Gunting Anggaran K/L Besar-besaran, PHRI: Musim PHK Hotel dan Restoran di Depan Mata

Program pemangkasan anggaran di kementerian dan lembaga (K/L) senilai Rp306 triliun, pastilah ada dampaknya.
Omzet bisnis perhotelan dan restoran. dipastikan terjun bebas. Kemudian mati yang berujung pemutusan hubungan kerja (PHK) di mana-mana.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi B Sukamdani menyebut, selama ini, bisnis hotel dan restoran sangat bergantung kepada acara atau event yang digelar pemerintah (K/L).
“Sebesar 40 persen pendapatan hotel dan restoran berasal dari pemerintah. Nilainya sekitar Rp24,8 triliun per tahun. Angka itu mencakup biaya jasa dan akomodasi rapat, serta kebutuhan lainnya,” ungkap Hariyadi, Jakarta, dikutip Sabtu (14/2/2025).
Dia mengatakan, belum diterapkan saja pemangkasan anggaran K/L, dampaknya sudah terasa. Misalnya, penurunan okupansi dan permintaan di kuartal pertama, selalu terjadi.
Menyusul dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) No 1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 pada 22 Januari 2025, menambah lesunya order.
“Begitu Inpres keluar, ya sudah langsung tidak ada. Tidak ada sama sekali bookingan dari pemerintah. Bahkan BUMN sudah ikut-ikutan. Padahal, BUMN tidak ada kaitannya. Dan pemerintah daerah juga kena pemotongan. Akhirnya daerah juga mengurangi kegiatan,” terang Hariyadi.
Dia mengingatkan pemerintah untuk memikirkan nasib pelaku usaha perhotelan dan restoran yang kehilangan penghasilan besar akibat program tersebut. Karena, jika perusahaan tak kuasa mengeluarkan biaya operasional ya pasti gulung tikar. “Ya, kalau situasinya seperti ini, pertama, kami harus mengurangi kapasitas. Belum tahu berkurangnya berapa. Tapi perkiraan 50 persen dari kapasitas,” ujarnya.
Artinya, lanjut Hariyadi, pemangkasan kapastias 50 persen melahirkan sejumlah konsekuensi. Yakni, pengurangan karyawan yang jumlahnya bisa 50 persen atau lebih.
“Nah ini juga tentunya hal yang tidak juga nyaman untuk karyawan juga nantinya. Tapi gimana kalau enggak ada tamunya, kan susah,” kata Hariyadi.
Di tengah beratnya kondisi ini, Hariyadi menegaskan, PHRI terus mencari solusi. Termasuk dengan menjalin kerja sama dan kolaborasi dengan banyak pihak. Misalnya, berkolaborasi dengan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), maskapai penerbangan bahkan Kementerian Pariwisata (Kemenpar).
“Kalau saya lihat secara umum, ini memang agak mengkhawatirkan. Karena beberapa pos yang seharusnya vital, enggak boleh dipotong, malah dipotong anggarannya. Nah, itu saya enggak tahu persis. nantinya seperti apa,” kata Hariyadi.