Angka kelahiran Korea Selatan akan menunjukkan kenaikan pada 2024 untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun, menyusul peningkatan kembali jumlah pernikahan yang tertunda karena pandemi COVID-19.
Negara yang telah dilanda kemelut politik setelah pemakzulan Presidennya Yoon Suk Yeol ini telah mencatat tingkat kesuburan terendah di dunia, tetapi jumlah bayi baru lahir antara Januari 2024 dan November 2024 naik 3 persen dari tahun sebelumnya menjadi 220.094. Demikian dalam data bulanan pemerintah yang diungkapkan Rabu (22/1/2025).
Pada 2023, jumlah bayi baru lahir turun sebesar 7,7 persen, penurunan ini sudah berlangsung selama delapan tahun berturut-turut dan mengakibatkan tingkat kesuburan tahunan sebesar 0,72, yang terendah secara global. Peningkatan ini terjadi seiring bertambahnya jumlah pernikahan pada 2023, menandai peningkatan pertama dalam 12 tahun setelah banyak pasangan menunda pernikahan selama pandemi.
Di negara Asia, terdapat korelasi tinggi antara pernikahan dan kelahiran, dengan selang waktu satu atau dua tahun, karena pernikahan sering dianggap sebagai prasyarat untuk memiliki anak. Dalam survei pemerintah tahun lalu, 62,8 persen warga Korea Selatan menentang kelahiran di luar nikah, meskipun jumlah tersebut turun dari 77,5 persen yang terlihat satu dekade lalu.
Populasi yang menyusut dan menua menjadikan Korea Selatan sebagai masyarakat yang sangat tua. Di negara tetangga China, jumlah kelahiran naik 5,8 persen menjadi 9,54 juta pada 2024, juga didorong oleh penundaan pernikahan karena pandemi.
Jumlah pernikahan di Korea Selatan pada periode Januari hingga November melonjak 13,5 persen menjadi 199.903. Angka tersebut, kecuali jika terjadi perubahan pada Desember, akan menandai peningkatan tahunan terbesar sejak tahun 1980.
Tahun lalu, Korea Selatan meluncurkan berbagai langkah untuk mendorong kaum muda menikah dan memiliki anak, setelah Presiden mengumumkan krisis demografi nasional dan rencana untuk membuat kementerian baru yang dikhususkan untuk mengatasi tingkat kelahiran rendah.
Sebagian besar tindakan tersebut berupa dukungan finansial melalui pemotongan pajak dan subsidi, yaitu pemotongan pajak satu kali sebesar 500.000 won (Rp5,6 juta) per orang untuk pasangan yang menikah antara 2024 dan 2026, meskipun pemerintah telah mengatakan akan mencoba mengambil pendekatan yang lebih komprehensif.