Di usia 10 tahun, Isaev mulai berlatih gulat secara formal di sebuah gym kecil di desanya. Pelatihnya, Abdul Magomedov, segera menyadari bahwa anak ini memiliki bakat luar biasa. “Dia punya kombinasi kekuatan dan ketekunan. Tetapi yang paling penting, dia tidak pernah menyerah,” kata Abdul.
Selasa, 31 Desember 2019, adalah malam di mana Ali Isaev memahat kuat namanya di pilar sejarah MMA dunia. Di final kelas berat Professional Fighters League (PFL), Isaev berhadapan dengan Jared Rosholt, seorang petarung berpengalaman. Arena Madison Square Garden di New York dipenuhi sorak-sorai penonton saat Isaev melancarkan kombinasi serangan mematikan yang memaksa wasit menghentikan pertandingan di ronde keempat. Pertarungan itu mengantarkan Isaev menjadi juara kelas berat PFL, menyegel hadiah satu juta dolar AS—sekitar Rp16,18 miliar rupiah dalam kurs 4 Januari 2025. Yang paling penting, ia kembali menegaskan bahwa Dagestan adalah gudang para petarung dunia!
Namun, siapa sebenarnya Ali Isaev? Bagaimana seorang anak dari Dagestan—tanah para petarung—membangun jalan menuju puncak karier MMA, sebuah olahraga yang semakin mencuat di dunia?
Tumbuh di Antara Pegunungan dan Tradisi
Ali Isaev lahir pada 18 Desember 1983 di Makhachkala, Dagestan. Kota ini, yang terletak di bawah bayang-bayang pegunungan Kaukasus, dikenal sebagai tanah kelahiran para juara, khususnya dalam olahraga gulat. Isaev tumbuh dalam lingkungan di mana anak-anak menganggap gulat bukan sekadar olahraga, tetapi bagian dari identitas. “Di sini, gulat adalah warisan. Setiap keluarga memiliki cerita tentang pahlawan mereka di arena,” kata Isaev dalam sebuah wawancara.
Sebagai anak sulung dari tiga bersaudara, Isaev sering diminta membantu pekerjaan rumah tangga, seperti mengangkut kayu bakar atau merawat ternak. Namun, ia selalu meluangkan waktu untuk bergulat dengan teman-temannya di tanah lapang. Ibunya, seorang guru sekolah, kerap khawatir melihat tubuhnya penuh luka lebam. “Saya pikir, dia hanya akan bermain seperti anak lain. Tapi Ali kecil sudah menunjukkan bahwa dia berbeda. Dia selalu ingin menang,” kenang ibunya.
Di usia 10 tahun, Isaev mulai berlatih gulat secara formal di sebuah gym kecil di desanya. Pelatihnya, Abdul Magomedov, segera menyadari bahwa anak ini memiliki bakat luar biasa. “Dia punya kombinasi kekuatan dan ketekunan. Tetapi yang paling penting, dia tidak pernah menyerah,” kata Abdul.
Gulat menjadi jalan Isaev menuju dunia. Di usia 23 tahun, ia memenangkan Kejuaraan Gulat Eropa, membawakan medali emas untuk Rusia. Namun, setelah mendominasi arena gulat selama bertahun-tahun, Isaev merasa ada tantangan lain yang harus ia taklukkan. Inspirasi datang dari video Fedor Emelianenko, legenda MMA Rusia. “Melihat Fedor bertarung, saya merasa inilah jalan saya selanjutnya. Saya ingin membawa gaya bertarung Dagestan ke MMA,” katanya.
Pada 2016, Isaev melakukan debutnya di dunia MMA. Ia memulai perjalanan dengan bertarung di Fight Nights Global, sebuah organisasi MMA Rusia. Empat pertarungan pertamanya berakhir dengan kemenangan. “Transisi dari gulat ke MMA adalah sesuatu yang sulit. Anda harus belajar menyerang, bertahan, dan bertarung di posisi yang berbeda. Tetapi Ali memiliki mentalitas pemenang,” ujar Magomed Shikhov, pelatihnya di Fight Nights Global.
Hampir Kalah, Hingga Detik-detik Terakhir
Pada 2019, Isaev bergabung dengan Professional Fighters League (PFL), salah satu promosi MMA terkemuka di dunia. Pertarungan debutnya melawan Valdrin Istrefi menjadi pembuka yang sempurna, di mana ia meraih kemenangan melalui keputusan juri. Pertarungan demi pertarungan, Isaev membuktikan bahwa ia bukan hanya seorang pegulat; ia adalah petarung lengkap.
Namun, momen paling mendebarkan terjadi pada semifinal PFL 2019. Melawan Denis Goltsov, Isaev dalam posisi tertinggal pada ronde terakhir. Dengan hanya beberapa detik tersisa, ia melancarkan serangan kombinasi yang memaksa wasit menghentikan pertandingan. “Itu adalah momen yang luar biasa. Saya tidak pernah menyerah, dan itu membuahkan hasil,” katanya.
Final melawan Jared Rosholt adalah klimaks yang sempurna untuk musim 2019. Dengan kombinasi serangan yang terarah, Isaev memaksa Rosholt menyerah di ronde keempat. “Kemenangan ini bukan hanya untuk saya, tetapi untuk Dagestan, keluarga saya, dan semua orang yang percaya pada saya,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Koneksi dengan Klan Dagestan
Sebagai petarung dari Dagestan, Isaev tidak bisa dilepaskan dari narasi besar para petarung wilayah ini yang mendominasi MMA global. Meskipun ia tidak berlatih di American Kickboxing Academy (AKA) seperti Khabib Nurmagomedov, Isaev sering berlatih bersama para petarung Dagestan lainnya di Makhachkala. “Kami saling mendukung. Ketika salah satu dari kami menang, itu adalah kemenangan untuk semua,” katanya.
Latihan di pegunungan Dagestan tetap menjadi bagian penting dari persiapannya. “Di sini, udara tipis dan medan yang keras membuat Anda lebih kuat, baik secara fisik maupun mental,” ujarnya. Ia percaya bahwa akar budayanya memberikan kekuatan tambahan saat bertarung.
Di luar arena, Isaev adalah seorang ayah dari dua anak. Ia sering berbagi waktu dengan mereka di rumah, mengajarkan nilai-nilai kerja keras dan disiplin. “Saya ingin anak-anak saya tahu bahwa kesuksesan datang dari pengorbanan,” katanya. Istrinya, Amina, mendukung penuh kariernya, meskipun sering khawatir setiap kali Isaev masuk ke arena. “Ali adalah pria yang tenang di rumah, tetapi berubah menjadi pejuang sejati di atas matras,” katanya.
Salah satu kebiasaan unik Isaev sebelum bertarung adalah mendengarkan musik tradisional Dagestan. “Itu membuat saya merasa dekat dengan rumah, memberi saya ketenangan sebelum menghadapi lawan,” katanya.
Setelah meraih gelar juara kelas berat PFL, Isaev tetap tidak terkalahkan dengan catatan 9-0-1. Meskipun ia kini bergabung dengan Bellator MMA, tujuannya tetap sama: menjadi yang terbaik di dunia. “Saya tidak bertarung untuk uang atau ketenaran. Saya bertarung untuk membuktikan kepada diri saya sendiri bahwa saya bisa melampaui batas,” katanya. []