Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata (Foto:Inilah.com/Rizki)
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata menjelaskan alasan dirinya mengajukan permohonan uji materiil atau judicial review (JR) terkait Pasal 36 dan 37 Undang-Undang KPK ke Mahkamah Kontitusi (MK).
Salah satu permohonanannya, Alex menjual nama koleganya Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dan bekas Ketua lembaga antirasuah, Firli Bahuri. Bagi dia, pasal tersebut menjadi rentan dipermasalahkan ketika insan KPK berhubungan dengan pihak berperkara di tengah menjalankan tugas.
“Namun pada pelaksanaan hubungan/pertemuan pegawai KPK dengan tersangka dalam pelaksanaan tugaspun menjadi rentan untuk dipermasalahkan, Misalnya dalam beberapa kasus,” tulis Alex dalam keterangan permohonan JR ke MK, dikutip Kamis (7/11/2024).
Alex awalnya, menyinggung pertemuan Firli Bahuri dengan eks Gubernur Papua mendiang Lukas Enembe di Jayapura pada akhir tahun 2022. Ia menjelaskan tujuan pertemuan itu agar Lukas mau diperiksa oleh tim KPK setelah tim Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengecek kondisi kesehatan Lukas.
“Pertemuan dilakukan secara terbuka bahkan dipublikasikan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan tugas sesuai perintah undang-undang, dan kemudian Firli Bahuri dianggap melanggar hukum sesuai pasal 36 UU KPK,” ucap Alex.
Kemudian, Alex membahas perihal pertemuan Firli dan eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) di lapangan bulutangkis di Gelanggang Olah Raga (GOR) kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat pada 2 Maret 2022. Ia menyebut, Firli kala itu sudah mengusir SYL secara halus
“Dimana Syahrul Yasin Limpo menemui Firli Bahuri pada saat berolahraga dan sebatas kesopansantunan Firli Bahuri menanggapi sewajarnya dan meminta Syahrul pulang,” katanya.
Akibat pasal 36, kata Alex, akhirnya Firli ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya dengan jerat berhubungan dengan pihak berperkara.
Lalu, Alex menyinggung, Ghufron yang menghubungi eks Sekjen Kementan Kasdi Subagyono pada Maret 2022. Ia menyebut, Ghufron menghubungi Kasdi hanya sekedar menyampaikan keluhan pegawai Kementan dengan inisial ADM yang tak kunjung mendapatkan persetujuan mutasi. Terlebih, kala itu Kasdi belum berstatus sebagai tersangka oleh KPK.
“Bahwa terdapat komunikasi antara terperiksa Nurul Ghufron yang menyampaikan keluhan kepada Saudara Kasdi (Maret 2022) yang notabene dilakukan jauh sebelum dan tidak ada sangkut pautnya dengan penetapan tersangka dan penanganan kasus korupsi di lingkungan Kementan,” katanya.
Alex pun menyayangkan, Dewas KPK menjatuhkan sanksi etik ringan kepada Ghufron pada September 2024 lalu.
Alex menjelaskan, pertemuannya dengan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Maret 2023. Ia menyebut Eko ingin melaporkan kasus dugaan korupsi terkait impor dan ditemani dua pegawai KPK lainnya. Terlebih, Eko belum berstatus tersangka kala itu.
“Dalam rangka menyampaikan laporan dugaan tindak pidana korupsi dan diterima secara resmi di kantor dengan disertai staf yang membidanginya yaitu staf Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM). Dan pada saat itu Eko Darmanto belum berstatus tersangka,” katanya.
Sebagaimana informasi, Alex mengajukan JR ke Mahkamah Kontitusi (MK) pada Senin, Kamis (7/11/2024). Selain Alex, pemohon lainnya yaitu Auditor Muda KPK Lies Kartika Sari dan Pelaksana pada Unit Sekretariat Pimpinan KPK Maria Fransiska.