Aturan Baru Relaksasi TKDN, Menperin Agus Gumiwang Bantah Pesanan Asing

Tak sedang bercanda, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasmita menyebut reformasi aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dilakukan bukan kebijakan tergesa-gesa, atau karena tekanan asing.
“Kami ingin tegaskan bahwa reformasi TKDN bukan karena latah, tidak reaktif, dan bukan pula karena tekanan. Ini sudah kami mulai sejak Februari 2025, jauh sebelum adanya dinamika yang berkembang belakangan ini,” kata Menperin Agus Gumiwang di Jakarta, Minggu (11/5/2025).
Politikus senior Partai Golkar ini, menyampaikan, reformasi TKDN merupakan bagian dari upaya jangka panjang pemerintah, untuk memperkuat industri nasional, melalui peningkatan penggunaan produk dalam negeri.
Kebijakan ini, kata dia, sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memperdalam struktur industri dan meningkatkan daya saing produk nasional.
“Kementerian Perindustrian telah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi TKDN, selama ini. Reformasi TKDN ini bertujuan agar kebijakannya lebih adaptif, transparan, dan memberikan manfaat optimal bagi pelaku industri di dalam negeri,” katanya.
Menperin Agus Gumiwang menyampaikan, pemerintah akan terus melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam pelaksanaan reformasi ini agar implementasinya berjalan efektif dan tepat sasaran.
Selain itu, lanut Menperin Agus Gumiwang, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Pemerintah yang baru diterbitkan, menegaskan kembali pentingnya kebijakan TKDN bagi industri dalam negeri.
Regulasi anyar itu, lanjut dia, menjadi landasan hukum yang memperkuat arah baru kebijakan TKDN, termasuk perbaikan mekanisme verifikasi, insentif bagi pelaku industri, dan penguatan pengawasan agar mendorong komitmen penggunaan produk dalam negeri di berbagai sektor.
Dengan langkah ini, pihaknya optimistis dapat mempercepat kemandirian industri nasional serta memperkuat ekosistem manufaktur dalam negeri.
Kemenperin dan perusahaan industri mengapresiasi munculnya empat sub ayat baru di pasal 66 Perpres Nomor 46 Tahun 2025, Mengatur urutan prioritas belanja pemerintah dan BUMN/BUMD.
Dalam beleid nyar itu, kata dia, pemerintah memprioritaskan dan wajib membeli produk ber-TKDN atau PDN dibandingkan produk impor. Adapun urutan prioritas belanja pemerintah atas produk ber-TKDN dan PDN, sesuai pasal 66 Perpres No 46 Tahun 2025, adalah sebagai berikut:
1. Jika ada produk yang penjumlahan skor TKDN dan BMP (Bobot Manfaat Perusahaan) lebih dari 40 persen, maka yang bisa dibeli pemerintah melalui PBJ adalah produk yang ber-TKDN di atas 25 persen.
2. Jika tidak ada produk yang penjumlahan skor TKDN dan BMP nya di atas 40 persen, tapi ada produk yang memiliki skor TKDN di atas 25 persen, maka produk yang memiliki skor TKDN di atas 25 persen, bisa dibeli pemerintah melalui PBJ Pemerintah.
3. Jika tidak ada produk yang ber-TKDN di atas 25 persen, maka pemerintah bisa membeli produk yang ber-TKDN lebih rendah dari 25 persen.
4. Jika tidak ada produk yang bersertifikat TKDN, maka pemerintah bisa membeli PDN yang terdata dalam Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS).