Terdakwa Richard Eliezer mempertanyakan soal kejujurannya yang dibalas dengan tuntutan 12 tahun penjara dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ia merasa kejujurannya dalam menjalankan peran justice collaborator (JC) berujung sia-sia.
Demikian disampaikannya dalam nota pembelaan atau pledoi bertajuk ‘Apakah Harga Kejujuran Harus Dibayar 12 Tahun Penjara?’ saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (25/1/2023).
Meski kecewa dengan tuntutan yang diterimanya, Richard menegaskan dirinya akan tetap berpegang teguh pada kejujurannya, sebab, kejujuran itu diyakini akan membawanya pada keadilan.
“Apakah saya harus bersikap pasrah terhadap arti keadilan atas kejujuran? Saya akan tetap berkeyakinan, bahwa kepatuhan, kejujuran adalah segala-galanya dan keadilan nyata bagi mereka yang mencarinya,” kata Richard.
Richard berharap, majelis hakim akan bertindak adil dan berkenan menjatuhkan putusan yang ringan atas perkara yang menjeratnya akibat mematuhi perintah atasan, sebagai bentuk pertimbangan atas status JC yang melekat pada dirinya.
“Kalaulah karena pengabdian saya sebagai ajudan menjadikan saya seorang terdakwa, kini saya serahkan masa depan saya pada putusan majelis hakim. Selebihnya saya hanya dapat berserah pada kehendak Tuhan,” ucap Richard.
Diketahui, dalam sidang sebelumnya, Richard dituntut jaksa 12 tahun penjara di kasus ini. Jaksa menyatakan Richard melanggar Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer.
“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana yang diatur dan diancam dalam dakwaan pasal 340 juncto pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP,” kata jaksa, pekan lalu.