10 Puisi tentang Politik dan Kritik Sosial dari Penyair Indonesia

Puisi menjadi salah satu media ekspresi untuk menyuarakan pandangan politik dan sosial.
Biasanya, para penyair akan menulis puisi tentang politik terkini yang digabungkan dengan keindahan bahasa dan metafora yang sangat kritis.
Melalui puisi, para penyair bisa menyuarakan pandangan terhadap sistem politik, ketidakadilan, penindasan, korupsi, atau ketidaksetaraan yang terjadi.
Berikut adalah deretan puisi tentang politik yang dibuat oleh para penyair ternama di Indonesia.
1. Diponegoro
Karya: Chairil Anwar
.
Di Masa Pembangunan Ini
Tuan Hidup Kembali
Dan Bara Kagum Menjadi Api
Di Depan Sekali Tuan Menanti
Tak Gentar. Lawan Banyaknya Seratus Kali.
Pedang di Kanan, Keris di Kiri
Berselempang Semangat Yang Tak Bisa Mati.
Maju
Ini Barisan Tak Bergenderang-Berpalu
Kepercayaan Tanda Menyerbu.
Sekali Berarti
Sudah Itu Mati.
Maju Bagimu Negeri Menyediakan Api.
Punah di Atas Menghamba
Binasa di Atas Ditindas
Sesungguhnya Jalan Ajal Baru Tercapai
Jika Hidup Harus Merasai
Maju, Serbu, Serang, Terjang
2. Kau
Oleh Nuke Hanasasmit
.
Lihat kami!
Kami mencoba kuat diatas kekurangan
Tak lelah banting tulang
Tapi kau?
Kau tak bersyukur dengan dirimu
.
Kau curi hak kami
Kau biarkan kami menderita
Tapi kau?
Seakan menari-nari diatas penderitaan kami
Lihat kami!
.
Apa tak kau lihat keringat kami?
Keletihan kami
Hanya demi sesuap nasi
Lihat negeri ini!
Sudah tiadakah hati?
.
Sudah tiadakah mata?
Hingga tak pernah kau lihat kami
Lalu, harus kemanakah kami?
Kami memang tak mampu balas dirimu
Karena Tuhan yang akan balas dirimu
3. Kau Menang Dalam Hati
Oleh Lathifa Rulia Sadyyah
.
Kecil hingga Besar kau mencari keberhasilan
Bodoh hingga Pintar kau merangkai kesuksesan
Kau gores dengan noda yang pilu
Demi sekejap kenikmatan yang tabu
.
Kepala demi Kepala menunggumu di belakang
Mengais sedikit sumbangan untuk sesuap nasi
Tidakkah kau terlalu melambung
Melampaui batas kerendahan hati
.
Dahulu kau cari mereka semua
Dahulu kau berjanji kepadanya
Dahulu kau susah payah bersama
Tapi sekarang Kau buang kami seperti tidak ada
.
Kemarin kau termangu seperti orang tak punya arah
Hari ini kau tersenyum seperti orang hebat
Besok kau akan menggonggong di depan pasrah
Lusa kau akan masuk ke dalam hutan yang penat
.
Kau berlari amat jauh seperti maling
Kau tidak tentram seperti angin topan
Semua itu kau rasakan sebagai balasan
Yang Maha Kuasa tentu akan melarang
4 Kepada Para Pemulung Desaku
Oleh Malik Abdul
.
Desaku terpencil di sudut sungai yang sepi
Masyarakat hidup pas-pasan tetapi penuh gaya
Seakan tak mau kalah dengan kemajuan kota
Mereka tak tahu apa itu halal
.
Mereka tak tahu apa itu haram
Sambil menyelam minum air
Sambil memulung mereka mencuri
Sambil mencuri mereka menari
.
Sambil menari mereka mengotori diri
Tiada satu pun cita-cita yang mulia diantara mereka
Karena mereka tiada mengenalnya
Ajaran agama pun tidak mereka anggap benar
Lantas siapakah yang harus berbenah
Para kiyai kah?
Atau mereka?
5. Negeriku
Oleh Gus Mus
.
Mana ada negri sesubur negeriku
Sawahnya tak hanya menumbuhkan padi, tehu dan jagung tapi juga pabrik, tempat rekreasi dan gedung
Prabot-prabot orang kaya di dunia dan burung-burung indah piaraan mereka berasal dari hutanku
Ikan-ikan pilihan yang mereka santap bermula dari lautku
Emas dan perak, perhiasan mereka digali dari tambangku
Air bersih yang mereka minum bersumber dari keringatku
.
Mana ada negeri sekaya negeriku
Majikan-majikan bangsaku memiliki buruh-buruh mancanegara
Brangkas-brangkas Bank ternama dimana-mana menyimpan harta-hartaku
Negeriku menumbuhkan konglomerat dan mengikis habis kaum melarat
Rata -rata pemimpin negeriku dan handai tolannya terkaya didunia
.
Mana ada negri semakmur negeriku
Penganggur-penganggur diberi perumahan, gaji dan pensiunan setiap bulan
Rakyat-rakyat kecil menyumbang negara tanpa imbalan
Rampok-rampok di beri rekomendasi, dengan kop sakti instansi
Maling-maling di beri konsesi
Tikus dan kucing dengan asik berkorupsi
6. Di Negeri Amplop
Oleh Gus Mus
.
Aladin menyembunyikan lampu wasiatnya “malu”
Samson tersipu-sipu, rambut keramatnya ditutupi topi “rapi-rapi”
David coverfil dan rudini bersembunyi “rendah diri”
Entah, andai Nabi Musa bersedia datang membawa tongkatnya
.
