Market

Pesan Terakhir Faisal Basri Terkait Rencana Pemerintah Naikkan PPN 12 Persen


Mendiang ekonom senior Faisal Basri sudah beberapa kali mengingatkan pemerintah terkait risiko menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Beberapa hari sebelum tutup usia, Faisal kembali mengingatkan pemerintah tentang kenaikan pajak yang akan membebani semua lapisan masyarakat ini.

Berbicara dalam podcast bertajuk ‘Peninggalan Utang Menanti Pemerintah Baru’ di kanal YouTube INDEF yang diunggah sembilan hari lalu, Faisal menekankan pentingnya prinsip keadilan dalam penerapan pajak.

“Tugas negara itu hadir bukan untuk membela yang kaya, bukan untuk memberikan berbagai fasilitas kepada yang kaya,” kata Faisal seperti dikutip di Jakarta, Kamis, (5/9/2024).

Ekonom senior itu mengatakan, sistem pajak hadir sebagai sarana untuk mendistribusikan kekayaan di antara masyarakat. Menurut Faisal, pemerintah seharusnya menggunakan sistem ini untuk mengambil sebagian harta dari si kaya dan membagikannya kepada masyarakat, bukan sebaliknya.

Baca Juga:  Pantas Saja Asetnya Rp16.825 Triliun, GBK dan Aset Setneg Lain dalam Genggaman BPI Danantara

“Negara itu hadir untuk mengambil dari yang kaya untuk mendistribusikan kepada yang kurang mampu lewat mekanisme pajak,” ujar dia.

Sebelumnya, Faisal yang juga merupakan salah satu pendiri lembaga think tank Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) itu pernah meminta agar pemerintah membatalkan rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 2025. Dia menilai pemerintah perlu memikirkan cara lain menaikkan penerimaan, tanpa membebani masyarakat.

“Kalau menurut saya wajiblah ditunda,” kata Faisal saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu, (10/7/2024).

Dia mengatakan PPN adalah cara pintas pemerintah untuk menaikan penerimaan. Padahal, kata Faisal, pemerintah selama ini belum memaksimalkan penerimaan dari Pajak Penghasilan (PPh) Badan.

Baca Juga:  Prabowo Siap Kirim Tim Negosiasi ke AS untuk Tawar-menawar Tarif Trump

“PPN paling gampang, kalau PPh masih suka nilep-nilep,” katanya.

Faisal pun mempertanyakan prioritas pemerintah. Menurut dia, selama ini pemerintah kerap memberikan insentif pada korporasi besar, misalnya melalui tax holiday, atau tax deduction. Insentif, kata dia, juga sering diberikan kepada kalangan berpunya, misalnya lewat subsidi mobil listrik. Namun, insentif justru tidak diberikan kepada kelas menengah dan miskin.

 

Back to top button