan salah satu personel berhasil mencapai lokasi korban di jurang pada Selasa (24/6) sekitar pukul 18.00 Wita, di datum point.
“Setelah pemeriksaan awal, tidak ditemukan tanda-tanda kehidupan pada korban,” kata Hariyadi.
Konfirmasi status meninggal dunia diperkuat setelah tiga personel lainnya menyusul turun dan memastikan kondisi korban. Jenazah kemudian langsung dibungkus untuk persiapan evakuasi.
“Menyusul temuan ini, tim SAR yang berada di Last Known Position (LKP) atau lokasi terakhir korban terlihat, segera menyiapkan sistem evakuasi,” ucapnya.
Tujuh personel melakukan flying camp atau menginap di sekitar lokasi, dengan tiga orang di anchor point kedua (kedalaman 400 meter) dan empat orang lainnya berada di samping korban (kedalaman 600 meter).
Keputusan untuk menunda evakuasi dikarenakan kondisi cuaca yang tidak memungkinkan dan visibilitas yang sangat terbatas. Proses evakuasi dilanjutkan pagi hari ini, Rabu (25/6), dimana jenazah rencananya akan diangkat (lifting) terlebih dahulu ke atas (LKP).
“Kemudian dievakuasi dengan ditandu menyusuri rute pendakian menuju Posko Sembalun,” ujarnya.
Selanjutnya, kata dia, dari Posko Sembalun, jenazah akan dievakuasi menggunakan helikopter menuju RS Bhayangkara Polda NTB untuk penanganan lebih lanjut.
“Seluruh tim berharap proses evakuasi yang akan dilaksanakan pagi ini dapat berjalan lancar dan aman sesuai rencana,” katanya.