Amplop-amplop di negeri amplop mengatur dengan teratur
Hal-hal yang tak teratur menjadi teratur
Hal-hal yang teratur menjadi tak teratur
Memutuskan putusan yang tak putus
Membatalkan putusan yang sudah putus
Amplop-amplop menguasai penguasa
Dan mengendalikan orang orang biasa
.
Amplop-amplop membeberkan dan menyembunyikan
Mencairkan dan membekukan
Mengganjal dan melicinkan
Orang bicara bisa bisu
Orang mendengar bisa tuli
Orang alim bisa nafsu
.
Orang sakti bisa mati
Di negri amplop, amplop-amplop mengamplopi apa saja dan siapa saja.
7. Politisi Itu Adalah
Oleh W.S. Rendra
.
Para politisi berpakaian rapi.
Mereka turun dari mobil
langsung tersenyum
atau melambaikan tangan.
Di muka kamera televisi
mereka mengatakan
bahwa pada umumnya keadaan baik,
kecuali adanya unsur-unsur gelap
yang direkayasa oleh lawan mereka.
Dan mereka juga mengatakan
bahwa mereka akan memimpin bangsa
ke arah persatuan dan kemajuan.
.
“Kuman di seberang lautan tampak.
Gajah di pelupuk mata tak tampak.”
Itu kata rakyat jelata.
Tapi para politisi berkata:
“Kuman di seberang lautan harus tampak,
Gajah di pelupuk mata ditembak saja,
sebab ia mengganggu pemandangan.”
.
Ada orang memakai topi.
Ada orang memakai peci.
Ada yang memakai dasi.
Ada pula yang berbedak dan bergincu.
Kalau sedang berkaca
menikmati diri sendiri
para politisi suka memakai semuanya itu.
.
Semua politisi mencintai rakyat.
Di hari libur mereka pergi ke Amerika
dan mereka berkata
bahwa mereka adalah penyambung lidah rakyat.
Kadang-kadang mereka anti demokrasi.
Kadang-kadang mereka menggerakkan demonstrasi.
Dan kalau ada demonstran yang mati ditembaki,
mereka berkata: itulah pengorbanan
yang lumrah terjadi di setiap perjuangan.
Lalu ia mengirim karangan bunga
dan mengucapkan pernyataan dukacita.
.
Para politisi suka hari cerah,
suka khalayak ramai,
dan bendera-bendera.
Lalu mereka akan berkata:
“Kaum oposisi harus bersatu
menggalang kekuatan demi perjuangan.
Dan sayalah yang memimpin kalian.”
.
Ada orang suka nasi.
Ada orang suka roti.
Tapi politisi akan makan apa saja
asal sambil makan ia duduk di singgasana.
.
Memang tanpa mereka
tak akan ada negara
Jadi terpaksa ada Hitler,
Netanyahu, Amangkurat II,
Stalin, Marcos, dan sebagainya.
Yah, kalau melihat Indonesia dewasa ini,
para mahasiswa dibunuh mati,
dan lalu
politisi hanya tahu kekuasaan tanpa diplomasi,
sedang massa tanpa daulat pribadi,
maka politik menjadi martabak atau lumpia.
.
Lalu ada politisi berkata kepada saya:
“Mas Willy, sajakmu seperti prosa.
Tidak mengandung harapan,
tidak mengandung misteri.
Cobalah mengarang tentang pemandangan alam
dan misteri embun di atas kelopak melati.”
8. Memo Sebelum Pemilu
Oleh A. Munandar
.
Salahmu sendiri mengapa membangun demokrasi
orang fanatik bukan hanya mengkritik-maki
mereka siap mengangkat tangan bersama.
.
Ini demokrasi
yang mengangkat tangan paling banyak yang menang
yang janjinya paling banyak yang menang.
9. Pro dan Kontra
Oleh A. Munandar
.
Yang ini yang pro
Yang itu yang kontra
(Yang lain diam saja)
.
Yang ini mengatakan:
Yang ini baik
(Setan pun baik)
.
Yang itu mengatakan:
Yang itu jahat
(Malaikat pun jahat)
.
Yang ini yang pro
Yang itu yang kontra
(Yang lain dengar saja)
10. Retorika Politik
Oleh Marianus Elki Semit
.
Kata-kata indah terucap dari mulut pemimpin
Dikemas rapi tersusun dalam melodi bahasa nan indah
Retorika politik menyulap opini membuta hati rakyat terlena
Menjadi rupa tak terpungkiri ditilik sempurna enak didengar
.
Janji manis diucapkan tak henti-hentinya
Memenangkan hati rakyat itulah metodenya
Namun realitas hanyalah fiktif belaka penuh kebusukan
Terkadang salah mengena sasarannya pun meleset
.
Retorika senjata ampuh bagaikan belati
Menjual visi misi di ruang publik tak ada artinya
Ingatlah kawanku engaku tak sendirian di kosmos ini
Kebaikan rakyat jangan terabaikan dilalui begitu saja
.
Retorika kosong penuh kebablasan merusak citra diri
Tak ada realitas di dalam hidupnya semuanya hanya penuh konsep
Rakyat menginginkan pemimpin yang konkrit
Berpidato panjang-panjang hanya mewartakan kebohongan
.
Mari kita pilih pemimpin ideal penuh tanggungjawab
Sikap nasionalisme peka terhadap rakyatnya
Kokohkanlah fondasimu jangan tergiur retorika politik
Semua hanya menguburkan fakta luluh lantak hati rakyat
.
.
Baca berita dan artikel menarik lain Inilah.com di Google News.