Ada Benang Merah Opini WDP dan Dugaan Korupsi Impor Beras di Bapanas, KPK Jangan Makan Gaji Buta

Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (KPK) untuk Badan Pangan Nasional (Bapanas) Semester I-2024, rasa-rasanya berkaitan dengan dugaan korupsi impor beras.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mendalami kasus ini.
“Ya kalau menurut saya sih ada hubungan, ya. Kenapa laporannya ada pengecualian? Itu yang sangat perlu ditelusuri. Kenapa ada pengecualiannya?” ujar Hudi saat dihubungi Inilah.com, Jakarta, Minggu (5/1/2025).
Hudi juga mempertanyakan kasus impor beras yang ditangani KPK, yang hingga kini masih mandek di tahap penyelidikan. Ia mengingatkan, lembaga antirasuah ini tidak makan gaji buta. Mengingat anggaran KPK berasal dari pajak rakyat.
“Nah, ini yang saya sering sampaikan, ya. Aparat penegak hukum itu harus merah putih, ya. Mereka digaji oleh rakyat. Oleh karena itu, mereka harus membela kedaulatan pangan rakyat,” ucapnya.
Hudi menjelaskan, jika kasus ini berlarut-larut, rakyat akan semakin terbebani. Selain harus membayar pajak untuk menggaji KPK, masyarakat juga harus menghadapi harga kebutuhan pokok, terutama beras yang terus melonjak.
“Dengan kondisi seperti ini, rakyat harus membayar mahal lagi. Jadi rakyat rugi dua kali, membeli beras dengan harga naik, dan membayar biaya aparat penegak hukum yang tidak bekerja maksimal. Kan rugi,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun telah menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2024 kepada Presiden RI Prabowo Subianto.
Laporan IHPS I 2024 mengungkapkan sejumlah temuan, termasuk empat kementerian/lembaga (K/L) yang masih menerima opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Keempat K/L tersebut adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Bapanas.
Di sisi lain, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2023, yang mencakup 79 laporan keuangan K/L serta satu Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN).
“Laporan tersebut mengungkapkan berbagai temuan dan upaya perbaikan tata kelola keuangan negara selama Semester I-2024, termasuk evaluasi atas pengelolaan keuangan pemerintah pusat,” tulis keterangan Sekretariat Kabinet, Jumat (3/1/2025).
Sementara itu, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, memastikan bahwa pengusutan dugaan korupsi impor beras yang menyeret Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi, masih berjalan. Pernyataan ini menanggapi aksi massa dari Studi Demokrasi Rakyat (SDR) yang menagih janji KPK segera menetapkan Arief sebagai tersangka. SDR menduga lambannya penanganan kasus ini karena adanya lobi-lobi perkara.
“Pengusutan kasus dugaan korupsi terkait impor beras masih dalam proses dan sedang berjalan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku,” kata Tessa saat dihubungi Inilah.com, Jumat (18/10/2024).
Tessa meminta masyarakat bersabar karena barang bukti keterlibatan Kepala Bapanas Arief Prasetyo dalam kasus korupsi mark up dan demurrage impor beras masih terus dikumpulkan.
“Saat ini, kami terus melakukan pengumpulan bukti serta pendalaman terhadap informasi yang relevan,” jelasnya.
Juru bicara yang berlatar belakang penyidik itu juga membantah adanya lobi-lobi perkara antara pimpinan KPK dan Arief Prasetyo. Ia menegaskan, pengusutan kasus ini dilakukan secara profesional.
“KPK berkomitmen menangani setiap perkara secara profesional dan menjunjung tinggi prinsip keadilan,” tegasnya.
Dikabarkan, kasus dugaan korupsi impor beras yang menyeret Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan mantan Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi telah naik ke tahap penyelidikan. Informasi ini dibenarkan salah satu direktur di KPK.
“Sudah (kasus dugaan korupsi impor beras yang menyeret Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi naik ke tahap penyelidikan),” ujar sumber Inilah.com, Minggu (4/8/2024).